Connect with us

Panglima TNI Mutasi 49 Perwira Tinggi, Sejumlah Pangdam Diganti

Jakarta – Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto kembali melakukan mutasi jabatan di internalnya. Rotasi jabatan dalam rangka memenuhi kebutuhan organisasi dan pembinaan karier, serta mengoptimalkan pelaksanaan tugas-tugas TNI yang semakin kompleks dan dinamis.

Berdasarkan Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/503/VI/2020 tanggal 18 Juni 2020 tentang Pemberhentian dari dan Pengangkatan Dalam Jabatan di Lingkungan Tentara Nasional Indonesia, telah ditetapkan mutasi dan promosi jabatan 49 perwira tinggi (pati). Rinciannya, 40 Pati jajaran TNI Angkatan Darat (AD), 5 pati jajaran TNI Angkatan Laut (AL) dan 4 pati jajaran TNI Angkatan Udara (AU).

Sebanyak 40 pati TNI AD itu, yaitu Mayjen TNI Mochamad Effendi dari Pangdam IV/Diponegoro menjadi Irjenad (Validasi Orgas), Mayjen TNI Bakti Agus Fadjari dari Aster Kasad menjadi Pangdam IV/Diponegro, Mayjen TNI Nurchahyanto dari TA Pengkaji Bidang Politik Lemhannas menjadi Aster Kasad, Brigjen TNI Gunung Iskandar dari Waaspers Panglima TNI menjadi TA Pengkaji Bidang Politik Lemhannas, Brigjen TNI Kukuh Surya Sigit Santoso dari Kasetum TNI menjadi Waaspers Panglima TNI, dan Kolonel Inf Rusmili dari Paban Utama Was Aspas Sahli Bidang Hubint Panglima TNI menjadi Kasetum TNI.

Kemudian, Mayjen TNI Bambang Dwi Hasto dari Kapuskes TNI menjadi Ka RSPAD (Validasi Orgas), Mayjen TNI Tugas Ratmono dari Kapuskesad menjadi Kapuskes TNI, Brigjen TNI Asrofi Sueb Surachman dari Kapusrehab Kemhan menjadi Kapuskesad, Kolonel Ckm Budiman dari Sub SMF Golongan IV/ Kol Fetomaternal Dep Obgyn RSPAD Gatot Soebroto Puskesad menjadi Kapusrehab Kemhan.

Mayjen TNI Mohamad Sabrar Fadhilah dari Pangdam I/BB menjadi Pa Sahli Tk. III Kasad Bidang Intekmil dan Siber (Orgas Baru), Mayjen TNI Irwansyah dari Sahli Bidang Hankam BIN menjadi Pangdam I/BB, Mayjen TNI Benny Susianto dari Pangdam IX/Udy menjadi Pa Sahli Tk. III Kasad Bidang Wassus dan LH (Orgas Baru), Mayjen TNI Kurnia Dewantara dari Danseskoad menjadi Pangdam IX/Udy, Mayjen TNI Anton Nugroho dari TA Pengkaji Madya Bidang Sismennas Lemhannas menjadi Danseskoad, dan Kolonel Inf A Yudi Hartono dari Pamen Denma Mabesad menjadi TA Pengkaji Madya Bid Sismennas Lemhanna.

Selanjutnya, Kolonel Ckm Rahmat Saptono dari Kakesdam IV/Dip menjadi Ir Puskesad (Validasi Orgas), Kolonel Ari Binuko dari Ir Puskesad menjadi Dircab Puskesad (Validasi Orgas), Brigjen TNI Dedi Priatna Ariestadi dari Dir PIT Pusterad menjadi Pati Mabes TNI AD (dalam rangka pensiun), Kolonel Cpl Jajah Subarjah dari Analisa Kebijakan Bidang Pengumpulan dan Pengolahan Informasi pada Deputi Bid. Sistem Nasional Setjen Wantannas menjadi Dir PIT Pusterad.

Brigjen TNI Bambang Irianto dari Dircab Pusbekangad menjadi Pati Mabes TNI AD (dalam rangka pensiun), Kolonel Cba Budi Fitri dari Kasubbit Binalsatri Pusbekangad menjadi Dircab Pusbekangad, Mayjen TNI Zulfardi Junin dari Staf Ahli Bidang Ideologi dan Politik BIN menjadi Agen Madya pada Sahli Bidang Ideologi dan Politik BIN, Brigjen TNI Abdul Haris Napoleon dari Kabinda Papua BIN menjadi Staf Ahli Bidang Ideologi dan Politik BIN, Kolonel Inf I Gusti Putu Danny Nugraha Karya. Dari Pamen Denma Mabesad menjadi Kabinda Papua BIN, Brigjen TNI Made Datrawan dari Bandep Ur.

Renkon pada Deputi Bidang Politik dan Strategi Setjen Wantannas menjadi Deputi Bidang Sistem Nasional Setjen Wantannas, Mayjen TNI Sugeng dari Sahli Bid. Sosbud Setjen Wantannas menjadi Pati Mabes TNI AD (dalam rangka pensiun), Brigjen TNI Ana Supriatna dari Danpussenkav Kodiklatad menjadi Sahli Bidang Sosbud Setjen Wantannas, Brigjen TNI Wawan Ruswandi dari Dirjian Kodiklatad menjadi Danpussenkav Kodiklatad, Brigjen TNI Syaiful Rahman dari Danrem 161/WS (Kupang) Kodam IX/Udy menjadi Dirjian Kodiklatad, Kolonel Inf Samuel Petrus Hehakaya dari Agen Madya Deputi Bidang Intelijen Dalam Negeri BIN menjadi Danrem 161/WS (Kupang) Kodam IX/Udy.

Kolonel Haris Sarjana dari Pamen Denma Mabesad menjadi Karo Persidangan, Sistem Informasi dan Pengawasan Internal Setjen Wantannas, Brigjen TNI Wahyu Wibowo dari Waka Babinkum TNI menjadi Anggota Pokkimmiltama Mahkamah Agung, Brigjen TNI Wahyoedho Indradjit, Dirkumad menjadi Waka Babinkum TNI, Kolonel Chk (K) Tetty Melina Lubis dari Tua STHM Ditkumad menjadi Dirkumad, Mayjen TNI Abdul Hafil Fuddin dari Dosen Unhan menjadi Pati Mabes TNI AD (dalam rangka pensiun), Mayjen TNI Rochadi dari Dankoopssus TNI menjadi Pati Mabes TNI AD (dalam rangka pensiun), Brigjen TNI Ranto Parulian Silaban.

Dari Pa Sahli Tk. II Kamteror Sahli Bid. Polkamnas Panglima TNI menjadi Pati Mabes TNI AD (dalam rangka pensiun), Brigjen TNI Amalsyah Tarmizi dari Pa Sahli Tk. II Kasad Bid. Sosbud menjadi Pati Mabes TNI AD (dalam rangka pensiun), dan Mayjen TNI Sucianto dari Staf Khusus Panglima TNI menjadi Pati Mabes TNI AD (dalam rangka pensiun).

Sebanyak 5 Pati TNI AL yaitu, Kolonel Laut (KH) Eri Khasman dari Analis Kebijakan Bidang Politik Keamanan Nasional pada Deputi Bidang Pengkajian dan Penginderaan menjadi Bandep Ur. Renkon pada Deputi Bidang Politik dan Strategi Setjen Wantannas, Laksma TNI Gregorius Agung (Han) dari Karo Persidangan, Sistem Informasi dan Pengawasan Internal Setjen Wantannas menjadi Sahli Bidang Hankam Setjen Wantannas, Kolonel Laut (S) Mulyono dari Paban Log Ditum Akademi TNI menjadi Ir Bakamla, Mayjen TNI (Mar) Yuniar Ludfi dari Aspotmar Kasal menjadi Pati Mabes TNI AL (dalam rangka pensiun), dan Brigjen TNI (Mar) Suhono dari Staf Khusus Kasal menjadi Pati Mabes TNI AL (dalam rangka pensiun).

Sebanyak 4 Pati TNI AU yaitu Marsekal TNI Yuyu Sutisna dari Staf Khusus Panglima TNI menjadi Pati Mabes TNI AU (dalam rangka pensiun), Marsda TNI Irawan Nurhadi dari Deputi Bidang Sarana dan Prasarana, dan Sistem Komunikasi Pencarian dan Pertolongan BNPP menjadi Aspotdirga Kasau, Marsda TNI Suparmono dari Aspotdirga Kasau menjadi Deputi Bidang Sarana dan Prasarana, dan Sistem Komunikasi Pencarian dan Pertolongan BNPP, dan Marsma TNI Andi Gunawan Wirson dari Staf Khusus Kasau menjadi Pati Mabes TNI AU (dalam rangka pensiun).

 

(mjf)

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal

Oleh

Fakta News
Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat kunjungan kerja reses di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap mahalnya biaya pendidikan tinggi di perguruan tinggi negeri. Menurutnya, dengan mahalnya biaya pendidikan tinggi itu dapat menghambat pencapaian target pemerintah dalam meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tinggi. Menurut data tahun 2023, APK untuk laki-laki hanya 29,12 persen dan untuk perempuan 33,87 persen, angka yang jauh dari target yang diharapkan.

Konsekuensinya, tambah Ledia, dengan biaya pendidikan yang sangat mahal  itu banyak calon mahasiswa yang terhambat untuk melanjutkan pendidikan. “Dengan mahalnya perguruan tinggi negeri ini, bagaimana mungkin kita bisa mencapai target APK yang lebih baik jika banyak anak-anak kita yang tidak mampu melanjutkan pendidikan karena biaya?” ujar Ledia kepada Parlementaria, di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024).

Diketahui, Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi (PT) adalah perbandingan antara jumlah penduduk yang masih bersekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (tanpa memandang usia penduduk tersebut) dengan jumlah penduduk yang memenuhi syarat resmi penduduk usia sekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (umur 19- 23 tahun).

Ledia pun mengkritik sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang berlaku di banyak perguruan tinggi, yang menurutnya masih memberatkan bagi sebagian besar calon mahasiswa. “Ada perguruan tinggi dengan sistem UKT yang sangat tinggi, dan ada pula yang menengah namun tetap mahal, belum lagi adanya uang pangkal yang harus dibayar di awal,” ujar politisi Alumni Master Psikologi Terapan dari Universitas Indonesia ini.

Ledia juga menyoroti perlunya sebuah sistem pendidikan tinggi yang lebih pro kepada masyarakat, terutama bagi warga negara Indonesia yang memiliki kemampuan akademis namun ada keterbatasan ekonomi. “Kita perlu membuat sistem yang lebih baik, yang lebih mendukung anak-anak kita untuk bisa kuliah tanpa dibebani biaya yang tidak mampu mereka tanggung,” ujar Politisi Fraksi PKS ini.

Lebih lanjut, Ledia menegaskan bahwa pendidikan tinggi harus diakses oleh semua lapisan masyarakat. “Kita membuat kampus itu mandiri, namun bukan berarti kita bisa mengabaikan warga negara Indonesia, terutama anak-anak muda kita yang sebenarnya punya kemampuan dalam akademisnya tapi tidak dalam ekonominya,” ujarnya.

Kebijakan saat ini, menurut Ledia, harus segera dibahas dan diperbaiki, dengan keterlibatan langsung dari kampus-kampus dan pemerintah untuk mencari solusi yang efektif. “Perlu ada diskusi serius antara pemerintah dengan perguruan tinggi untuk menata ulang sistem pendanaan pendidikan tinggi di negara kita,” tutur Ledia.

Dalam mencari solusi, Ledia juga menyarankan agar perguruan tinggi negeri bisa terhubung lebih baik dengan program beasiswa dan bantuan finansial lainnya yang bisa membantu meringankan beban mahasiswa. “Harus ada lebih banyak opsi beasiswa dan bantuan finansial yang dapat diakses oleh mahasiswa yang membutuhkan,” ucap Ledia.

Ledia berharap bahwa dengan perbaikan sistem yang lebih inklusif dan mendukung, Indonesia bisa mencapai tujuan menjadi negara dengan sumber daya manusia yang unggul pada 2045. “Ini semua tentang membangun fondasi yang kuat untuk pendidikan tinggi di Indonesia, memastikan semua anak berhak dan mampu mendapatkan pendidikan yang layak,” pungkasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah

Oleh

Fakta News
Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah
Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Maros – Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin mengecam kebijakan terkait sertifikat tanah yang merugikan masyarakat. Dalam pernyataannya, ia menyampaikan keprihatinannya terhadap biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang melonjak drastis setelah penerbitan sertifikat tanah.

“Sangat disayangkan melihat betapa besarnya biaya PBB yang harus ditanggung masyarakat setelah memiliki sertifikat tanah. Hal ini menjadi hambatan besar bagi petani dan pengguna lahan lainnya untuk mendaftarkan tanah mereka,” ujar Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024).

Menurutnya, masyarakat enggan membuat sertifikat tanah karena adanya komponen biaya PBB yang meningkat secara signifikan setelah kepemilikan tanah tersebut bersertifikat. Hal ini berdampak negatif terutama bagi para petani dan pengguna lahan lainnya yang mayoritas hidup dengan penghasilan terbatas.

Rosiayati pun menyerukan pentingnya koordinasi antara pemerintah daerah dan Dinas Pajak untuk meninjau ulang kebijakan terkait tarif PBB. “Saya berharap agar Dinas Pajak dapat mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat yang terdampak dan menyesuaikan tarif PBB dengan lebih adil,” tambahnya.

Kemudian, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu juga menegaskan bahwa pembenahan terhadap kebijakan tersebut penting dilakukan agar masyarakat merasa lebih terbantu dan terjamin hak-haknya atas tanah yang mereka miliki.

“Pemerintah harus fokus pada upaya mempermudah akses masyarakat terhadap kepemilikan tanah dengan biaya yang terjangkau, sehingga tidak menghambat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat,” tutupnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!

Oleh

Fakta News
PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat mengikuti Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi X DPR RI, di Kota Medan Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto: DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah mengungkapkan, kekhawatirannya terkait kesiapan pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI yang dijadwalkan pada September 2024 di Aceh dan Sumatera Utara. Ledia menyatakan bahwa meskipun pemerintah daerah telah berkomitmen dengan mengalokasikan dana besar, masih terdapat kekurangan yang perlu ditangani oleh pemerintah pusat.

“Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah mengeluarkan anggaran sekitar Rp2,1 triliun, dan belum lagi dari Pemerintah Kabupaten/Kota dari APBD untuk pembangunan venue dan lain-lain. Namun, ada beberapa hal penting yang masih harus di-cover oleh pemerintah pusat,” ujar Ledia, Medan, Sumatera Utara, Senin (6/5/2024).

Menurutnya, masih ada kebutuhan dana tambahan untuk menyelesaikan infrastruktur yang belum rampung. “Persoalnnya ada hal yang harus dicover oleh pemerintah pusat, apakah itu bisa selesai atau enggak. Kita belum tahu sampai sekarang pemerintah daerah juga enggak bisa apa-apa, itu sangat tergantung dari pusat,” ujarnya.

Ledia juga menyampaikan bahwa Komisi X DPR RI telah mengusulkan agar penundaan PON hingga awal tahun 2025 untuk memastikan semua persiapan bisa tuntas. “Beberapa dari kami sudah mengusulkan untuk ditunda sampai Januari atau Februari 2025 sehingga penyelenggaraannya bisa berjalan dengan baik dan tidak terburu-buru,” tegas Ledia.

Selain itu, Ledia menekankan bahwa ada kesamaan situasi dengan PON sebelumnya di Papua, yang juga harus diundur karena pandemi COVID-19. “Situasinya serupa dengan apa yang terjadi di Papua. Jika memang belum siap, jangan dipaksakan,” tegasnya.

Ledia juga berharap dengan waktu yang masih ada, bisa di optimalkan dengan baik. “Harapan nanti penyelenggarannya bisa berjalan dengan baik, karena ini baru pertama kali diselenggarakan di dua  provinsi, belum lagi setelah itu ada peparnas untuk disabilitas. Nah jadi memang harusnya lebih matang, kalau memang belum siap jangan dipaksakan,” ungkap Ledia.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah berkomitmen untuk juga menggunakan venue yang sudah ada dengan memperbaikinya. Namun, Ledia menyatakan, “Sekarang ini yang ditunggu adalah dukungan anggaran dari pemerintah pusat, bisa atau tidak,” ungkapnya.

Ditambah lagi, menurut Ledia, “Telah dianggarkan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga sebanyak Rp300 miliar untuk biaya operasional seperti pembayaran wasit dan juri, namun untuk infrastruktur, kecepatan penyelesaian dari pemerintah pusat masih menjadi tanda tanya”.

Kekhawatiran terus mengemuka seiring dengan mendekatnya waktu pelaksanaan PON XXI, dengan banyak pihak berharap agar pemerintah pusat dapat segera mengambil tindakan untuk menyelesaikan persiapan yang masih tertunda.

Baca Selengkapnya