Connect with us

Mendagri: Kepala Daerah Dipilih Rakyat Agar Legitimasi Kuat

Mendagri Tito Karnavian

Jakarta – Pemerintah ingin agar Daerah dipimpin oleh Kepala Daerah yang dipilih rakyat dengan legitimasinya kuat, bukan Pelaksana Tugas (Plt) atau Pejabat Sementara (PJS) yang berasal dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Hal tersebut disampaikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, saat menjawab pertanyaan usai konferensi pers, Rabu (17/6).

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) sendiri, menurut Tito, anggarannya sudah ada dan pada tahun 2019 telah teranggarkan kurang lebih Rp15 triliun untuk 270 daerah yang ada di pos Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) masing-masing dan hingga kini sudah terpakai dikurang Rp5 triliun sekarang sisa Rp9,1 triliun.

Begitu ada Covid-19, Mendagri sampaikan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengeluarkan peraturan penundaan pada akhir Maret yang tahapannya sudah dilewati 5 dari total 15 tahapan.

“Sehingga dengan adanya penundaan itu Mendagri dan Menteri Keuangan, kami berdua  langsung mengeluarkan peraturan untuk anggaran sebanyak Rp9,1 triliun untuk tahapan selanjutnya itu di-freez tidak boleh digunakan, termasuk tidak boleh digunakan untuk Covid-19,” ujar Mendagri.

Hal inj dikarenakan ada pos-pos yang lain sehingga Rp27,84 triliun di daerah-daerah untuk jaring pengaman sosial itu merupakan pos lain selain Pilkada.

“Pilkada tidak boleh diganggu karena kita mengantisipasi Pilkada terlaksana di tahun 2020 atau 2021, kita siapkan anggarannya dulu. Jangan sampai nanti kita tidak paham 2021 dinamika anggaran kita seperti. Oleh karena itu, harus diamankan dan agenda politik ini harus berjalan,” terang Mendagri.

Lebih lanjut, Mendagri mengaku telah mengeluarkan surat dengan Menteri Keuangan untuk boleh mencairkan karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengeluarkan peraturan baru tentang tahapan lanjutan per hari Jumat yang lalu.

“Tahapan mulai dimulai 15 Juni hari Senin kemarin. Jadi mulai Senin kemarin sudah dimulai tahap lanjutan diantaranya adalah pengaktifan kembali KPU di daerah-daerah,” jelas Mendagri.

Pada kesempatan itu, Mendagri menyampaikan bahwa memang ada anggaran tambahan yang diminta oleh KPUD masing-masing terutama untuk penambahan Tempat Pemungutan Suara (TPS) dari 276 ribu menjadi 304 ribu TPS.

“Ditambah dengan anggaran untuk pembelian alat-alat pelindung diri dari Covid baik untuk penyelenggara, pengaman, maupun untuk masyarakat pemilih dengan mengambil model yang ada di Korea,” papar Mendagri.

Tito menyampaikan akan berkoordinasi dengan daerah, KPU, Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu), Komisi II DPR, Kementerian Keuangan sehingga hasilnya ada pos anggaran dari belanja lain Kementerian Keuangan yang akan digunakan untuk membantu tambahan yang diajukan oleh KPUD-KPUD.

“Total antara KPU dengan Bawaslu, daerah-daerah dan pusat itu lebih kurang Rp5,1 triliun. Ini yang mungkin akan dipenuhi oleh Bu Menteri Keuangan, sementara beliau akan mengeksekusi tahap I Rp1,02 triliun,” papar Mendagri.

Dengan demikian, Mendagri sampaikan hal ini tidak akan mengganggu APBD yang tambahan, sementara yang untuk pilkada yang Rp9,1 triliun memang sudah di-freeze di dalam APBD tidak mengganggu pos-pos lain.

Diharapkan dengan adanya pilkada ini, Mendagri sampaikan jaring pengaman sosial akan dapat juga terdukung secara otomatis karena pengaktifan penyelenggara pemilu 270 wilayah dengan 304 ribu TPS per TPS belum termasuk panitia pemilihan kecamatan yang ad hoc.

“Yang TPS saja ada 304 ribu itu petugasnya lebih kurang 10 totalnya, 10 berarti lebih kurang 3 juta lebih, 3 juta lebih 60% anggaran Rp14 triliun lebih dari APBD maupun dari APBN itu digunakan untuk insentif penyelenggara sebanyak 3 juta,” tambahnya.

Artinya, Mendagri sampaikan bahwa riil ini adalah program Padat Karya yang kemudian sama saja seperti memberikan bantuan kepada petugas-petugas TPS yang ada di bawah, 3 juta, tetapi harus kerja dulu selama 6 bulan mulai bulan Juli-Desember.

Kemudian, Mendagri sampaikan bahwa 40% lagi itu digunakan untuk pembelian barang-barang yang berhubungan dengan pemilihan pilkada juga untuk pelindung kesehatan, masker, hand sanitizer, sabun, dan lain-lain.

“Kita harapkan dengan adanya 40% dari anggaran yang Rp14 triliun lebih ini, ini akan menstimulasi ekonomi di daerah-daerah terutama UMKM mikro dan ultra mikro,” ungkap Mendagri.

Menurut Mendagri, hal ini memiliki manfaat ganda, kalau dalam peribahasa sekali merengkuh dayung 2 pulau terlampau, killing two birds with one stone.

Jadi, lanjut Mendagri, membantu masyarakat adanya program Padat Karya TPS-TPS ini semua daerah bergerak, ekonomi bisa berjalan distimulasi tapi juga agenda politik juga selesai.

“Sehingga akan terbentuk pemerintahan-pemerintahan di daerah yang kuat karena dipilih rakyat dan kita harap dengan pemerintahan yang legitimasinya kuat di daerah-daerah penanganan Covid akan jauh lebih serius lagi,” pungkas Mendagri.

 

(chrst)

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

DPR RI Minta Jepang Ajarkan ‘Smart Farming’ kepada Petani Muda Indonesia

Oleh

Fakta News
DPR RI Minta Jepang Ajarkan ‘Smart Farming’ kepada Petani Muda Indonesia
Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel, saat menerima delegasi dari partai berkuasa di Jepang, Liberal Democratic Party (LDP), di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara III, DPR RI, Jakarta, Jumat (3/5/2024). Foto: DPR RI

Jakarta – DPR RI, melalui Wakil Ketua DPR RI Bidang Koordinator Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmat Gobel, meminta Jepang untuk menerima petani muda Indonesia untuk belajar bertani dengan metode smart farming di negara tersebut. Hal itu ia sampaikan saat menerima delegasi dari partai berkuasa di Jepang, Liberal Democratic Party (LDP), di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara III, DPR RI, Jakarta, Jumat (3/5/2024).

“Bukan untuk bekerja dan juga bukan untuk sekolah, tapi belajar praktik bertani yang baik dan berkualitas serta smart farming kepada petani muda Indonesia. Cukup satu tahun saja,” kata Gobel.

Gobel mengatakan, dunia sedangkan dihadapkan pada krisis pangan akibat perubahan iklim dan konflik geopolitik dunia. Perubahan iklim berdampak pada hadirnya cuaca panas yang tinggi atau curah hujan yang berlebihan dan tidak pasti. Sedangkan, konflik geopolitik berdampak pada kenaikan harga pupuk yang tinggi.

“Semua itu berakibat Indonesia melakukan impor beras dengan jumlah yang sangat besar. Padahal Indonesia adalah negara agraris, memiliki lahan yang luas, tanah yang subur, dan jumlah petani yang besar. Namun faktanya Indonesia harus impor beras dari berbagai negara seperti Myanmar, Vietnam, Thailand, India, dan Cina,” jelas Politisi Fraksi Partai NasDem itu.

Di sisi lain, kata Gobel, Jepang adalah negara yang memiliki keunggulan teknologi sehingga bisa menghasilkan produktivitas pertanian yang besar dan kemampuan menghadapi perubahan iklim. Selain itu, katanya, produk pertanian Jepang dikenal dengan cita rasa yang lezat dan memiliki harga yang bagus. Ia juga meminta Jepang mengajarkan pembuatan pupuk organik dan smart farming. Teknologi penggilingan beras Jepang, katanya, juga menghasilkan beras yang berkualitas.

Walaupun sudah melakukan impor beras dengan jumlah sangat besar, kata Gobel, secara ironis harga beras di Indonesia tetap tinggi.

“Harga beras premium di Indonesia mendekati harga beras di Jepang. Padahal kualitasnya sangat berbeda. Tentu ini memprihatinkan,” kata pria yang pernah ditunjuk Presiden Jokowi sebagai Utusan Khusus untuk Jepang tersebut.

Selain itu, katanya, karena jumlah petani di Indonesia sangat besar maka membangun pertanian akan secara otomatis akan meningkatkan kesejahteraan penduduk Indonesia.

“Jumlah penduduk Indonesia juga sangat besar. Jadi memecahkan masalah kebutuhan pokok ini akan sangat fundamental bagi kemajuan dan stabilitas Indonesia. Untuk itu, saya berharap Jepang dan Indonesia bisa meningkatkan kerja sama yang lebih erat di bidang pertanian ini,” jelasnya.

Selain itu, Gobel juga menyampaikan tentang pentingnya Jepang membagi teknologinya dalam pengolahan air bersih. Hingga saat ini, katanya, masalah penyediaan air bersih yang sehat masih merupakan tantangan besar bagi Indonesia.

“Air bersih higienis sangat penting dalam mengatasi stunting dan penyakit kulit. Dua hal ini masih merupakan problem mendasar bagi masyarakat lapis bawah Indonesia dan bagi peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Jepang memiliki kemampuan dan teknologi pengolahan air bersih yang sehat,” katanya.

Jika masalah pertanian dan penyediaan air bersih bisa diatasi Indonesia, kata Gobel, maka ekonomi Indonesia akan tumbuh lebih baik lagi. “Ini tentu saja juga akan baik bagi ekonomi kawasan di Asia Tenggara dan akan memiliki dampak yang baik pula bagi ekonomi Jepang. Jadi ini kerja sama yang sifatnya saling menguntungkan,” katanya.

Adapun Delegasi Jepang itu dipimpin oleh Ketua Badan Riset Kebijakan LDP, Tokai Kisaburo. Sedangkan anggota delegasinya antara lain Ketua Harian Badan Riset Kebijakan LDP Shibayama Masahito dan Kepala Sekretariat Badan Riset Kebijakan LDP Nakai Toyoron. Hadir pula Wakil Dirjen untuk urusan Asia Tenggara dan Asia Barat Daya Kementerian Luar Negeri Jepang Hayashi Makoto serta Duta Besar Jepang untuk Indonesia Yasushi Masahi.

Baca Selengkapnya

BERITA

Tindakan Penyimpangan Turis Nakal di Bali Harus Ditangani secara Bijaksana

Oleh

Fakta News
Tindakan Penyimpangan Turis Nakal di Bali Harus Ditangani secara Bijaksana
Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta dalam foto bersama usai mengikuti pertemuan Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI di Denpasar, Bali. Foto: DPR RI

Denpasar – Tim Komisi III DPR RI melakukan Kunjungan Kerja Reses ke Denpasar, Bali. Salah satu yang disoroti Komisi III dalam Kunker Reses ini adalah banyaknya turis yang melakukan tindakan penyimpangan, seperti pelanggaran adat maupun tindakan semena-mena lainnya. Tak ayal,  tindakan tersebut kerap menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat setempat.

Menanggapi hal itu, Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta berharap kepada Kapolda Bali Ida Bagus Kade Putra Narendra agar penanganan yang bijak terhadap pelanggaran, sambil tetap memperhatikan dan menghormati adat serta budaya Bali.

Oleh karena, menurut I Wayan, bahwa Bali memiliki cara tersendiri untuk menangani turis yang berulah. Sehingga, tidak bisa serta merta langsung dilakukan deportasi.

“Karena bagaimana pun orang Bali hidup dari sektor pariwisata. Sehingga sudah tidak asing dengan keberadaan turis. Namun, jangan juga sampai terlalu lemah karena turis yang berulah akan mengotori pariwisata-pariwisata yang ada, sehingga malah Bali bisa jatuh perekonomiannya. Jadi harus dicari solusi yang bijak,” ungkap I Wayan dalam pertemuan di Denpasar, Bali, Jumat (3/5/2024).

Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu pun menyampaikan apresiasinya terhadap Kapolda Bali beserta segenap jajarannya karena telah berhasil menangani banyak kasus dengan pendekatan restorative justice. Selain itu, Polda Bali juga dinilai telah bekerja sama baik dengan lembaga imigrasi yang berada di bawah lingkup Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkumham Provinsi Bali dalam penanganan kasus penyimpangan turis.

“Saya juga tentunya mengapresiasi Kapolda Bali dan segenap jajaran atas kinerjanya. Bagaimana mereka mengawasi, serta menindak pelaporan-pelaporan yang ada rerlebih mengedepankan restorative justice sebagai jalan keluar penanganan kasus,” pungkasnya.

Menanggapi masukan tersebut, Kapolda Bali Ida Bagus Kade Putra Narendra juga sepakat dengan gagasan I Wayan Sudirta bahwa penanganan terhadap turis yang berulah harus dilakukan dengan hati-hati. Khususnya, mempertimbangkan dampaknya terhadap sektor pariwisata dan kelestarian budaya Bali.

“Kami akan bekerja sama, jika diperlukan lintas sektoral untuk menemukan solusi yang menghormati adat, budaya, dan kepentingan ekonomi masyarakat Bali,” ujar Ida Bagus.

Kunjungan kerja reses ini diharapkan dapat menjadi langkah awal menuju penanganan yang lebih baik terhadap turis nakal di Bali. Dengan pendekatan yang bijaksana dan kolaborasi lintas sektoral antara Kapolda Bali, institusi terkait, serta pemerintah daerah, diharapkan akan tercipta lingkungan pariwisata yang lebih aman, nyaman, dan berkelanjutan bagi wisatawan dan masyarakat setempat.

Baca Selengkapnya

BERITA

Peredaran Narkoba Beralih ke Ranah Daring, Johan Budi Minta Perkuat BNNP

Oleh

Fakta News
Peredaran Narkoba Beralih ke Ranah Daring, Johan Budi Minta Perkuat BNNP
Anggota Komisi III DPR Johan Budi saat bertukar cenderamata usai Rapat Kerja Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI dengan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) di Denpasar, Bali, Kamis (02/05/2024). Foto: DPR RI

Denpasar Komisi III DPR RI mengungkapkan kekhawatirannya terhadap meningkatnya modus operandi peredaran narkoba yang beralih ke ranah daring (online) melalui platform media sosial dengan menggunakan modus kamuflase. Pernyataan ini disampaikan Anggota Komisi III DPR Johan Budi dalam Rapat Kerja Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI dengan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) di Denpasar, Bali, Kamis (02/05/2024).

“Menarik sekali yang disampaikan BNN Provinsi Bali. Mereka menjelaskan adanya jual beli narkoba melalui online. Nah ini cukup mengagetkan buat saya, kok bisa narkoba ini diperjual belikan melalui online, hal ini terungkap ketika BNNP Bali menangkap tersangka di lapangan,” ungkapnya.

Dalam konteks ini, Johan Budi menekankan perlunya penguatan pada Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk menghadapi perubahan modus operandi tersebut. Menurutnya, modus operandi peredaran narkoba akan selalu berubah-ubah. Untuk itu, perlu penguatan-penguatan kepada BNN agar lebih maksimal dalam memberantas peredaran narkoba ini. Selain itu, lanjutnya, kekurangan sumber daya manusia menjadi salah satu faktor, terutama di daerah, ada sebagian yang juga pegawainya atau penyidiknya cuma sedikit.

“Ini problem laten yang perlu segera diperbaiki. Saya sendiri ketika rapat dengan BNN di Komisi III mengusulkan, agar BNN ini diberi penguatan, termasuk penyediaan sumber daya manusia, infrastruktur yang ada di daerah, termasuk soal rehabilitasi,” pungkas Legislator Dapil Jatim VII ini.

Johan menambahkan, pusat rehabilitasi narkoba ini juga menjadi sangat penting dalam kaitannya dengan restorative justice bagi para pengguna narkoba. Pengguna narkoba, tambahnya, di beberapa negara itu dikategorikan sebagai korban, bukan pelaku, bukan tersangka, sehingga pusat rehabilitasi menjadi penting. Jadi yang sebetulnya tersangka itu seharusnya pengedar dan bandar.

“Menurut saya untuk pengguna narkoba dapat diselesaikan melalui restorative justice, dengan mendapatkan kesempatan untuk dilakukan rehabilitasi medis ataupun sosial, tanpa harus menunggu putusan dari pengadilan,” tutup Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.

Johan berharap pertemuan Kunker Reses ini diharapkan dapat menjadi momentum bagi berbagai pihak, termasuk pemerintah dan lembaga terkait. Selain itu juga untuk mengimplementasikan strategi yang lebih efektif dalam mengatasi peredaran narkoba yang semakin canggih dan menyebar melalui platform digital. Langkah-langkah preventif dan represif yang terintegrasi diharapkan dapat mengurangi dampak negatif peredaran narkoba di masyarakat.

Baca Selengkapnya