CSIS Rilis Kajian tentang Karakteristik dan Persebaran Covid-19 di Indonesia
Jakarta – Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia mengeluarkan kajian karakteristik dan persebaran Covid-19 di Indonesia. Kajian ini dikerjakan berdasarkan data perkembangan kasus virus corona Covid-19 yang dirilis dari Kementerian Kesehatan, mulai dari 1 Maret-1 April 2020.
Dari pengumpulan data-data tersebut didapati pemetaan karakter epidemiologi dari Covid-19 yang terjadi di Indonesia.
Pola Penyebaran Kasus
Pada awal periode infeksi, beberapa kasus melibatkan warga negara asing (WNA) seperti yang terjadi pada kasus 1 dan kasus 2. Kemudian mulai ditemukan imported cases juga seperti pada kasus keenam yang merupakan warga Indonesia anak buah kapal (ABK) dari kapal pesiar Diamond Princess yang sebelumnya di karantina selama 14 hari di Jepang karena berpenumpang positif Covid-19.
Saat itu juga mulai ditemukan banyak imported cases lain, dari warga Indonesia yang pulang dari bepergian ke luar negeri.
Namun jumlah pasien Covid-19 Warga Negara Asing (WNA) menurun di periode kedua penelitian, yakni setelah Pemerintah menyatakan status darurat di 14 Maret 2020.
“Sebetulnya walau proporsi penderita warga negara asing di minggu awal relatif tinggi (awal Maret), tapi seiring waktu proporsinya menurun,” ujar Direktur Eksekutif CSIS Indonesia; Head, CSIS Disaster Management Research Unit, Philips Vermonte saat dihubungi, Jumat (10/4/2020).
Kemudian, hingga mencapai jumlah kasus 1.000 secara nasional, lebih dari 50 persen kasus positif berada di Jakarta. Di antara penambahan kasus baru sebesar 153 orang pada tanggal 27 Maret 2020 saat angka kasus positif di Indonesia melampaui titik 1000 kasus, 83 di antara kasus baru tersebut ditemukan di DKI Jakarta.
Setelah itu, mulai teridentifikasi kluster-kluster besar lain, di mana proses infeksi virus ini diduga terjadi bahkan sebelum kasus pertama diumumkan. Kluster-kluster ini berasal dari forum-forum pertemuan yang melibatkan banyak orang, yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.
Infeksi Lokal
Padahal sebelumnya, Philips menyebut pihak Indonesia baik pemerintah maupun masyarakat beranggapan virus corona ini secara geografis letaknya jauh dari Indonesia, sehingga tidak dijadikan sebagai sebuah ancaman serius.
“Waktu awal-awal itu buat kita itu sepertinya adanya di luar negeri, pandangan pemerintah, pandangan masyarakat lainnya, kejadiannya jauh, di China, di Eropa, dan lain-lain,” sebut Philips.
Namun, tidak dengan yang terjadi hari ini, penularan sudah terjadi di tengah masyarakat dari anggota masyarakat itu sendiri. Buktinya, jika melihat dari sisi wilayah yang paling banyak terjadi interaksi dengan WNA adalah Pulau Bali, namun jumlah infeksi di sana jauh lebih rendah dari yang terjadi di Jakarta.
Dari data yang dianalisis, jumlah kasus di Jakarta mencapai 892 kasus atau 49 persen dari total yang tercatat secara nasional. Sementara di Bali, yang dianggap berpotensi besar karena banyak terdapat WNA, kasus hanya ada di angka 25 pasien atau 1,4 persen dari kasus secara nasional.
“Dugaan awal ini masalah real ada di dalam (masyarakat) dan transmisi antar komunitas di Indonesia itu yang menyebabkan tingginya angka persebaran itu,” sebutnya.
Kelompok Usia Paling Banyak Terinfeksi
Dari hasil pengolahan data yang dilakukan CSIS, rentang usia yang paling banyak terinfeksi virus corona ini adalah kelompok usia 50-59 tahun. Philips menyebutkan jumlahnya mencapai lebih dari 20 persen, ini tertinggi dibandingkan dengan kelompok usia lainnya.
“Komposisi terbesarnya di Indonesia rentang usia 50-59 tahun, itu jumlahnya 20,7 persen dari total kasus positif covid-19 di Indonesia sampai 1 April 2020. Walaupun ada variasi, tapi angka range 50-59 ini cukup konsisten dengan faktor risiko yang ditemukan di negara lain, seperti Italia, di Lombardi,” jelas dia.
Dari data yang diolah, jumlah infeksi di kelompok usia itu sebanyak 374 pasien dari total 1.790 pasien yang sudah terkonfirmasi ketika itu. Di bawah kelompok usia 50-59 tahun, prosentase yang paling banyak terinfeksi adalah rentang usia 60-69 tahun yakni 12,5 persen.
Kecepatan Penularan
Temuan ketiga yang didapatkan CSIS dari uji data yang dilakukan adalah bahwa jarak penularan virus yang terjadi di Indonesia relatif lebih pendek dibandingkan dengan di negara lain. Hal itu melihat dari jarak antara kasus pertama di Jakarta-Jawa Barat hingga Banten dan Jawa Tengah adalah sekitar 10-12 hari.
Dalam kasus Italia, penelitian menunjukkan bahwa gejala Covid-19 muncul sekitar 16,1 hari setelah berinteraksi dengan individu penular.
Dalam kasus Indonesia, dengan memasukkan faktor keterlambatan dalam uji sampel dan pelaporan, kemunculan gejala dari sejak terpapar virus Covid-19 diperkirakan lebih pendek, setidaknya lebih pendek dari 10-12 hari.
“Namun demikian, dengan keterbatasan data yang kami miliki, kami belum mampu untuk mengestimasi secara tepat durasi antara saat terpapar hingga menunjukkan gejala Covid-19. Data dan informasi terkait ini sangat penting untuk menentukan lama inkubasi dan angka penyebaran Covid-19 ini. Salah satu hal yang bisa jadi menjadi alasan mengapa penularan bisa berlangsung lebih cepat adalah mobilitas masyarakat Indonesia dalam kehidupan sehari-hari,” tuturnya.
Namun, Philips menyebut data akan terus bergerak, sehingga terbuka kemungkinan-kemungkinan lain atau perubahan dari temuan yang saat ini sudah ada.
Tranparansi Data dan Kerjasama
Philips menyebut untuk mengatasi wabah penyakit yang terjadi hampir di seluruh belahan dunia ini dibutuhkan kerja bersama, baik dari sisi medis maupun non-medis.
Dari sisi medis tentu pada dokter dan ahli melakukan penanganan terhadap pasien-pasien yang sudah teridentifikasi. Sementara dari sisi non-medis bisa dilakukan sejumlah upaya sebagai bentuk preventif.
Misalnya yang saat ini digalakan Pemerintah, seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), physical distancing, wajib mengenakan masker di luar rumah, imbauan larangan mudik, dan sebagainya.
“Tetapi pangkalnya adalah kita harus datanya transparan, sehingga kita bisa memahami bagaimana pola persebaran virus ini di Indonesia,” kata Phipips menjelaskan betapa pentingnya keberadaan data yang transparan.
“Tanpa ada data yang reliable, akan sangat sulit untuk merumuskan intervensi-intervensi non-medik itu,” lanjutnya.
(mjf)
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.