Connect with us

Pemerintah Ajak Media Beritakan Hal Positif dan Objektif

Kepala BNPB, Doni Monardo, selaku Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19

Jakarta – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB), Doni Monardo, sekaligus Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Virus Korona (Covid-19) mengajak agar media bisa menyampaikan berita yang positif, berita yang objektif, serta juga berita yang diyakini kebenarannya.

“Janganlah mengambil berita yang belum diyakini. Kenapa demikian? Karena salah satu penyebab dari seseorang mudah terpapar adalah imunitas tubuh yang rendah,” ujar Doni saat memberikan keterangan usai Rapat Terbatas melalui konferensi media, Senin (30/3).

Imunitas tubuh yang rendah, menurut Doni, ini diakibatkan karena panik, karena stres sehingga peran media di sini sangat penting dan menentukan.

“Berita positif harus senantiasa menjadi upaya kita bersama, tanpa bantuan kawan-kawan media rasanya akan kita juga akan merasakan kesulitan,” imbuh Doni.

Untuk itu, Kepala BNPB kembali mengimbau mengajak bekerja sama, bersatu, menggunakan kolaborasi pentaheliks berbasis komunitas.

“Termasuk kawan-kawan media nanti yang juga menjadi pahlawan-pahlawan kemanusiaan ketika media bisa menyampaikan pesan-pesan positif sehingga warga negara kita bisa terhindar dari terpaparnya virus ini,” imbuh Kepala BNPB.

Rencana Kepulangan WNI Menyangkut rencana kepulangan sejumlah WNI, menurut Doni, Presiden telah menugaskan beberapa Menko dan juga para Gubernur yang terkait untuk mempersiapkan diri secara maksimal.

“Di sini kita lihat bahwa ketersediaan fasilitas kesehatan yang ada di daerah juga sangat terbatas,” kata Ketua Gugus Tugas.

Ia selaku Ketua Gugus Tugas berharap kepada masyarakat, terutama di tingkat kelurahan dan desa, hendaknya bisa menyiapkan beberapa rumah warga yang secara sukarela berkenan menyumbangkan atau mungkin meminjamkan rumahnya tersebut untuk menjadi tempat isolasi mandiri atau karantina rumah bagi WNI yang kembali dari luar daerah maupun dari luar negeri nantinya.

“Kemudian juga ide-ide untuk membangun dapur-dapur umum tadi tentunya juga bisa memberikan bantuan kepada masyarakat yang secara ekonomi kembali ke kampung halaman yang mungkin juga telah kehilangan lapangan kerja,” sambung Doni.

Presiden, menurut Doni, juga telah mendapatkan laporan dari sejumlah Gubernur dan sudah direkomendasi oleh Menteri Kesehatan, tentang pentingnya screening door to door yang dilakukan oleh petugas Puskesmas sehingga diperlukan kerja sama yang baik oleh segenap komponen masyarakat.

Mengenai Surat Edaran dari Menteri Dalam Negeri yang meminta kepada para Gubernur, termasuk Bupati dan Wali Kota, untuk menjadi Kepala atau Ketua Gugus Tugas di daerah dimana komponen-komponen yang masuk dalam struktur organisasi Gugus Tugas adalah semua instrumen pusat yang ada di daerah termasuk juga tokoh-tokoh yang ada di daerah.

“Para ulama budayawan, tokoh pemuda, hendaknya dilibatkan agar setiap kebijakan yang dikeluarkan tidak keluar dari kebijakan politik negara, tidak bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat, dan juga tidak mengganggu daerah lain. Sehingga dengan demikian upaya-upaya untuk pencegahan bisa betul-betul dimaksimalkan,” ujarnya.

Doni mengatakan bahwa Presiden mempersilakan melakukan kebijakan di tingkat lokal, sampai dengan tingkat kecamatan, lebih dari kecamatan tentunya harus dikonsultasikan kepada pemerintah pusat.

“Sehingga tidak ada pejabat di daerah yang dibenarkan mengambil langkah sendiri tanpa berkonsultasi kepada pihak-pihak yang berkompeten,” tambahnya.

Sebagai imbauan, Doni menyampaikan bahwa virus ini belum diketahui kapan akan berakhir, walaupun sejumlah pakar dan juga dari pimpinan lembaga sudah melaporkan kepada Presiden tentang prediksi.

“Namun tentunya kita harus memiliki ketahanan daya tahan di bidang kesehatan, daya tahan di bidang ekonomi, dan yang paling penting adalah daya tahan di bidang moralitas dan moril bangsa,” imbuhnya.

Oleh karenanya, lanjut Doni, persatuan dan kesatuan menjadi modal utama, karena dengan bersatu, maka segala kesulitan bisa diatasi. Pada kesempatan itu, Kepala BNPB mengajak kepada seluruh tokoh-tokoh, baik tokoh di pusat maupun di daerah, termasuk juga para pimpinan partai politik untuk bisa mendukung kebijakan politik negara.

“Saya mengibaratkan sekarang ini kita sekarang berada pada satu rangkaian kereta api. Lokomotif terdepannya adalah kepala negara kita, yaitu Pak Jokowi, kemudian kita berada di gerbong-gerbong yang berbeda,” pungkasnya seraya mengibaratkan manakala di antara gerbong itu ada yang terjatuh, maka bisa jadi gerbong yang lain pun akan terguling.

 

(ngip)

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal

Oleh

Fakta News
Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat kunjungan kerja reses di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap mahalnya biaya pendidikan tinggi di perguruan tinggi negeri. Menurutnya, dengan mahalnya biaya pendidikan tinggi itu dapat menghambat pencapaian target pemerintah dalam meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tinggi. Menurut data tahun 2023, APK untuk laki-laki hanya 29,12 persen dan untuk perempuan 33,87 persen, angka yang jauh dari target yang diharapkan.

Konsekuensinya, tambah Ledia, dengan biaya pendidikan yang sangat mahal  itu banyak calon mahasiswa yang terhambat untuk melanjutkan pendidikan. “Dengan mahalnya perguruan tinggi negeri ini, bagaimana mungkin kita bisa mencapai target APK yang lebih baik jika banyak anak-anak kita yang tidak mampu melanjutkan pendidikan karena biaya?” ujar Ledia kepada Parlementaria, di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024).

Diketahui, Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi (PT) adalah perbandingan antara jumlah penduduk yang masih bersekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (tanpa memandang usia penduduk tersebut) dengan jumlah penduduk yang memenuhi syarat resmi penduduk usia sekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (umur 19- 23 tahun).

Ledia pun mengkritik sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang berlaku di banyak perguruan tinggi, yang menurutnya masih memberatkan bagi sebagian besar calon mahasiswa. “Ada perguruan tinggi dengan sistem UKT yang sangat tinggi, dan ada pula yang menengah namun tetap mahal, belum lagi adanya uang pangkal yang harus dibayar di awal,” ujar politisi Alumni Master Psikologi Terapan dari Universitas Indonesia ini.

Ledia juga menyoroti perlunya sebuah sistem pendidikan tinggi yang lebih pro kepada masyarakat, terutama bagi warga negara Indonesia yang memiliki kemampuan akademis namun ada keterbatasan ekonomi. “Kita perlu membuat sistem yang lebih baik, yang lebih mendukung anak-anak kita untuk bisa kuliah tanpa dibebani biaya yang tidak mampu mereka tanggung,” ujar Politisi Fraksi PKS ini.

Lebih lanjut, Ledia menegaskan bahwa pendidikan tinggi harus diakses oleh semua lapisan masyarakat. “Kita membuat kampus itu mandiri, namun bukan berarti kita bisa mengabaikan warga negara Indonesia, terutama anak-anak muda kita yang sebenarnya punya kemampuan dalam akademisnya tapi tidak dalam ekonominya,” ujarnya.

Kebijakan saat ini, menurut Ledia, harus segera dibahas dan diperbaiki, dengan keterlibatan langsung dari kampus-kampus dan pemerintah untuk mencari solusi yang efektif. “Perlu ada diskusi serius antara pemerintah dengan perguruan tinggi untuk menata ulang sistem pendanaan pendidikan tinggi di negara kita,” tutur Ledia.

Dalam mencari solusi, Ledia juga menyarankan agar perguruan tinggi negeri bisa terhubung lebih baik dengan program beasiswa dan bantuan finansial lainnya yang bisa membantu meringankan beban mahasiswa. “Harus ada lebih banyak opsi beasiswa dan bantuan finansial yang dapat diakses oleh mahasiswa yang membutuhkan,” ucap Ledia.

Ledia berharap bahwa dengan perbaikan sistem yang lebih inklusif dan mendukung, Indonesia bisa mencapai tujuan menjadi negara dengan sumber daya manusia yang unggul pada 2045. “Ini semua tentang membangun fondasi yang kuat untuk pendidikan tinggi di Indonesia, memastikan semua anak berhak dan mampu mendapatkan pendidikan yang layak,” pungkasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah

Oleh

Fakta News
Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah
Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Maros – Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin mengecam kebijakan terkait sertifikat tanah yang merugikan masyarakat. Dalam pernyataannya, ia menyampaikan keprihatinannya terhadap biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang melonjak drastis setelah penerbitan sertifikat tanah.

“Sangat disayangkan melihat betapa besarnya biaya PBB yang harus ditanggung masyarakat setelah memiliki sertifikat tanah. Hal ini menjadi hambatan besar bagi petani dan pengguna lahan lainnya untuk mendaftarkan tanah mereka,” ujar Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024).

Menurutnya, masyarakat enggan membuat sertifikat tanah karena adanya komponen biaya PBB yang meningkat secara signifikan setelah kepemilikan tanah tersebut bersertifikat. Hal ini berdampak negatif terutama bagi para petani dan pengguna lahan lainnya yang mayoritas hidup dengan penghasilan terbatas.

Rosiayati pun menyerukan pentingnya koordinasi antara pemerintah daerah dan Dinas Pajak untuk meninjau ulang kebijakan terkait tarif PBB. “Saya berharap agar Dinas Pajak dapat mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat yang terdampak dan menyesuaikan tarif PBB dengan lebih adil,” tambahnya.

Kemudian, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu juga menegaskan bahwa pembenahan terhadap kebijakan tersebut penting dilakukan agar masyarakat merasa lebih terbantu dan terjamin hak-haknya atas tanah yang mereka miliki.

“Pemerintah harus fokus pada upaya mempermudah akses masyarakat terhadap kepemilikan tanah dengan biaya yang terjangkau, sehingga tidak menghambat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat,” tutupnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!

Oleh

Fakta News
PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat mengikuti Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi X DPR RI, di Kota Medan Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto: DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah mengungkapkan, kekhawatirannya terkait kesiapan pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI yang dijadwalkan pada September 2024 di Aceh dan Sumatera Utara. Ledia menyatakan bahwa meskipun pemerintah daerah telah berkomitmen dengan mengalokasikan dana besar, masih terdapat kekurangan yang perlu ditangani oleh pemerintah pusat.

“Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah mengeluarkan anggaran sekitar Rp2,1 triliun, dan belum lagi dari Pemerintah Kabupaten/Kota dari APBD untuk pembangunan venue dan lain-lain. Namun, ada beberapa hal penting yang masih harus di-cover oleh pemerintah pusat,” ujar Ledia, Medan, Sumatera Utara, Senin (6/5/2024).

Menurutnya, masih ada kebutuhan dana tambahan untuk menyelesaikan infrastruktur yang belum rampung. “Persoalnnya ada hal yang harus dicover oleh pemerintah pusat, apakah itu bisa selesai atau enggak. Kita belum tahu sampai sekarang pemerintah daerah juga enggak bisa apa-apa, itu sangat tergantung dari pusat,” ujarnya.

Ledia juga menyampaikan bahwa Komisi X DPR RI telah mengusulkan agar penundaan PON hingga awal tahun 2025 untuk memastikan semua persiapan bisa tuntas. “Beberapa dari kami sudah mengusulkan untuk ditunda sampai Januari atau Februari 2025 sehingga penyelenggaraannya bisa berjalan dengan baik dan tidak terburu-buru,” tegas Ledia.

Selain itu, Ledia menekankan bahwa ada kesamaan situasi dengan PON sebelumnya di Papua, yang juga harus diundur karena pandemi COVID-19. “Situasinya serupa dengan apa yang terjadi di Papua. Jika memang belum siap, jangan dipaksakan,” tegasnya.

Ledia juga berharap dengan waktu yang masih ada, bisa di optimalkan dengan baik. “Harapan nanti penyelenggarannya bisa berjalan dengan baik, karena ini baru pertama kali diselenggarakan di dua  provinsi, belum lagi setelah itu ada peparnas untuk disabilitas. Nah jadi memang harusnya lebih matang, kalau memang belum siap jangan dipaksakan,” ungkap Ledia.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah berkomitmen untuk juga menggunakan venue yang sudah ada dengan memperbaikinya. Namun, Ledia menyatakan, “Sekarang ini yang ditunggu adalah dukungan anggaran dari pemerintah pusat, bisa atau tidak,” ungkapnya.

Ditambah lagi, menurut Ledia, “Telah dianggarkan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga sebanyak Rp300 miliar untuk biaya operasional seperti pembayaran wasit dan juri, namun untuk infrastruktur, kecepatan penyelesaian dari pemerintah pusat masih menjadi tanda tanya”.

Kekhawatiran terus mengemuka seiring dengan mendekatnya waktu pelaksanaan PON XXI, dengan banyak pihak berharap agar pemerintah pusat dapat segera mengambil tindakan untuk menyelesaikan persiapan yang masih tertunda.

Baca Selengkapnya