“Terus Terang Kita Memang Harus Menolong”

Apakah dalam penanganan KLB ini harus menambah RS?
Tidak, karena dalam penanganan ini kami harus preventif dan promotif. Kami harus mulai mengajarkan kepada masyarakat untuk mulai berobat dari puskesmas sampai ke RS Tipe-A. Untuk daerah pinggiran, perbatasan, dan kepulauan, kami bangun puskesmas yang saat ini sudah berjumlah 124 puskesmas.
Di Asmat, ada 13 puskesmas dari dana anggaran 2017. Dari dana alokasi khusus (DAK) afirmatif, mereka harus membangun tambahan tiga puskesmas. Dana ini diberikan langsung oleh Pemda. Namun, saya belum melihat bangunannya.
Mengunjungi pasien KLB wabah gizi buruk di sebuah Puskesmas di Asmat (Foto: Istimewa)
Kondisi geografis di Papua tentu tidak mendukung. Bagaimana penanggulangannya?
Memang betul, kondisi geografis wilayah di Papua itu tidak mendukung. Namun, itulah Indonesia. Saya kira tantangan kita adalah geografisnya. Saya dan Menteri Sosial sudah ke sana untuk melihat kondisi KLB ini. Memang perjalanannya tidak mudah.
Saya bisa membayangkan. Kami masih bisa membayar pesawat, kami bisa membayar kapal cepat, dan kami bisa bertolak dari Timika langsung ke Agat. Belum lagi kondisi bandara di sana yang seperti warteg. Kemudian, kita harus naik kapal cepat lagi untuk terus ke Asmat yang jaraknya sekitar 45 menit. Begitu sampai di sana, harus naik motor lagi. Jadi, bisa dibayangkan betapa beratnya penanganan KLB ini.
Anda sudah terjun langsung ke lapangan untuk melihat kondisi di lapangan. Bagaimana sarana RS di sana? Apakah sudah memadai?
RS di sana itu kalau mau dibilang, ya tidak layak untuk sebuah RS. Namun, setelah lihat pasiennya, akhirnya saya mampu mengatakan bahwa kita harus menolong mereka. Maksud saya tentunya menolong anak-anak serta ibu-ibu yang kekurangan gizi itu. Ini jelas busung lapar. Sebagai dokter, saya tentunya langsung berpikir bahwa ini isinya cacing. Kita juga perlu tahu bahwa bisa jadi cacing pita pun ada, itu positif. Apalagi, napasnya sudah terengah-engah. Itu pasti sudah termasuk TBC dan malaria. Namun, terus terang, saya sangat berterima kasih kepada tenaga kesehatan di sana. Jujur, tenaga kesehatan di sana itu lebih banyak perempuannya dari pada laki-laki.
Bagaimana langkah penanganannya?
Anak kurang gizi ini kalau diberi makan langsung juga tidak mungkin. Kami harus pelan-pelan obati cacingnya dulu. Kalau sudah diberi obat cacing, cacingnya itu berlomba untuk keluar. Ada yang keluar dari anus, dari mulut, atau dari hidung. Namun, yang paling kami takuti itu kalau cacingnya masuk ke paru-paru. Jadi, sungguh pelik memang kalau sudah jatuh dalam keadaan seperti ini.
Kemudian, tempatnya juga tidak cukup. Tim saya sebelumnya juga sudah datang, sudah memperbaiki RS-nya agar bisa dipakai. Ada sebagian lagi yang ditampung di gereja. Namun, yang menjadi masalah sekarang adalah, mereka sudah ingin pulang. Kalau pulang, nanti makannya bagaimana? Bisa jatuh lagi. Artinya, perlu ada ketahanan pangan.

BERITA
Presiden Jokowi Serap Aspirasi Nelayan Pajukukang

Jakarta – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) didampingi Ibu Iriana Jokowi mengunjungi Kampung Nelayan Desa Pajukukang, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Rabu (29/3/2023). Presiden menyebutkan kehadirannya di Pajukukang adalah untuk mengetahui persoalan yang dihadapi para nelayan setempat.
“Ini kita hanya ingin melihat persoalan-persoalan di lapangan yang dialami oleh nelayan saat ini,” ujar Presiden usai berdialog dengan para nelayan.
Di dalam dialog, kata Presiden, para nelayan mengemukakan sejumlah persoalan mulai dari perizinan, konflik antarnelayan, hingga alat tangkap ikan.
“Kita sudah banyak menampung aspirasi mereka dan akan segera dicarikan solusinya. Saya kira kecil-kecil lapangan tapi perlu disolusikan,” imbuhnya.
Presiden menambahkan, dirinya telah memerintahkan jajaran terkait untuk menyelesaikan persoalan para nelayan tersebut.
“Izin tadi saya sudah perintahkan langsung. Masalah konflik antarnelayan yang beda wilayah nanti saya akan sampaikan ke Polda untuk diberitahu bahwa semua nelayan itu adalah saudara jangan sampai apa terjadi gesekan dan benturan,” ucapnya.
Turut mendampingi Presiden dan Ibu Iriana Jokowi, antara lain, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman, serta Bupati Maros Chaidir Syam.
BERITA
Misbakhun Pertanyakan Efektivitas Satgas BLBI

Jakarta – Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mempertanyakan efektivitas Satuan Tugas (Satgas) BLBI yang dibentuk pemerintah sejak tahun 2021. Menurutnya, pembentukan Satgas sejak awal merupakan bukti bahwa kewenangan yang dimiliki oleh masing-masing lembaga terkait tidak berjalan dengan baik.
Politisi Partai Golongan Karya itu menilai, seharusnya kasus BLBI ini bisa diatasi oleh Dirjen Kekayaan Negara dan jajarannya karena masuk ke bagian piutang negara. Oleh karena itu, dirinya mempertanyakan kemampuan Satgas BLBI untuk menuntaskan kinerjanya sebelum habisnya masa kerja di akhir tahun 2023.
“Waktu yang tersisa kan tinggal 9 bulan sampai per 31 Desember, (sedangkan) pencapaian kinerjanya baru 25,83 persen. Itu menjadi pertanyaan kita tentang efektivitas kerja mereka. Apakah dari sisa waktu yang ada, mereka bisa mengejar pencapaian itu? Itu yang paling utama,” ujar Mukhamad Misbakhun dalam Diskusi Forum Legislasi dengan tema ‘Menakar Efektivitas Kinerja Satgas BLBI’ yang diselenggarakan di Media Center DPR RI, Gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta, Selasa (28/3/2023).
Misbakhun juga menyoroti perihal orang-orang yang ada di balik Satgas BLBI. Dirinya menyampaikan bahwa sejauh ini, orang-orang yang terlibat masih orang-orang yang sama yang berasal dari lembaga terkait yang sejak awal memiliki tugas untuk menangani pemulihan hak negara dari sisa piutang dana BLBI. Untuk itu, lagi-lagi dirinya mempertanyakan alasan mengapa penanganan kasus ini baru bekerja ketika ada satgas, sementara sebelum-sebelumnya kasus ini seperti ditinggalkan begitu saja.
“Isinya Satgas juga orang lembaga itu. Dirjen Kekayaan Negara sebagai pelaksananya, terus Menkopolhukam sebagai ketuanya, ya kan? Ada PPATK, ada Bareskrim, ada Jaksa Agung dan sebagainya. Tugasnya apa? Menelusuri aset, mencari data keuangannya. Tugasnya memang itu semua. Tapi kenapa baru dilaksanakan kalau ada Satgas?” tanyanya.
Legislator Dapil Jawa Timur II ini menyampaikan apabila Satgas BLBI ini tidak mampu menyelesaikan kinerjanya sesuai masa kerja maka lebih baik tidak perlu diadakan perpanjangan. Menurutnya, angka 25,83 persen sebagai hasil evaluasi kinerja ini sudah menunjukkan bahwa pembentukan Satgas untuk menangani kasus BLBI ini bukan langkah yang efektif. Untuk itu, dirinya mendorong pemerintah untuk melakukan upaya yang lebih signifikan dalam menangani kasus BLBI ini.
“Kalau pemerintah mengusulkan (perpanjangan masa kerja Satgas BLBI), ya kita ingin menolak. Kerjakan saja lewat sistem yang ada. Bisa melalui proses lelang atau bisa melalui mekanisme kewenangan undang-undang yang selama ini dipakai. Satgas itu kan cuma satuan tugas. Tanpa satuan tugas pun hak negara tidak hilang. Tinggal dilanjutkan oleh Dirjen Kekayaan Negara,” tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi III DPR RI Wihadi Wiyanto menambahkan, apabila ada satu langkah yang bisa dilakukan pemerintah dalam upaya memulihkan kembali hak negara dari kerugian yang ditimbulkan oleh kasus BLBI, hal itu adalah dengan mendorong pembentukan Undang-Undang Perampasan Aset bersama dengan DPR. Dirinya menilai bahwa selama ini, aset-aset negara dari kasus BLBI hanya dijaminkan saja, tetapi tidak benar-benar dirampas karena belum ada payung hukumnya. Sehingga, menurutnya kehadiran Undang-Undang Perampasan Aset ini akan menjadi hal yang sangat penting bagi kemajuan penanganan kasus BLBI.
“Saya kira hal seperti ini perlu kita dorong adanya Undang-Undang Perampasan Aset yang terkait dengan masalah BLBI ini. (Tinggal) negara siap atau tidak untuk membuat undang-undang (bersama dengan DPR). Jangan-jangan pemerintah sendiri yang gak siap untuk membuat undang-undang itu, karena berbagai hal yang mereka, mungkin dari kinerja dan dari banyak juga yang hilang dan segala macam asetnya itu,” ujar Politisi Partai Gerindra tersebut.
BERITA
Menkeu Ungkap Peran Penting UMKM dalam Perekonomian ASEAN

Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menilai usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) memiliki peran penting dalam menumbuhkan perekonomian ASEAN. Menkeu menyatakan, UMKM di kawasan ASEAN menyerap 35-97% tenaga kerja dan berkontribusi sebesar 35-69% GDP pada masing-masing negara.
Hal itu disampaikan Menkeu dalam High-Level Dialogue yang membahas mengenai inklusi dan literasi keuangan digital bagi UMKM di kawasan ASEAN, Rabu (29/03). Event ini merupakan gelaran pembuka dari rangkaian agenda ASEAN Chairmanship yang dihelat di Bali selama beberapa hari kedepan.
Pada kesempatan tersebut, Menkeu menyebut UMKM harus dapat beradaptasi dan mengintegrasikan dirinya ke dalam ekonomi digital. “Ekonomi digital bahkan menjadi game changer bagi perekonomian sejumlah negara”, ujar Menkeu.
Meski demikian, sejumlah negara ASEAN tercatat masih memiliki indeks inklusi finansial yang masih rendah. Oleh karenanya, Menkeu menekankan pentingnya mengambil langkah strategis dengan menggencarkan inklusi serta literasi finansial sekaligus mengakselerasi keuangan digital bagi UMKM.
Menkeu menjelaskan bahwa inklusi dan literasi finansial bagi UMKM bermanfaat dalam pengembangan kapasitas bisnis dan perluasan akses pasar. Menkeu menuturkan, salah satu bentuk digitalisasi yang sangat berpengaruh bagi UMKM adalah sistem pembayaran secara elektronik.
Meski demikian, Menkeu juga menekankan bahwa digitalisasi tidak bisa lepas dari risiko yang menyertai. Sehingga, diperlukan kerangka bauran kebijakan agar ekosistem digital dapat berjalan secara optimal, menguntungkan, mudah diakses, murah, dan aman.
Di akhir paparan, Menkeu optimis bahwa melalui kerja sama dan kerangka kebijakan yang kuat serta koordinasi yang baik, UMKM di ASEAN dapat tumbuh secara optimal dan menjadikan ASEAN sebagai episentrum pertumbuhan ekonomi dunia.