Connect with us
DPR RI

Ledia Hanifa Dorong Isu Kesehatan Jiwa dalam Pembahasan RUU Kesehatan

Ledia Hanifa Dorong Isu Kesehatan Jiwa dalam Pembahasan RUU Kesehatan
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Ledia Hanifa Amaliah. Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Ledia Hanifa Amaliah mendorong isu kesehatan jiwa dalam RUU Kesehatan yang sedang dibahas Komisi IX DPR RI bersama Pemerintah. Ledia mengatakan, ada beberapa titik krusial terkait isu kesehatan jiwa yang harus dikritisi. Mengingat, berbagai riset menunjukkan besarnya jumlah orang-orang dengan masalah kesehatan jiwa di Indonesia.

“Ini artinya kita mendukung upaya menghadirkan masyarakat yang sehat jiwa raga, fisik mental, dan tak ada yang terabaikan termasuk mereka yang mengalami masalah kesehatan jiwa atau gangguan jiwa yang berdasarkan berbagai data menunjukkan peningkatan prevalensi di Indonesia dari tahun ke tahun,” ujar Ledia dalam keterangan tertulis kepada Parlementaria, Sabtu (29/04/2023).

Ledia mengatakan, peningkatan prevalensi orang yang memiliki masalah kesehatan jiwa ini meliputi berbagai jenis masalah dari ringan sampai berat termasuk di dalamnya mereka yang mengalami stres, depresi, demensia, gangguan makan, tidur, bipolar, skizofrenia dll. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional, dan lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi.

Riset dari Institute for Health Metrics and Evaluation University of Washington terkait Global Burden of Disease (GBD) 2019 menunjukkan bahwa di Indonesia terjadi tren peningkatan jumlah pengidap gangguan kesehatan mental dalam 30 tahun terakhir. Sementara pada 2021 sumber Kementerian Kesehatan RI menyebutkan Indonesia memiliki prevalensi orang dengan masalah kesehatan jiwa sekitar 1 dari 5 penduduk yang artinya ada sekitar 20 persen dari populasi Indonesia yang berpotensi memiliki masalah kesehatan jiwa.

“Dengan jumlah yang sangat besar dan angka yang terus meningkat dari tahun ke tahun tentu kita tidak bisa abai pada upaya pencegahan dan penanganan masalah kesehatan jiwa ini. Agar jumlah kasus masalah kesehatan jiwa ini tidak bertambah, yang ringan tidak memburuk dan yang berat bisa ditangani maka kita harus berupaya mengakomodir berbagai upaya pencegahan dan penanganannya di dalam RUU Kesehatan yang saat ini sedang dibahas oleh DPR bersama pemerintah,” papar Politisi Fraksi PKS ini.

Karena itu menurut aleg yang juga Ketua Panja RUU tentang Penyandang Disabilitas pada 2014-2016 lalu, terdapat beberapa hal dalam RUU Kesehatan Omnibuslaw ini harus dikritisi, di antaranya, Pertama, tanggungjawab pemerintah dalam hal penyelenggaraan fasilitas kesehatan jiwa harus jelas tertuang di dalam RUU ini, termasuk tanggungjawab dan jaminan untuk memastikan ketersediaan SDM dan fasilitas yankes (rumah sakit) untuk menyelenggarakan kesehatan jiwa.

“Sampai saat ini usulan pemerintah justru membagi tanggungjawab itu pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, keluarga, juga masyarakat dalam hal penyelenggaraan Upaya Kesehatan Jiwa yang sesuai standar, aman, bermutu, dan terjangkau. “Padahal tanggung jawab utama harus dipikul oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan ini harus secara tegas dibunyikan dalam undang-undang. Keluarga, masyarakat atau stakeholder lain posisinya adalah ikut bertanggungjawab,” jelas Anggota Komisi X DPR RI ini.

Kedua, upaya promotif preventif terkait masalah kejiwaan harus dikedepankan mengingat prevalensi orang dengan masalah kesehatan jiwa terus meningkat karena berbagai sebab.

“Upaya kuratif dan rehabilitatif memang penting untuk menangani masalah orang yang memiliki gangguan kesehatan jiwa. Namun upaya promotif preventif harus dikuatkan untuk menekan angka prevalensi dan mendukung pencapaian kehidupan masyarakat yang sehat secara fisik, mental, sosial dan spiritual,” sambung wakil rakyat dari Dapil Jawa Barat I ini.

Ledia juga mengingatkan upaya preventif mendukung kesehatan jiwa ini selain perlu diselaraskan dengan UU No 23 Tahun 2022 tentang Pendidikan dan Layanan Psikologi juga seharusnya bisa dilakukan di fasilitas kesehatan primer.

“Persoalan kita saat ini, pelayanan kesehatan jiwa terutama dalam hal upaya promotif preventif masih sangat tertinggal, baik dari turunan programnya maupun fasilitas layanannya. Karenanya menjadi penting memuat dalam RUU ini kewajiban negara untuk menjamin ketersediaan SDM dan fasilitas pelayanan kesehatan jiwa di fasilitas-fasilitas primer di seluruh pelosok tanah air,” tambahnya.

Ketiga, segala pembiayaan layanan kesehatan jiwa harus tercakup dalam layanan kesehatan tanggungan BPJS.

“Karena penanganan kesehatan jiwa itu sama pentingnya dengan penanganan kesehatan fisik maka cakupan layanan masalah kesehatan jiwa, termasuk biaya obat-obatan yang dibutuhkan untuk pengobatan gangguan jiwa harus termasuk dalam layanan yang di-cover BPJS untuk mendukung tercapainya cita-cita kita mewujudkan SDM Indonesia yang unggul dan sehat secara fisik, mental, sosial, spiritual,” pesannya.

Keempat, Ledia mendorong agar penanganan pada orang dengan masalah kesehatan jiwa maupun orang dengan masalah gangguan jiwa harus diutamakan berbasis keluarga, berbasis masyarakat, dan berbasis pemenuhan hak. Sebab orang-orang dengan masalah kejiwaan maupun gangguan kejiwaan sesungguhnya tetap memiliki hak untuk menikmati hasil pembangunan dan berpartisipasi dalam pembangunan sebagaimana tertuang dalam Undang-undang No 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas.

“Salah satu ragam disabilitas adalah penyandang disabilitas mental. Maka penanganan bagi mereka tetap harus didasarkan pada asas pemenuhan hak (right based) bukan asas belas kasihan (charity based). Untuk itu diperlukan satu strategi sosialisasi yang masif pula tentang kesehatan jiwa ini ke tengah masyarakat agar persoalan kesehatan jiwa ini tidak lagi dipandang aneh, menakutkan hingga memunculkan diskriminasi,” pungkasnya.

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Wacana Kenaikan Tarif KRL Ancam Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Berpenghasilan Rendah

Oleh

Fakta News
Wacana Kenaikan Tarif KRL Ancam Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Anggota Komisi V DPR RI Toriq Hidayat. Foto: DPR RI

Jakarta – Wacana kenaikan tarif Commuter Line oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) akan menempatkan masyarakat Jabodetabek pada tantangan baru yang mengancam kesejahteraan ekonomi mereka. Hal tersebut pun lantas menuai sorotan dari Anggota Komisi V DPR RI Toriq Hidayat.

“Kenaikan tarif KRL Jabodetabek akan memberikan dampak yang signifikan. Terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah (MBR). Kenaikan tarif bisa memperberat beban ekonomi mereka. Dan Ini juga dapat mengakibatkan kesenjangan sosial dan ekonomi yang lebih besar,” ujar Toriq dalam siaran pers yang diterima Parlementaria, Senin (29/4/2024).

Politisi Fraksi PKS tersebut menegaskan bahwa kenaikan tarif tidak sejalan dengan kondisi ekonomi masyarakat, terutama masa pasca pandemi dan ketidakpastian ekonomi yang menyertainya. Dalam beberapa bulan terakhir, harga-harga bahan pokok terus melonjak secara dramatis.

“Kami tahu betul paska pandemi masyarakat terpaksa mengalokasikan sebagian besar pendapatan mereka hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar. Kenaikan tarif hanya akan menambah beban ekonomi mereka. Terutama mereka yang bergantung pada angkutan publik ini setiap hari,” tandasnya.

Terkait hal itu, Toriq menegaskan akan berupaya keras menyerukan kepada Kementerian Perhubungan selaku regulator agar mendengarkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Serta, kemudian meninjau kembali rencana kenaikan tarif ini dan mencari solusi yang lebih adil dan berkelanjutan.

“Kami akan terus memantau perkembangan situasi ini. Dan memastikan bahwa keputusan terkait tarif transportasi publik nantinya harus ada partisipasi aktif dari publik dan memperhitungkan kepentingan dan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh” tutup Toriq.

Sebagaimana diketahui, PT KAI Commuter (KCI) telah mengusulkan kenaikan tarif KRL Jabodetabek yang belum berubah sejak 2016. Saat ini usulan tersebut masih dibahas Pemerintah. Direktur Operasi dan Pemasaran KCI Broer Rizal mengatakan, pihaknya masih menunggu keputusan Pemerintah untuk menaikkan tarif KRL Jabodetabek.

Pasalnya, ketentuan tarif KRL Jabodetabek merupakan kewenangan Kemenhub selaku regulator. “Itu kebijakan dari Pemerintah ya. Kalau kami hanya eksekutor untuk melaksanakan apa yang menjadi keputusan Pemerintah. Usulan dan pembahasannya sudah dilakukan di Kemenhub,” ujarnya saat konferensi pers Angkutan Lebaran 2024 di Jakarta, Selasa lalu (24/4).

Baca Selengkapnya

BERITA

Sukamta: Kota Yogya Perlu Siapkan Peta Jalan Penanganan Sampah Jangka Panjang

Oleh

Fakta News
Sukamta: Kota Yogya Perlu Siapkan Peta Jalan Penanganan Sampah Jangka Panjang
Anggota DPR RI Sukamta. Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota DPR RI dari Dapil Provinsi DIY Sukamta menilai Kota Yogyakarta perlu menyiapkan peta jalan (roadmap) untuk penanganan sampah jangka panjang yang menyangkut peningkatkan kasadaran masyarakat. Edukasi secara terus menerus harus dilakukan baik di sekolah, rumah tangga, dan masyarakat.

Tak hanya itu peraturan yang kuat untuk pengurangan sampah juga sangat dibutuhkan. Sukamta mencontohkan perlunya kebijakan kantong plastik berbayar atau larangan penggunaaan kantong belanja plastik sekali pakai. Adapun jangka pendeknya saat ini bisa dengan optimalisasi penampungan di TPST Piyungan.

“Kalau saya dengar, TPST ini kalau ada alat dan SDM yang memamadai masih bisa dimanfaatkan secara optimal untuk sementara waktu hingga 200-300 ton per hari. Pemkot bisa komunikasikan hal ini dengan Pemda DIY. Rencana optimalisasi 3 TPS 3R di Nitikan, Karangmiri dan Kranon bisa segera direalisasi, meski daya tampung 3 TPS ini masih terbatas,” kata Sukamta sebagaimana keterangan kepada media, di Jakarta, Kamis (25/4/2024).

Di sisi lain, Politisi Fraksi PKS ini, menilai di level provinsi, di area perkotaan saat ini masih sering ditemukan sampah di jalan maupun tempat penampungan yang penuh. Menurutnya, Pemerintah perlu memberikan honor kepada para petugas pengambil sampah sebagai salah satu upaya mencegah buang sampah sembarangan.

“Menurut kami perlu ada stimulan atau honor untuk para petugas pengambil sampah rumah tangga, di level RT, RW dan kampung. Ini supaya masyarakat tidak buang sembarangan,” kata Anggota Komisi I DPR RI tersebut.

Sukamta meyakini dengan adanya dana stimulan atau honor tersebut maka para petugas pengambil sampah akan menjalankan tugasnya dengan baik khususnya pengambilan sampah dengan sistem terpilah. “Selama ini warga sudah diminta memilah, akan tetapi (saat) di  (tempat) pembuangan dicampur lagi. Ini perlu jadi perhatian, sehingga perlu ada petugas khusus memilah,” ujarnya.

Sukamta menegaskan dirinya banyak mendapatkan aspirasi dari masyarakat terkait penanganan sampah di Jogja. Hal ini kembali mencuat setelah rencana penutupan TPST secara permanen, sehingga banyak ditemukan sampah di pinggir jalan, salah satunya di perbatasan antara Kota Jogja dengan Bantul atau sebelah utara Gembira Loka.

Baca Selengkapnya

BERITA

Pemerintah Perlu Lakukan Dialog Multilateral Redam Konflik di Timur Tengah

Oleh

Fakta News
Pemerintah Perlu Lakukan Dialog Multilateral Redam Konflik di Timur Tengah
Anggota Komisi I DPR RI Helmy Faishal Zaini. Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota Komisi I DPR RI Helmy Faishal Zaini meminta pemerintah melakukan upaya untuk meredam konflik yang ada di Timur Tengah, salah satu caranya melalui jalur diplomasi.

“Pemerintah perlu mengambil pendekatan diplomasi yang kuat dengan mempromosikan perdamaian dan menekankan pentingnya dialog multilateral,” kata Anggota Komisi I DPR RI Helmy Faishal Zaini dalam keterangan kepada media, di Jakarta, Sabtu (27/4/2024).

Menurut Helmy, konflik tersebut harus diredam lantaran dampaknya sangat berpengaruh ke Indonesia, salah satunya dari segi perekonomian. “Stabilitas perekonomian Indonesia bisa terganggu lantaran terjadi fluktuasi harga minyak dan gangguan dari segi perdagangan,” ujar Politisi Fraksi PKB ini.

Jika kondisi ini dibiarkan, dia meyakini masyarakat akan merasakan dampak langsung lantaran tercekik harga kebutuhan pokok yang melambung. “Dengan memperkuat kerja sama internasional, meningkatkan keamanan domestik, dan memperkuat resiliensi ekonomi, Indonesia dapat mengurangi dampak negatif dari konflik di Timur Tengah,” kata Helmy.

Senada, Anggota Komisi I DPR RI Muhamad Farhan menjelaskan dampak dari konflik di Timur Tengah yang harus diwaspadai Indonesia.

Beberapa di antaranya terhambatnya impor minyak mentah dan bahan pangan dasar seperti beras, kedelai, dan gandum, jika perairan Teluk Persia, Hormuz dan Suez terganggu akibat dampak konflik itu. “Sebab akan mempengaruhi arus masuk kebutuhan pokok, akibatnya harga akan naik dan inflasi tinggi,” kata Farhan.

Maka dari itu, kata dia, Indonesia juga perlu melakukan antisipasi dengan mengeluarkan kebijakan ekonomi guna menghindari harga pangan yang tinggi.

Di tengah agresi Israel ke Jalur Gaza yang terus berlangsung sejak 7 Oktober 2023, kata Farhan, kawasan Timur Tengah semakin memanas akibat eskalasi perseteruan antara Iran dan Israel.

Permusuhan terbaru antara kedua musuh bebuyutan tersebut dipicu serangan Israel terhadap Konsulat Iran di Damaskus, Suriah pada 1 April lalu.

Iran menuding Israel bertanggung jawab atas serangan fatal terhadap fasilitas diplomatiknya yang menewaskan sedikitnya tujuh anggota Korps Garda Revolusi Islam Iran, termasuk dua jenderal penting.

Iran kemudian melancarkan serangan balasan dengan menembakkan puluhan rudal balistik dan ratusan pesawat nirawak ke Israel pada 13 April. Israel mengklaim serangan itu berhasil digagalkan dan hanya menyebabkan kerusakan ringan pada sebuah pangkalan militernya.

Baca Selengkapnya