Analisa Sasbuzz Terkait Prediksi Hasil Pilpres 2019 Berdasarkan Data Media Sosial
Fenomena quick count dari Pilpres kemarin sepertinya menjadi pembahasan yang menarik, dan saya ingin secara pribadi menyoroti hal ini, dan insya Allah tetap objektif dan bukan bertujuan untuk mengangkat isu politik tertentu.
Ketika kita bicara mengenai hasil quick count, tentu saja kita bicara mengenai metode apa yang digunakan dalam menentukan hasil tersebut. Mulai dari:
- Metode apa yang dilakukan untuk mengumpulkan sample? Berapa banyak sample yang diambil, bagaimana sample tersebut dipilih? Sederhananya semakin lengkap dan semakin random sample yang diambil, maka semakin tinggi akurasi dan tingkat penggambaran populasi total yang diperoleh.
- Poin penentu lain adalah bagaimana sample tersebut pada akhirnya diolah? Karena sample yang dipilih pada dasarnya merupakan data mentah dan perlu diolah denga menggunakan metodologi tersendiri. Seringkali dalam pengolahan data kita butuh untuk melakukan “cut” terhadap beberapa data tertentu yang dianggap outliner, anomali atau menyalahi populasi secara umum. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya faktor kesalahan dalam menentukan populasi sample.
Kembali ke analisis yang Sasbuzz buat kemarin, dalam analisis kemarin kami menyatakan hasil bahwa salah satu pasangan calon presiden dalam pemilu 2019 terpilih dengan angka 53.8-54.9% (tergantung dari sample data yang dipilih apakah hanya data hari H saja ataukah data akumulasi dari 30 hari sebelumnya).
Dan menariknya adalah Sasbuzz melakukan analisis data ini dengan metode yang sangat berbeda dengan metode survey konvensional. Dan sepertinya saya perlu menjelaskan bagaimana data ini bisa kami peroleh sebagai berikut:
- Analisis yang dilakukan oleh Sasbuzz bukanlah analisis dengan menggunakan survey kuesioner lapangan (seperti yang lazim dilakukan dalam metode survey konvensional).
- Analisis yang dilakukan oleh Sasbuzz 100% murni merupakan analisis dari obrolan media sosial.
- Kami tidak melakukan tanya jawab dengan pengguna media sosial (membuat polling online atau menyebarkan kuesioner online dsb), tetapi kami secara pasif memantau obrolan publik di media sosial Indonesia terkait tendensi mereka terhadap suatu pasangan calon.
- Sepertinya saya harus sangat menekankan poin “kepasifan” kami di sini. Karena kami sepenuhnya berfokus dalam memantau pengguna media sosial yang sepenuhnya ikhlas menginformasikan tendensi politik mereka di Pilpres 2019 ini.
- Untuk melakukan hal ini, kami sudah melakukan pengolahan data Pilpres 2019 semenjak 6 bulan yang lalu. Totalnya setidaknya ada lebih dari 2 juta akun unique dari pengguna media sosial yang kami libatkan dalam analisis ini (2 juta akun yang membicarakan Pilpres 2019).
- 2 juta akun unique ini adalah murni akun real, dan sudah kami lakukan eliminasi terhadap akun bot atau akun fake (yang jumlahnya luar biasa banyak).
- Mungkin perlu saya pertegas, bahwa analisis kami adalah analisis menghitung akun unique real yang lebih merepresentasikan 1 suara untuk 1 orang, bukan menghitung obrolan total dari suatu pasangan calon (yang sering kali melibatkan obrolan dari bot).
- Data ini selanjutnya kami olah secara anonim (kami tidak melakukan pengecekan siapa akun yang memberikan tendensi dukungan terhadap pasangan calon A). Semua akun diperlakukan secara setara dan anonim.
- Data ini kami kumpulkan dan olah secara otomatis menggunakan algoritma tersendiri. Jadi tidak ada intervensi manusia dalam proses ini (kecuali dalam proses pembuatan algoritma yang kami lakukan sudah semenjak 2014). Sehingga insya Allah algoritma yang kami buat tidak dirancang secara khusus untuk kepentingan Pilpres 2019 saja (yang kami harap sudah mencegah terjadinya kebiasan). Perananan mesin perlu kami tekankan disini, karena pengolahan dengan 100% mesin diharapkan bisa mencegah terjadinya bias subjektif yang lazim terjadi.
- Kami mengumpulkan seluruh obrolan media sosial yang sesuai terhadap 9 poin pembahasan tadi. Artinya disini kami tidak melakukan sampling terhadap obrolan media sosial. Karena jika kita berbicara mengenai sampling dari media sosial, kembali lagi ke pertanyaan di poin sebelumnya: seberapa akurat sampling yang dilakukan. Yang Sasbuzz lakukan disini adalah kami mengambil 100% obrolan media sosial dari 9 kategori poin di atas.
- Maka pertanyaan utama saat ini adalah: seberapa akurat hasil yang kami peroleh? Tentu saja hasil ini bukan hasil yang real (berdasarkan hasil count resmi KPU). Tentu saja hasil ini akan memiliki galat dengan realita di lapangan.
- Galat atau perbedaan dengan hasil real di lapangan tentu saja akan terjadi karena tidak 100% penduduk Indonesia terwakilkan oleh populasi media sosial. Dan hal ini tidak ada hubungannya dengan fakta bahwa tidak 100% penduduk Indonesia menggunakan media sosial.
- Poin nomor 12 ini perlu saya tekankan, karena prinsip dari akurasi analisis Sasbuzz bukanlah seberapa banyak pengguna media sosial di Indonesia (10% atau 100% tidak menjadi fokusnya). Tetapi seberapa terwakilkannya populasi penduduk Indonesia di media sosial.
- Poin nomor 13 terus terang tidak bisa kami jawab secara langsung, karena yang mengetahui data ini secara akurat tentu saja pihak pengelola media sosial itu sendiri.
- Lalu kenapa kami yakin dengan hasil analisis yang diperoleh dari media sosial? Karena memang ini bukanlah pertama kalinya kami melakukan penelitian dan publikasi data murni hanya merujuk kepada data di media sosial. Terkait dengan politik saja, setidaknya sudah ada 3 pemilu yang kami analisis menggunakan data media sosial murni. Dan Alhamdulillah hasilnya selalu mendekati hasil real lapangan.
- Maka jika boleh saya simpulkan, analisis media sosial saat ini sudah mencapai titik yang bisa kita percaya sebagai salah satu metode pelengkap dalam metode survey konvensional. Metode pelengkap, bukan 100% pengganti. Karena memang ada galat yang kami rasa masih bisa diterima sebagai konsekuensi dari representasi perwakilan populasi penduduk Indonesia yang tidak 100% tergambarkan di media sosial.
Namun, kelebihannya adalah analisis yang Sasbuzz lakukan ini bisa dilakukan oleh siapapun (tentu saja dengan menggunakan teknologi yang tepat) dengan biaya yang relatif jauh lebih murah dan dapat dilakukan secara continue dan real time.
Semoga post ini bisa sedikit mewarnai pengalaman kita dalam memaknai keindahan dan segala upaya untuk memahami keberagaman yang ada.
Founder Sasbuzz – Location Analytic and Predictive Cloud Platform
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.