Connect with us

Indonesia Perlu Miliki SOP Pariwisata Bila Terjadi Force Majeure

Jakarta – Gunung agung berada dalam kritis. Keadaan ini mengingatkan publik atas letusan pada tahun 1963 yang berlangsung sekitar satu tahun. Hal ini tentu berdampak pada pariwisata di Bali, pulau dengan tingkat kunjungan wisatawan paling tinggu di Indonesia.

Taufan Rahmadi, Anggota Tim Percepatan Pembangunan 10 Destinasi Pariwisata Prioritas mengatakan, Indonesia harusnya memiliki standar operasi prosedur (SOP) pariwisata ketika terjadi ‘force majeure’. Seperti dalam hal transportasi, sektor yang erat dengan pariwisata. Indonesia tidak bisa lagi tergantung 100 persen kepada transportasi udara untuk membawa wisatawan menuju destinasi-destinasi wisata di indonesia.

“Mengapa demikian? Belajar dari penutupan airport yang terjadi berkali-kali di beberapa bandara karena ‘force majeure’ perlu untuk segera dilakukan sebuah strategi baru. Terutama dalam “mengkondisikan psikologis” wisatawan,” kata Taufan.

Harus ada upaya menggiring opini bahwa bukan hanya pesawat udara yang mampu membawa publik ke sebuah tujuan wisata yang sudah direncanakan. Tapi ada alternatif, moda transportasi lain yang tidak kalah fun dan safe yang bisa dipilih. Dengan kata lain, ditutupnya bandara bukanlah mimpi buruk dan menunda berwisata.

“Ditutupnya Ngurah Rai Airport dan Bandara Internasional Lombok dalam kasus letusan Gunung Barujari di NTB, beberapa waktu lalu, adalah sebuah contoh nyata. Dalam kasus itu, secara jelas terlihat bagaimana pergerakan para wisatawan dapat untuk diprediksi. Ada yang mengambil jalan darat dan laut artinya terus melanjutkan perjalanan menuju daerah tujuannya. Meski, ada juga yang memilih membatalkan kunjungannya,” kata dia lagi.

Taufan tergelitik untuk melakukan sebuah riset kecil, bertanya dengan beberapa wisatawan yang kebetulan sama-sama mengalami nasib “terjebak” di airport, apakah hal tersebut menjadi alasan membatalkan kunjungannya. Dari jawaban yang ada, Taufan mengambil kesimpulan bahwa ada dua alasan yang paling utama.

Pertama mereka merasa tidak aman bepergian di saat ada “bencana alam” di sebuah destinasi wisata. Lalu yang kedua, mereka melihat terbatasnya informasi tentang alternatif tranportasi lain yang bisa menjadi pilihan yang nyaman bagi mereka untuk melanjutkan perjalanan.

Padahal, untuk kasus pariwisata di Bali, masih ada moda transportasi lain yang memiliki kelebihan.  Seperti, fastboat yang melayani rute Padang Bai Bali menuju Teluk Nare Lombok. Berdasar informasi yang didapat dari Dinas Perhubungan setempat, bahwa ada sekitar 20 armada fastboat yang beroperasi di dalam melayani rute ini dengan kapasitas rata-rata 75 penumpang, dengan tarif per penumpang antara Rp200-250 ribu.

“Fastboat ini menempuh waktu sekitar 1,5 Jam. Dan rasanya pun cukup nyaman ditambah dengan keindahan pemandangan garis pantai Bali–Lombok dan kalau beruntung bertemu kawanan lumba-lumba yang bisa kita nikmati selama perjalanan,” jelas Taufan.

Dari sisi komersial ataupun nilai ekonomi, dapat dianalisa bahwa fastboat ini memiliki hitung-hitungan kasar, 20 armada dikali 75 penumpang (one way) dikali 6 (frekuensi) dikali Rp250.000. Hasilnya Rp. 2.250.000.000 per hari. Jika jumlah omset ini dibagi rata dengan 20 boat, maka omset rata per boat per hari, akan ketemu jumlah Rp112.500.000, bisnis yang cukup menggiurkan.

“Tidak berhenti di situ. Jika 20 armada fasboat tadi, kita rata-rata kan membawa 75 penumpang saja, maka 20 dikali 75 penumpang dikali 3 sama dengan 4500 penumpang per hari. Jika kita asumsikan 4000-nya adalah wisatawan yang rata-rata lama menginap di Gili ataupun di Lombok adalah 3 hari, dengan rata-rata menghabiskan $200 per hari, maka akan di dapat, 4000 dikali 3 hari dikali $200 sama dengan $2.400.000. Ini baru bicara tiga hari masa kunjungan, belum kita berhitung perputaran wisatawan yang terjadi selama satu bulan, lalu satu tahun, angka yang wow,” sambung Taufan.

“Sengaja saya menulis ini dengan mengemukakan hitung-hitungan komersial diatas, karena bagaimana pun di saat berbicara tentang pariwisata, tidak terlepas dari nilai-nilai ekonomi dan bisnis yang mengikutinya. Jadi, menurut hemat saya, daripada kita harus bermuram durja, sudah saatnya kita berfikir strategi jitu di dalam mengatasinya,” Taufan melanjutkan.

Ia pun meminta pemerintah untuk merangsang swasta untuk melakukan pengembangan bisnis transportasi pariwisata selain transportasi udara yang sesuai standarisasi keamanan dan kenyamanan. Caranya, dengan memberikan kemudahan perizinan, insentif dan lain-lain. Lalu, memperkuat sosialisasi dan informasi tentang moda transportasi alternatif yang tidak kalah fun dan nyaman di dalam berwisata.

“Dari sisi swasta, sudah jelas, bahwa dunia pariwisata yang terus berkembang ini adalah sebuah kesempatan di dalam memperlebar jangkauan bisnis yang dimiliki. Dan sudah terbukti bahwa bisnis pariwisata adalah bisnis yang sudah teruji di dalam bertahan menghadapi krisis,” tandas dia.

Tim Percepatan Pembangunan 10 Destinasi Pariwisata Prioritas merupakan bentukan dari Kementerian Pariwisata guna mewujudkan 10 destinasi wisata baru seperti Bali. 10 destinasi prioritas tersebut sudah ditetapkan Presiden Joko Widodo yang akan menjadi daya pikat baru sektor pariwisata Indonesia.

Tugas tim percepatan 10 destinasi unggulan itu adalah melakukan pendataan, pendalaman, dan merumuskan langkah besar apa saja untuk percepatan pembangunan kawasan tersebut. Dimana mereka telah mendapatkan materi “critical success factor” satu kunci yang jika itu tidak dituntaskan akan menjadi palang pintu pengganjal di titik-titik destinasi itu.

Tim percepatan 10 destinasi unggulan itu diketuai oleh Hiramsyah Sambudhy Thaib, alumni arsitek ITB tahun 1981. Khusus Danau Toba Sumatera Utara dipercayakan pada Rino Wicaksono, Tanjung Kelayang Belitung Fandi Wijaya, Tanjung Lesung Banten Ida Irawati, Kep. Seribu dan Kota Tua Jakarta Budi Faisal, Borobudur Jawa Tengah Larasati, Bromo-Tengger-Semeru Jawa Timur AS Harsawardhana, Mandalika Lombok Selatan NTB, Taufan Rahmadi, Labuan Bajo NTT Shana Fatina, Wakatobi Sultra Ari Prasetyo dan Morotai Maltara Ari Surhendro.

Satu lagi, tokoh yang dimasukkan dalam tim percepatan ini, Riant Nugroho, ahli kebijakan publik. Dia yang akan mensinkronisasi segala peraturan perundangan, agar tidak bertabrakan satu dengan yang lainnya.

Ping

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

DPR RI Minta Jepang Ajarkan ‘Smart Farming’ kepada Petani Muda Indonesia

Oleh

Fakta News
DPR RI Minta Jepang Ajarkan ‘Smart Farming’ kepada Petani Muda Indonesia
Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel, saat menerima delegasi dari partai berkuasa di Jepang, Liberal Democratic Party (LDP), di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara III, DPR RI, Jakarta, Jumat (3/5/2024). Foto: DPR RI

Jakarta – DPR RI, melalui Wakil Ketua DPR RI Bidang Koordinator Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmat Gobel, meminta Jepang untuk menerima petani muda Indonesia untuk belajar bertani dengan metode smart farming di negara tersebut. Hal itu ia sampaikan saat menerima delegasi dari partai berkuasa di Jepang, Liberal Democratic Party (LDP), di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara III, DPR RI, Jakarta, Jumat (3/5/2024).

“Bukan untuk bekerja dan juga bukan untuk sekolah, tapi belajar praktik bertani yang baik dan berkualitas serta smart farming kepada petani muda Indonesia. Cukup satu tahun saja,” kata Gobel.

Gobel mengatakan, dunia sedangkan dihadapkan pada krisis pangan akibat perubahan iklim dan konflik geopolitik dunia. Perubahan iklim berdampak pada hadirnya cuaca panas yang tinggi atau curah hujan yang berlebihan dan tidak pasti. Sedangkan, konflik geopolitik berdampak pada kenaikan harga pupuk yang tinggi.

“Semua itu berakibat Indonesia melakukan impor beras dengan jumlah yang sangat besar. Padahal Indonesia adalah negara agraris, memiliki lahan yang luas, tanah yang subur, dan jumlah petani yang besar. Namun faktanya Indonesia harus impor beras dari berbagai negara seperti Myanmar, Vietnam, Thailand, India, dan Cina,” jelas Politisi Fraksi Partai NasDem itu.

Di sisi lain, kata Gobel, Jepang adalah negara yang memiliki keunggulan teknologi sehingga bisa menghasilkan produktivitas pertanian yang besar dan kemampuan menghadapi perubahan iklim. Selain itu, katanya, produk pertanian Jepang dikenal dengan cita rasa yang lezat dan memiliki harga yang bagus. Ia juga meminta Jepang mengajarkan pembuatan pupuk organik dan smart farming. Teknologi penggilingan beras Jepang, katanya, juga menghasilkan beras yang berkualitas.

Walaupun sudah melakukan impor beras dengan jumlah sangat besar, kata Gobel, secara ironis harga beras di Indonesia tetap tinggi.

“Harga beras premium di Indonesia mendekati harga beras di Jepang. Padahal kualitasnya sangat berbeda. Tentu ini memprihatinkan,” kata pria yang pernah ditunjuk Presiden Jokowi sebagai Utusan Khusus untuk Jepang tersebut.

Selain itu, katanya, karena jumlah petani di Indonesia sangat besar maka membangun pertanian akan secara otomatis akan meningkatkan kesejahteraan penduduk Indonesia.

“Jumlah penduduk Indonesia juga sangat besar. Jadi memecahkan masalah kebutuhan pokok ini akan sangat fundamental bagi kemajuan dan stabilitas Indonesia. Untuk itu, saya berharap Jepang dan Indonesia bisa meningkatkan kerja sama yang lebih erat di bidang pertanian ini,” jelasnya.

Selain itu, Gobel juga menyampaikan tentang pentingnya Jepang membagi teknologinya dalam pengolahan air bersih. Hingga saat ini, katanya, masalah penyediaan air bersih yang sehat masih merupakan tantangan besar bagi Indonesia.

“Air bersih higienis sangat penting dalam mengatasi stunting dan penyakit kulit. Dua hal ini masih merupakan problem mendasar bagi masyarakat lapis bawah Indonesia dan bagi peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Jepang memiliki kemampuan dan teknologi pengolahan air bersih yang sehat,” katanya.

Jika masalah pertanian dan penyediaan air bersih bisa diatasi Indonesia, kata Gobel, maka ekonomi Indonesia akan tumbuh lebih baik lagi. “Ini tentu saja juga akan baik bagi ekonomi kawasan di Asia Tenggara dan akan memiliki dampak yang baik pula bagi ekonomi Jepang. Jadi ini kerja sama yang sifatnya saling menguntungkan,” katanya.

Adapun Delegasi Jepang itu dipimpin oleh Ketua Badan Riset Kebijakan LDP, Tokai Kisaburo. Sedangkan anggota delegasinya antara lain Ketua Harian Badan Riset Kebijakan LDP Shibayama Masahito dan Kepala Sekretariat Badan Riset Kebijakan LDP Nakai Toyoron. Hadir pula Wakil Dirjen untuk urusan Asia Tenggara dan Asia Barat Daya Kementerian Luar Negeri Jepang Hayashi Makoto serta Duta Besar Jepang untuk Indonesia Yasushi Masahi.

Baca Selengkapnya

BERITA

Tindakan Penyimpangan Turis Nakal di Bali Harus Ditangani secara Bijaksana

Oleh

Fakta News
Tindakan Penyimpangan Turis Nakal di Bali Harus Ditangani secara Bijaksana
Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta dalam foto bersama usai mengikuti pertemuan Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI di Denpasar, Bali. Foto: DPR RI

Denpasar – Tim Komisi III DPR RI melakukan Kunjungan Kerja Reses ke Denpasar, Bali. Salah satu yang disoroti Komisi III dalam Kunker Reses ini adalah banyaknya turis yang melakukan tindakan penyimpangan, seperti pelanggaran adat maupun tindakan semena-mena lainnya. Tak ayal,  tindakan tersebut kerap menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat setempat.

Menanggapi hal itu, Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta berharap kepada Kapolda Bali Ida Bagus Kade Putra Narendra agar penanganan yang bijak terhadap pelanggaran, sambil tetap memperhatikan dan menghormati adat serta budaya Bali.

Oleh karena, menurut I Wayan, bahwa Bali memiliki cara tersendiri untuk menangani turis yang berulah. Sehingga, tidak bisa serta merta langsung dilakukan deportasi.

“Karena bagaimana pun orang Bali hidup dari sektor pariwisata. Sehingga sudah tidak asing dengan keberadaan turis. Namun, jangan juga sampai terlalu lemah karena turis yang berulah akan mengotori pariwisata-pariwisata yang ada, sehingga malah Bali bisa jatuh perekonomiannya. Jadi harus dicari solusi yang bijak,” ungkap I Wayan dalam pertemuan di Denpasar, Bali, Jumat (3/5/2024).

Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu pun menyampaikan apresiasinya terhadap Kapolda Bali beserta segenap jajarannya karena telah berhasil menangani banyak kasus dengan pendekatan restorative justice. Selain itu, Polda Bali juga dinilai telah bekerja sama baik dengan lembaga imigrasi yang berada di bawah lingkup Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkumham Provinsi Bali dalam penanganan kasus penyimpangan turis.

“Saya juga tentunya mengapresiasi Kapolda Bali dan segenap jajaran atas kinerjanya. Bagaimana mereka mengawasi, serta menindak pelaporan-pelaporan yang ada rerlebih mengedepankan restorative justice sebagai jalan keluar penanganan kasus,” pungkasnya.

Menanggapi masukan tersebut, Kapolda Bali Ida Bagus Kade Putra Narendra juga sepakat dengan gagasan I Wayan Sudirta bahwa penanganan terhadap turis yang berulah harus dilakukan dengan hati-hati. Khususnya, mempertimbangkan dampaknya terhadap sektor pariwisata dan kelestarian budaya Bali.

“Kami akan bekerja sama, jika diperlukan lintas sektoral untuk menemukan solusi yang menghormati adat, budaya, dan kepentingan ekonomi masyarakat Bali,” ujar Ida Bagus.

Kunjungan kerja reses ini diharapkan dapat menjadi langkah awal menuju penanganan yang lebih baik terhadap turis nakal di Bali. Dengan pendekatan yang bijaksana dan kolaborasi lintas sektoral antara Kapolda Bali, institusi terkait, serta pemerintah daerah, diharapkan akan tercipta lingkungan pariwisata yang lebih aman, nyaman, dan berkelanjutan bagi wisatawan dan masyarakat setempat.

Baca Selengkapnya

BERITA

Peredaran Narkoba Beralih ke Ranah Daring, Johan Budi Minta Perkuat BNNP

Oleh

Fakta News
Peredaran Narkoba Beralih ke Ranah Daring, Johan Budi Minta Perkuat BNNP
Anggota Komisi III DPR Johan Budi saat bertukar cenderamata usai Rapat Kerja Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI dengan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) di Denpasar, Bali, Kamis (02/05/2024). Foto: DPR RI

Denpasar Komisi III DPR RI mengungkapkan kekhawatirannya terhadap meningkatnya modus operandi peredaran narkoba yang beralih ke ranah daring (online) melalui platform media sosial dengan menggunakan modus kamuflase. Pernyataan ini disampaikan Anggota Komisi III DPR Johan Budi dalam Rapat Kerja Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI dengan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) di Denpasar, Bali, Kamis (02/05/2024).

“Menarik sekali yang disampaikan BNN Provinsi Bali. Mereka menjelaskan adanya jual beli narkoba melalui online. Nah ini cukup mengagetkan buat saya, kok bisa narkoba ini diperjual belikan melalui online, hal ini terungkap ketika BNNP Bali menangkap tersangka di lapangan,” ungkapnya.

Dalam konteks ini, Johan Budi menekankan perlunya penguatan pada Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk menghadapi perubahan modus operandi tersebut. Menurutnya, modus operandi peredaran narkoba akan selalu berubah-ubah. Untuk itu, perlu penguatan-penguatan kepada BNN agar lebih maksimal dalam memberantas peredaran narkoba ini. Selain itu, lanjutnya, kekurangan sumber daya manusia menjadi salah satu faktor, terutama di daerah, ada sebagian yang juga pegawainya atau penyidiknya cuma sedikit.

“Ini problem laten yang perlu segera diperbaiki. Saya sendiri ketika rapat dengan BNN di Komisi III mengusulkan, agar BNN ini diberi penguatan, termasuk penyediaan sumber daya manusia, infrastruktur yang ada di daerah, termasuk soal rehabilitasi,” pungkas Legislator Dapil Jatim VII ini.

Johan menambahkan, pusat rehabilitasi narkoba ini juga menjadi sangat penting dalam kaitannya dengan restorative justice bagi para pengguna narkoba. Pengguna narkoba, tambahnya, di beberapa negara itu dikategorikan sebagai korban, bukan pelaku, bukan tersangka, sehingga pusat rehabilitasi menjadi penting. Jadi yang sebetulnya tersangka itu seharusnya pengedar dan bandar.

“Menurut saya untuk pengguna narkoba dapat diselesaikan melalui restorative justice, dengan mendapatkan kesempatan untuk dilakukan rehabilitasi medis ataupun sosial, tanpa harus menunggu putusan dari pengadilan,” tutup Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.

Johan berharap pertemuan Kunker Reses ini diharapkan dapat menjadi momentum bagi berbagai pihak, termasuk pemerintah dan lembaga terkait. Selain itu juga untuk mengimplementasikan strategi yang lebih efektif dalam mengatasi peredaran narkoba yang semakin canggih dan menyebar melalui platform digital. Langkah-langkah preventif dan represif yang terintegrasi diharapkan dapat mengurangi dampak negatif peredaran narkoba di masyarakat.

Baca Selengkapnya