Connect with us
Pegiat Antinarkoba, Irjen Pol (Purn) Benny Mamoto

“Indonesia Butuh Seribu Rumah Edukasi Narkoba”

Pegiat Antinarkoba, Irjen Pol (Purn) Benny MamotoFoto: Novianto / Fakta.News

Narkotika dan obat-obatan terlarang atau yang biasa disebut Narkoba, hingga saat ini masih menjadi musuh dunia. Tak terkecuali Indonesia. Pemerintah pun terus mengampanyekan gerakan anti benda haram tersebut.

Perang terhadap pengedar dilantangkan. Darurat untuk menolong korban dan melindungi yang belum terjerat didengungkan. Namun narkoba seakan tak mengenal kata usai. Sadar terus berkembang, pemerintah tak lantas pasrah dalam lelah. Segala bentuk upaya terus dicari dan dicari, demi keberlangsungan hidup tiap generasi.

Benny Mamoto, mungkin memang hanya satu dari segelintir orang yang tak lelah.  Pria yang mengaku kerap sakit bila tak melakukan kegiatan ini pun memutuskan untuk tetap bergulat di dunia yang sama kala masih aktif sebagai Deputi Bidang Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN).

Salah satu upayanya adalah dengan mendirikan Wale Anti Narkoba, sebuah rumah edukasi yang berisi segala informasi mengenai narkoba. Menurutnya, dalam menghadapi “pembunuh” ini jangan hanya menyerukan perang terhadap narkoba, tapi juga tanggap darurat narkoba dengan melindungi yang belum terjerumus.

“Perang itu berarti terhadap pengedar. Darurat berarti menolong yang sudah menjadi korban dan melindungi yang belum terjerumus, demikian kata pria murah senyum berpangkat Irjen Pol (Purn) ini.

Lantas, seperti apakah Wale Anti Narkoba itu? Dalam bahasa setempat, Wale sendiri berarti rumah. Saat ini baru ada satu di Indonesia.

Untuk itu, redaksi Fakta.News sengaja mewawancara secara eksklusif pemegang rekor muri terbanyak se-Indonesia itu (34 buah). Meski baru mendarat dari Belitung, tak tertangkap sedikitpun raut lelah di wajahnya. Berikut petikan wawancaranya:

Jadi bagaimana Anda mendapatkan gagasan rumah edukasi ini?

Jadi saat itu saya masih aktif (di BNN). Selesai melakukan operasi penangkapan, saya berpikir, mau sampai kapan terus begini. Mau sampai kapan hanya nangkepin. Lalu saya teringat ketika pernah berkunjung ke Museum Narkoba di Chiang Saen, Provinsi Chiang Rai, Thailand—yang dulunya ladang opium.

Lalu saya juga pernah ke Museum Narkoba di tempat perang candu, di Beijing, Cina. Nah dari situ saya berpikir, ah kenapa konsepnya enggak kita terapkan di Indonesia. Terutama konsep museumnya. Apalagi di Indonesia jejak sejarah, rute, keterangan, dan segala bentuk informasi mengenai narkoba sangat minim. Begini saja deh, materinya saya bikin segala sesuatu dan informasi tentang narkoba.

Pada 2013, tibalah saat ingin merealisasikannya. Saya berpikir lagi, bagaimana supaya biayanya ringan. Lalu saya buat, bangunan semi permanen, ada batu bata, tapi bahan utama lainnya kayu, atap seng. Itu murah. Saat itu masih amatiran, belum melibatkan arsitek ataupun desain interior. Bikin sendiri saja. Jadi hanya sharing dengan tukang saja. Alurnya bagaimana, modelnya bagaimana, semua spontan.

Lalu saya juga melibatkan tim, terdiri dari anggota saya dan beberapa orang yang ikut sama-sama. Lalu akhirnya ikut menyusun materi dan segala macamnya. Memang yang sulit itu menyusun materinya, yakni tentang seluruh informasi mengenai narkoba.

Nah sudah begitu, kita mulai, akhirnya jadi dan diresmikan oleh Ibu MenkoPolhukam, Ibu Djoko Suyanto, bersama sejumlah istri wakil menteri lainnya. Dihadiri Pak Gorrys Mere, Deputi Pencegahan segala macam, setelah itu kunjungan mulai datang. Dulu namanya Wale Anti Narkoba, wale artinya rumah.

hall-if-opium

Museum Hall of Opium di Provinsi Chiang Rai

Respons masyarakat saat itu?

Pengunjung dari hari ke hari makin banyak. Saya tanya komentar yang datang, misalnya ke anak-anak. Bagaimana, Dik? Oh ngeri Om, saya enggak mau narkoba. Lalu ibu-ibu juga bilang, aduh Pak Benny terima kasih ya, anak saya akan saya bawa ke sini. Saya yakin kalau dia lihat, dia enggak akan terpengaruh.

Memang apa yang dilihat?

Di situ ada gambar-gambar dan keterangan kerusakan fisik, segala macam, tersimbolisasi ada peti mati juga, ada tengkorak, kemudian gambar-gambar lainnya. Namun tahun 2015 kebakaran. Saya curiga itu dibakar.

opium-war-museum

Opium war museum

Dibakar? Mengapa ada orang yang mau membakarnya?

Ya. Kenapa saya pikir sengaja dibakar, karena habis itu website kami juga di-hack. Api yang muncul juga bersamaan di beberapa titik. Pagar terlihat roboh seperti akibat dinaiki orang. Rumah itu dianggap akan mengganggu pemasaran narkoba. Ketika anak-anak berhasil diedukasi, narkoba enggak laku.

Tapi setelah kejadian itu saya sampaikan ke teman-teman, kita lawan, jangan menyerah. Saya kasih waktu satu minggu sudah harus terbangun kembali. Letaknya agak bergeser sedikit. Tepatnya di Gedung pertemuan. Saya sekat-sekat, sampai malam. Materi (yang berisi segala informasi tentang narkoba) juga kita print kembali, replika kita beli lagi. Dalam tempo seminggu, atau sekira setelah sepuluh hari, jam 11 malam, kita resmikan kembali.

Persis seperti semula?

Ada beberapa perubahan. Materinya kita sesuaikan dengan selera anak muda. Hingga saat ini sudah kita rombak tiga kali, kita lihat selera anak muda itu bagaimana sih. Baik itu bahasanya, tampilan desain grafisnya, dan lain-lain.

Kami juga bekerja sama dengan Polsek setempat. Untuk bersosialisasi juga. Saya ajak mereka approach kepala dinas pendidikan. Tingkat Kecamatan, tingkat Kabupaten, supaya anak-anak sekolah itu secara bergiliran diajak. Kita tunjukkan bahwa kita tidak kalah.

Mengapa Anda begitu ngotot membangun kembali?

Saat itu, penyalahguna narkoba, katakanlah di Sulawesi Utara saja, menyentuh 42.876 pemakai. Sulut sampai masuk ranking 9 dari 34 provinsi untuk jumlah pemakai Narkoba. Awalnya saya ingin membangun panti rehab. Tapi panti rehab lebih diperuntukkan bagi pengguna yang sudah terlanjur terjerumus. Sedangkan tujuan kita orang yang belum menjadi pemakai. Saya ingin menekan jumlah pemakai Narkoba di Sulut. Jadi siapapun yang datang ke sini, akan dijelaskan bahaya menggunakan Narkoba. Akhirnya, kita akan mengurangi jumlah pemakai melalui edukasi-edukasi seperti ini.

Nah, sekarang sudah ada 143 ribu anak-anak di Minahasa. Sementara rumah edukasi ini baru satu lokasi. Sedangkan untuk mengedukasi 140 juta penduduk yang berada dalam usia produktif dari 10-50 tahun, diperlukan 1000 rumah edukasi. Kabupaten Kota masing-masing satu. Ibu kota provinsi seperti DKI ini bisa 6-8 atau bahkan lebih. Akan lebih baik juga bila setiap perguruan tinggi bisa punya satu, sekolah-sekolah besar punya satu. Masing-masing wali kota buat satu-satu.

Jadi menurut Anda, rumah edukasi ini bisa menekan jumlah penyalahguna?

Saya hitung-hitung, jika se-Indonesia bergerak bersama, maka 140 juta orang itu akan teredukasi bersama. Jika berhasil, dalam tiga tahun, laju penyalahguna enggak akan seperti sekarang. Akan landai. Karena tiap ada orang mau nawarin, orang yang teredukasi akan takut, sudah tau kalau nanti akan begini, begitu. Ia juga tahu barangnya itu kaya begini, cara memasarkannya begini, jebakannya begini, tipu muslihatnya begini. Itu semua ada di rumah edukasi.

Juga merupakan cara yang murah dan efektif….

Ya. Saya ini sering ceramah. Itu kalau ceramah kira-kira 200 orang bahkan lebih. Durasinya dua jam, sebab kalau lebih, konsentrasinya pasti sudah pecah. Ini pun efektif juga.

Sebab model saya ceramah juga berbeda. Bukan lagi menjelaskan data, tapi dalam bentuk cerita. Misalnya siapa penggemar Raffi Ahmad. Kenapa dia pernah ditangkap? Di sini orang lebih tertarik. Lalu saya cerita mengapa seorang artis banyak yang menyalahgunakan. Karena dia kurang tidur, butuh istirahat, harus mengejar target.

Lalu saya cerita lagi. Apa yang dia konsumsi? Namanya metilon. Apa itu Metilon? Di situ orang sudah semakin tertarik mendengarkan. Nah tinggal kita masuk ke informasi mengenai jenis-jenis narkoba baru. Sekarang ini ada 60 jenis baru. Di dunia bahkan ada 600 jenis baru. Itu narkoba sintetis, bisa dibuat sesuai dengan permintaan pemesan. Saya sampaikan juga sekarang sudah banyak (narkoba) yang tidak alami lagi. Sudah susah menanam opium, ganja, karena pakai satelit bisa dibaca.

Nah, model ceramah seperti ini yang banyak disukai orang. Tapi itu hanya bisa mencakup 200 orang. Sudah begitu panitia harus selalu menyiapkan tempat, konsumsi, dan biaya-biaya lain. Sementara dengan rumah edukasi bisa berbeda. Pertama pengunjung pasti mendapat sertifikat. Penjelasan juga bisa komprehensif dan bisa terjadi dialog.

Di Cina dan Thailand namanya Museum Narkoba. Sedangkan yang Anda terapkan di sini adalah rumah edukasi…

(Museum) di sana memang lebih kepada jejak sejarah, museumnya, perang candu, alat-alatnya, peristiwa besarnya. ‘Jadi lebih ke museum’. Sedangkan kita, jejak sejarah itu tinggal di UI Salemba—yang dulu pernah jadi gudang candu. Itu masih ada, tapi sekarang sudah menjadi ruang kuliah. Sementara alat-alatnya yang digunakan zaman dulu sudah jarang, jejaknya susah. Jadi kalau menyebut rumah edukasi ini museum memang kurang tepat.

Kami mendaftar di Kemendikbud memang sebagai museum, tapi yang berkategori khusus. Satu-satunya di Indonesia. Kita lebih kepada konsep edukasi yang berarti menyiapkan selengkap mungkin secara komprehensif apa itu narkoba, jenisnya apa, alami itu apa, sintetis dan semisintetis itu apa, wujudnya bagaimana, alatnya seperti apa, dampak sesudah memakai itu seperti apa, kemudian bagaimana sih cara bandar merekrut konsumen, bagaimana modusnya merekrut kurir, bagaimana jalur peredarannya, kemudian hasil-hasil survei penyalahguna di tingkat sekolah, penyalahguna pengangguran atau pekerja, ada semua datanya di situ, termasuk rankingnya. Ada juga rehabilitasi itu apa sih, prosesnya bagaimana, assesment itu apa, hukumannya apa, semua kami sajikan. Jadi akan lebih pas jika namanya rumah edukasi. Namun bukan berarti kita tidak bisa membuatnya menjadi museum.

Dan Indonesia membutuhkan seribu rumah edukasi?

Kalau bicara soal apa yang dibutuhkan Indonesia, ini harus serius dan seimbang. Menekan pasokan, sekarang ini sedang gencar kita lakukan. Hal ini identik dengan istilah perang terhadap sindikat. Indonesia kan sudah lama menyatakan perang melawan narkoba, kan? Tapi itu konotasinya kepada pemasok sindikat narkoba.

Tapi kalau bicara Indonesia darurat narkoba, itu menolong, menyembuhkan, memulihkan.  Berarti melindungi yang belum terkena atau menolong yang sudah kena. Itu baru konotasi dari darurat. Dua istilah ini berbeda dan harus ditekankan bahwa menyatakan perang konotasinya perang tehadap sindikat, bukan kepada penyalahguna. Darurat berarti ayo kita tolong, yang belum kita lindungi.

Soal Rehabilitasi, menurut Anda kita sudah mencukupi?

Harus diakui, jujur, rehabilitasi hanya mampu menampung 50 ribu korban dalam setahun, sedangkan sekarang jumlah korbannya 6 juta. Berarti butuh berapa tahun? Apalagi setiap hari bertambah. Maka pilihan saya, edukasi. Edukasi ini merupakan tindakan paling murah.

Kita tinggal buat satu, update datanya terus menerus, ajak anak-anak sekolah datang. Perlu diketahui juga, kita ini sekarang sampai kewalahan menangani pengunjung. Artinya ini memang sangat penting.

Kalau rehabilitasi pasti sembuh?

Tidak. 70 persen kemungkinan bisa kembali kalau akar masalahnya tidak diselesaikan. Contoh, dia tinggal di gang ini, si anak ini suka ‘pakai’ di pos ronda. Selesai rehab, balik lagi ke rumah itu. Pada saat dia galau, dia lewat daerah itu, dia cari bandarnya lagi.

Maka dari itu sebagai orangtua jangan otoriter, Jangan katakan tidak, harus, tapi gunakan kata lain. Jangan main pukul. Akar masalah ini yang penting. Jangan juga hanya memberi uang. Aritnya orangtua di sini juga perlu ‘direhab’. Bagaimana dia mengurus anaknya, termasuk bagaimana ia mengajari keagamaannya. Kalau itu jalan, dia bisa menolaknya.

Sulitkah membuat rumah edukasi ini?

Tidak perlu gedung baru, bahkan bisa memanfaatkan bekas gudang. Yang paling penting, kita harus tekankan bahwa ini media paling efektif untuk menyentuh rakyat, khususnya para ibu.

Para Ibu?

Ya, pernah dalam perjalanan Manado ke Jakarta, saat di pesawat, saya bertemu seorang ibu. Dia menghampiri saya, lalu bilang, Pak terima kasih sudah membuat rumah edukasi. Saya pernah bawa anak saya ke sana, lalu dia cerita ke teman-temannya, bahwa narkoba itu begini begitu. Saya senang sekali. Dia sering cerita juga ke teman-temannya, hati-hati lho, modus ini begini, barang itu begitu. Saya senang anak saya bisa menyerap apa yang menjadi pesan dari tempat itu. Mendengar cerita ibu itu saya tersentuh sekali. Sekaligus membuktikan bahwa Ini memang sudah kebutuhan.

Oke, ini untuk yang belum memakai. Bagaimana untuk yang sudah terlanjur terjerumus?

Ini perlu digaribawahi juga. Saya sering menghadapi para orangtua yang anaknya terjerumus. Dari situ kita bisa mapping, kapan dia ‘pakai’, dapatnya dari mana, jenisnya apa, apakah kurang perhatian, mengapa, dan lain-lain. Dari situ akar masalahnya pun ketemu, yakni kurangnya kehangatan dari keluarga.

Kami setuju. Kebanyakan pemuda terjerumus karena kurangnya perhatian keluarga….

Betul. Ketika dia sedang mencari jati diri dalam pergaulan, kemudian ditawari sesuatu. Ini klasik. Tapi ingat juga, sekarang ini modifikasinya sudah dengan kemasan aneh-aneh, sudah lebih rawan lagi. Tidak hanya bentuknya yang baru, tapi kemasannya itu ada yang berupa suplemen juga. Misalnya anak kita mau ujian, lalu ditawari suplemen agar fit, bisa konsentrasi penuh. Ini banyak yang tergiur.

Benteng pertahanan bernama keluarga inilah yang harus terus diperkuat. Dengan apa? Pengetahuan dan komunikasi. Jangan hanya diberi uang tapi lantas tanpa pengawasan. Berilah aktivitas, olahraga, seni, atau apapun yang produktif dan positif.

Ada contoh di Kebayoran. Di sebuah pesta ulang tahun. Saat waiter mau mengantar minuman, pelaku lalu memberi tips besar ke waiter dan meminta minuman itu dimasukkan zat tertentu. Karena uangnya banyak, waiter pun bersedia. Lalu tinggal tunggu reaksi korban setelah meminumnya. Ajak ngobrol, tukar nomor handphone, dan berlanjut. Orangtua harus tau juga modus-modus ini. Kita harus tahu bahwa penjahat narkoba itu tak segan-segan berinvestasi, apalagi bila target diketahui anak orang kaya.

Oya, Anda bilang modus-modus seperti ini ada juga di rumah edukasi…

Tentu saja. Semua dari mulai modus-modus klasik sampai yang terbaru. Termasuk bagaimana intrik-intrik mereka dalam merekrut kurir. Baik yang melalui pertemuan langsung atau bahkan tidak langsung seperti lewat media sosial, semua ada.

Bagaimana rumah edukasi ini agar tidak ketinggalan mengingat jenis baru begitu cepat muncul?

Jadi begini, narkotika sintetis beredar lalu tertangkap, BNN mengajukan ke Kemenkes, keluarlah peraturan Menkes bahwa jenis ini sudah masuk. Ini sudah peraturan Menkes yang kedua, sekarang ini 43 jenis sudah masuk. Untuk mengatasi masalah kecepatan perkembangan itu, kemarin kita sudah mengadakan seminar nasional, sebaiknya kita mengadopsi Jepang. Kita adopsi struktur atau rumus kimianya, jadi kalau ‘nambah kaki’, ‘ngurangi kaki’, itu masih tetap masuk. Perkembangan narkoba itu sangat cepat, jadi kita harus cepat juga, termasuk teknologinya.

Maka dari itu saya selalu dorong ke pemandu (rumah edukasi) agar tiap hari membuka internet, media nasional, internasional. Cari info tentang penangkapan terbaru, termasuk narkotika sintetis yang terbaru. Sehingga ketika dia menjelaskan ke pengunjung bisa cerita, meskipun di papan belum ada. Harus bisa mengikuti perkembangan. Termasuk juga memperbarui hasil survei.

Ada info mengenai sindikat dan jalur narkoba?

Ya, kita tampilkan juga datanya. Soal ini juga berkembang. Dulu kan sempat Iran terus. Habis ditangkepin mulai berubah, Dia ‘ambil’ orang India, lalu orang kita jemput di India. Lalu ditangkep lagi, sekarang mulai lewat jalur laut. Sekarang 80 persen sudah lewat jalur laut. Kontainer kan yang diperiksa baru 15 persennya. Bahkan tangkapan narkoba sekarang itu paling hanya 10 persen saja.

Jadi tepat Presiden Joko Widodo bilang sudah darurat?

Tepat, darurat dalam konteks menolong yang sudah kena, mencegah atau melindungi yang belum. Jadi jangan hanya bicara perang, perang, dan perang, tapi daruratnya tidak didorong.

Sebenanrya arahan soal darurat dan perang memang belum sepenuhnya dijalankan. Saya lihat,  lakukan upaya pencegahan lebih gencar dari pusat ke daerah, terukur, dan berkelanjutan. Rumah edukasi ini merupakan cara terbaik dan termurah dalam hal terukur dan berkelanjutan. Selain informasi dan sertifikat kita juga punya program Pendekar Anti Narkoba.

Pendekar Anti Narkoba?

Ya, ini program agar mereka tak cuma puas dengan mendapatkan sertifikat. Mereka kita latih karate, lengkap dengan ban putih, hitam. Kita ajarkan juga bagaimana melumpuhkan orang. Baik bersenjata tajam maupun tangan kosong. habis itu kita ajarkan hukum, menurut KUHAP, dalam tertangkap tangan, semua orang boleh ‘nangkap’ lagi transaksi. Diamati, foto, barang bukti serahkan polisi. Kita ajarin SOP-nya, barang bukti bagaimana, nangkap jangan sendirian, minimal dua orang. Ini kita bekali.

Ini partisipan masyarakat dalam bidang pemberantasan. Mereka juga bisa ceramah juga, jelasin tentang masalah narkoba. Enggak hanya beladiri, kita ajarkan juga musik dan lainnya, supaya nanti mereka juga kemana pun sosialisasi. Intinya, visi kita tak sekadar melindungi yang belum terjerumus, tapi juga mencetak pemuda masa depan yang benar-benar anti narkoba. Kalau tiap RT/RW punya pendekar antinarkoba, dijamin enggak ada yang berani jualan di situ.

Novianto

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Komisi III Dukung Satgas Pemberantasan Judi Online Libatkan Antar-Kementerian dan Lembaga

Oleh

Fakta News
Komisi III Dukung Satgas Pemberantasan Judi Online Libatkan Antar-Kementerian dan Lembaga
Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari saat mengikuti Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi III DPR RI ke Bandar Lampung, Lampung, Senin (29/4/2024). Foto: DPR RI

Bandar Lampung – Komisi III DPR RI mengapresiasi rencana Presiden Jokowi yang akan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Judi Online yang melibatkan antarkementerian dan lembaga. Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari menilai adanya Satgas tersebut menjadi poin penting bahwa pemerintah serius untuk memberantas aktivitas haram tersebut.

Karena itu, ia mendorong para mitra Komisi III, mulai dari PPATK, Kepolisian, hingga Kejaksaan agar bertindak lebih tegas terhadap hal itu.

“Karena judi online itu dampaknya luar biasa terutama masyarakat-masyarakat kecil. Kalau kita lihat transaksinya yang begitu banyak, triliunan seperti itu,  kami Komisi III mendukung dan mendorong agar dapat dilakukan tindakan tegas terhadap judi-judi online,” ujar Taufik Basari kepada Parlementaria usai Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi III DPR RI ke Bandar Lampung, Lampung, Senin (29/4/2024).

Ia pun berharap dengan adanya kerja bersama lintas K/L tersebut dapat mempercepat penanganan khususnya yang berkaitan dengan transaksi internasional lintas batas negara, baik peladen, bandar, maupun jaringan judi online tersebut.

“Hal ini penting nanti lebih mempercepat untuk kinerja memberantas judi online. Termasuk bagi Kemenkominfo juga sangat penting perannya sekarang,” jelas Politisi Fraksi Partai NasDem itu.

Senada, Anggota Komisi III DPR RI Rano Al Fath mengapresiasi adanya Satgas Judi Online itu. “Saya mengapresiasi sekaligus juga berharap agar strategi yang bisa kita lakukan bisa kita optimalkan untuk memberantas Judi Online ini,” ujarnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Hetifah Sampaikan Pesan dan Harapan bagi Peningkatan Kualitas Pendidikan di Kaltim

Oleh

Fakta News
Hetifah Sampaikan Pesan dan Harapan bagi Peningkatan Kualitas Pendidikan di Kaltim
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian. Foto : DPR RI

Jakarta – Dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional yang kerap diperingati pada 2 Mei, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menyampaikan pesan dan harapan terkait peningkatan kualitas pendidikan di Kalimantan Timur. Hetifah, yang dikenal sebagai salah satu pendorong utama reformasi pendidikan di wilayah tersebut, menggarisbawahi beberapa inisiatif penting yang diharapkan dapat membawa perubahan signifikan dalam sistem pendidikan di Kalimantan Timur (Kaltim).

Dalam pernyataannya, Hetifah Sjaifudian menekankan pentingnya investasi di sektor pendidikan, baik dalam peningkatan infrastruktur dan kualitas pengajaran hingga peningkatan kualitas SDM seperti guru dan tenaga pengajar di berbagai daerah di Kalimantan Timur.

“Peringatan Hari Pendidikan Nasional ini merupakan momen yang tepat untuk merefleksikan apa yang telah kita capai dan apa lagi yang perlu kita lakukan demi masa depan generasi mendatang,” ujar Hetifah melalui rilis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Kamis (2/5/2024).

Politisi Fraksi Partai Golkar tersebut juga mengungkapkan keinginan untuk mengintegrasikan teknologi dalam pembelajaran, termasuk mengoptimalkan bagaimana transformasi platform digital untuk membantu proses pembelajaran. Hal itu sebagai salah satu solusi atas tantangan geografis yang sering kali membatasi akses pendidikan berkualitas di Kalimantan Timur.

“Penggunaan teknologi pendidikan yang inovatif serta memaksimalkan platform digital harus ditingkatkan untuk memastikan bahwa semua anak, di mana pun mereka berada, memiliki akses yang sama terhadap sumber belajar yang berkualitas tinggi,” tuturnya.

Salah satu fokus utama yang diharapkan oleh politisi senayan yang berasal dari dapil Kalimantan Timur tersebut adalah peningkatan kualitas dan kapasitas guru serta pengembangan kurikulum yang adaptif terhadap kebutuhan lokal tanpa mengesampingkan standar nasional.

“Guru-guru kita adalah ujung tombak dalam mewujudkan pendidikan berkualitas dan membentuk anak-anak didik untuk Indonesia Emas kedepan. Kita perlu memastikan bahwa mereka diberi pelatihan yang memadai dan terus-menerus serta menjamin kesejahteraan mereka agar dapat mendidik siswa dengan metode yang paling efektif dan inovatif,” tambah Hetifah.

Mengakhiri pernyataannya, Hetifah Sjaifudian mengajak semua pihak untuk berkolaborasi demi menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan inovatif.

“Pendidikan adalah tanggung jawab kita bersama. Mari kita dukung para guru dan tenaga pendidik kita, memastikan bahwa setiap anak di Kalimantan Timur mendapatkan kesempatan pendidikan yang mereka layak dapatkan,” ungkapnya.

Dengan pesan pada Hari Pendidikan Nasional ini, Hetifah Sjaifudian berharap untuk menginspirasi perubahan dan perkembangan yang akan melahirkan SDM yang tidak hanya cerdas, tapi juga tangguh dan siap menghadapi tantangan masa depan.

Baca Selengkapnya

BERITA

PR Kemendikbud di Hardiknas: Kurikulum Merdeka, UKT, Hingga Kesejahteraan Guru-Dosen

Oleh

Fakta News
PR Kemendikbud di Hardiknas: Kurikulum Merdeka, UKT, Hingga Kesejahteraan Guru-Dosen
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih. Foto : DPR RI

Jakarta – Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih menyoroti maraknya kegelisahan masyarakat terhadap perubahan sistem pendidikan terkini. Baginya, isu ini harus jadi fokus utama pemerintah karena sektor ini krusial bagi masa depan bangsa.

“Momentum peringatan Hari Pendidikan Nasional ke-65 saat ini harusnya menjadi bahan evaluasi Kemendikbud RI khususnya dalam menyikapi kontroversi yang muncul,” tutur Fikri melalui rilis yang disampaikan kepada Parlementaria, di Jakarta, Kamis (2/5/2024).

Salah satu isu yang mencuat adalah soal penerapan kurikulum merdeka sebagai kurikulum resmi nasional, yang tertuang dalam Permendikbudristek nomor 12 tahun 2024. Kurikulum Merdeka diklaim lebih unggul daripada pendahulunya, yakni Kurikulum 2013, dan Kurikulum 2013 yang disempurnakan (2015),  kendati Kurikulum Merdeka merupakan modifikasi dari kurikulum darurat yang diluncurkan selama pandemi Covid-19 pada tahun ajaran 2020/2021.

“Beberapa pakar menilai, Kurikulum Merdeka belum layak dijadikan kurikulum nasional, karena belum dilengkapi dengan naskah akademik yang memuat filosofi Pendidikan dan kerangka konseptual yang menjadi dasar pemikiran kurikulum merdeka,” imbuh Politisi Fraksi PKS ini.

Sehingga, dirinya melanjutkan bahwa kurikulum merdeka belum teruji secara akademis menjadi solusi atas hilangnya pembelajaran (learning loss) selama pandemi Covid-19. “Lalu perlu dievaluasi apakah daerah secara merata mampu dan siap melaksanakan kurikulum baru ini?,” tanyanya.

Kendati demikian, Hasil PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2022 diklaim sebagai kesuksesan Kemendikbudristek menerapkan kurikulum darurat selama pandemi covid-19. Peringkat PISA Indonesia tahun 2022 naik 5 hingga 6 peringkat dibanding hasil PISA 2018 lalu.

“Namun, fakta lain menyebutkan skor PISA Indonesia tahun 2022 di bidang literasi membaca, matematika, dan sains juga menurun dibanding tahun 2018, jadi sudut pandang kesuksesan PISA relatif dilihat dari mana,” sela Fikri.​

Nuansa penerapan kurikulum baru ikut diramaikan narasi di media sosial soal kewajiban seragam baru bagi siswa sekolah dasar hingga menengah. “Padahal, ini akibat kurang sosialisasi. Sebenarnya, aturan seragam masih seperti yang lama sesuai Permendikbudristek 50 tahun 2022,” ungkap Politisi Fraksi PKS itu.

Masih terkait Kurikulum Merdeka, munculnya narasi penghapusan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib di sekolah menimbulkan polemik. Di sisi lain, Kemendikbudristek membantah hal itu, dan menegaskan ekskul Pramuka tetap disediakan sekolah, hanya kepesertaannya menjadi sukarela bagi siswa.

Dirinya tetap menyayangkan hal itu, karena pramuka berkontribusi positif untuk mengembangkan Pendidikan karakter bangsa. “Secara historis, pramuka berperan besar dalam perjalanan bangsa sejak era kemerdekaan,” tegasnya.

Isu kesejahteraan profesi pendidik, seperti guru, dosen, dan tenaga kependidikan tak luput menjadi komplain di masyarakat. “Dua isu, yakni kejelasan status sebagai ASN-PPPK dan juga kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan senantiasa menemani hari-hari kami sebagai legislator,” ungkapnya.

Ironisnya, ia mengaitkan kesejahteraan guru dan dosen dengan kemampuan menyekolahkan anak-anaknya di jenjang perguruan tinggi. “Sebagai pahlawan Pendidikan, mereka dihadapkan pada inflasi Pendidikan tinggi yang sangat besar, biaya UKT berlipat ganda seiring waktu,” urai Mantan Kepala Sekolah di salah satu SMK ini.

Contoh terbaru adalah soal kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Universitas Jenderal Soedirman (UnSoed) yang isunya melonjak hingga 100 persen, imbas penerapan Permendikbudristek Nomor 25 Tahun 2020 Tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kemendikbud. “Pada akhirnya Unsoed meralat keputusannya, setelah didemo masyarakat,” ujar Fikri.

Masih terkait biaya Pendidikan tinggi yang kian tak terjangkau, Fikri menyoroti soal kerjasama penyedia pinjaman online (pinjol) dengan ITB. “Meski terlihat sebagai solusi pintas, namun pembayaran UKT melalui pinjol ini cenderung merugikan karena bunganya terlampau besar,” ujarnya.

Solusi yang paling tepat adalah mengatasi kesenjangan antara kebutuhan operasional perguruan tinggi negeri dengan pendapatan PTN, khususnya di luar APBN. “Sumber-sumber pendanaan PTN ini sebisa mungkin via kerja sama sponsor ketimbang membebani biaya pada mahasiswa, dan itu tanggung jawab pemerintah sebagai pengampu PTN di Indonesia sesuai amanat undang-undang,” jelasnya

Entah berhubungan atau tidak, Fikri menyinggung fenomena pinjol ilegal  yang banyak menjerat para guru. “Menurut data OJK, 43 persen korban pinjol illegal adalah guru, sungguh memprihatinkan.” terangnya.

Oleh karena itu, ia mendesak pemerintah untuk memberi solusi komprehensif untuk meningkatkan kesejahteraan guru, termasuk memberi keleluasaan kepada kalangan guru untuk dapat mengakses pembiayaan jangka pendek yang legal, ringan, dan mudah.

Baca Selengkapnya