“Tahun Ini Adalah Tahun Harus Untung”
Sejak zaman penjajahan dulu, hasil perkebunan Indonesia sudah diminati masyarakat dunia. Bahkan sampai sekarang, sektor perkebunan masih menjadi salah satu penyumbang PDB terbesar.
Namun waktu terus berjalan. Indonesia tak sendirian dalam hal menjadi produsen perkebunan dunia. Persaingan pun tak terelakkan. Di saat yang bersamaan, berbagai masalah di dalam negeri juga turut menjadi rintangan.
Perkebunan Indonesia rata-rata dikelola perkebunan rakyat yang mutunya belum maksimal dan produktivitasnya masih relatif rendah. Hal ini membuat beberapa komoditi nasional sulit dikembangkan di pasar dunia yang semakin bebas. Selain kelapa sawit, kopi, dan kakao yang volume produksi dan volume ekspornya masih baik, daya saing komoditi lain memerlukan perhatian ekstra.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lantas menunjuk PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III memimpin 13 PTPN lainnya untuk sama-sama menangani masalah perkebunan. Harapan menjadikan perusahaan agribisnis kelas dunia pun kembali digaungkan.
Hanya saja, meski menyandang gelar negara agraris, semua itu tak semudah membalikkan telapak tangan. Segudang pekerjaan rumah pun sudah menumpuk.
Untuk itu, redaksi Fakta.News sengaja mewawancara Direktur Utama Holding Perkebunan PTPN III yang baru, Dasuki Amsir. Ayah dua anak yang sudah kenyang pengalaman di perkebunan ini pun mau berbagi cerita mengenai langkah-langkah strategis ke depannya.
Ditemui di ruang kerjanya dua pekan lalu, berikut petikan wawancaranya:
Hingga April kemarin, Holding Perkebunan Nusantara mencatat laba bersih konsolidasi sebesar Rp488 miliar. Dan tahun ini Anda menargetkan keuntungan hingga Rp605 miliar?
Dua tahun belakangan kan sempat merugi. Namun tahun ini sudah berangsur positif. Angka (laba) tadi juga tumbuh 181% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (yang mengalami) kerugian senilai Rp604 miliar. Kami upayakan bagaimana agar tahun ini bisa laba. Prediksi saya, hasil positif bisa kita dapatkan. Juli kemarin juga sudah kelihatan positif. Sekarang produktivitas kita jaga—dan kalau ini bertahan, Desember kita bisa tetap positif.
Itu kalau laba Holding (Perkebunan) ya. Untuk PTPN III dan PTN IV bahkan lebih besar lagi. Mereka ini sudah membukukan keuntungan hingga Rp1 triliun. Hanya saja ya memang ada PTPN yang merugi. Jadi memang harus menopang karena ini Holding. Tapi masih ada waktu lima bulan untuk mengejar sesuai RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan).
Jadi pencapaian laba bersih konsolidasi sebesar Rp488 miliar ini bukan cuma berkah dari kenaikan harga komoditas, tapi juga dari hasil evaluasi perbaikan kinerja yang terjadi karena adanya perubahan budaya kerja dan efisiensi dalam operasional, baik di on farm ataupun off farm. Tahun ini adalah tahun harus untung.
Apa saja indikator yang membuat lima bulan ini bisa terealisasi?
Kita ada kenaikan penjualan yang didapat karena peningkatan produktivitas CPO (Crude Palm Oil) kebun sebesar 19 persen. Lalu karet kering “membel-membel” sebesar 5 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Dari sisi perbaikan operasional, manajemen juga mampu membukukan net operating cash flow senilai Rp1,5 triliun. Ini melesat 373 persen dibanding dengan periode yang sama tahun lalu, yakni Rp327 miliar.
Lalu margin pendapatan sebelum pajak, bunga, depresiasi, dan amortisasi, yakni EBITDA perusahaan yang jadi faktor fundamental kinerja keuangan juga membaik. Hal ini tercermin dari EBITDA perseroan yang meningkat juga, 182 persen menjadi Rp2,5 triliun. Holding juga tidak lagi terbebani biaya impairment.
Apa langkah strategis Anda untuk mendapatkannya?
Kalau untuk mengejar RKAP sampai dengan akhir tahun, kita jaga konsistensi terhadap target produksi. Lalu basicly menjaga juga harga pokok. Ini kita kontrol terus. Kita tingkatkan penjualan. Lalu kita manfaatkan dan optimalkan juga aset yang memang belum optimal. Nah, ini yang enggak bisa kita bereskan begitu saja. Harus kita data dulu, apakah beberapa (lahan) masih bisa ditanami. Jika tidak, berarti kan harus kita optimalkan di luar perkebunan. Untuk itu kita harus menggandeng investor. Kita juga tingkatkan hilirisasi.
Hilirisasi yang ingin diterapkan seperti apa?
Sebut saja misalnya seperti kopi, itu kita kembangkan. Yang sudah baik, kita tingkatkan. Pembangunan pabrik, seperti minyak goreng dan lain-lain. Hilirisasi ini berbeda dengan bisnis perkebunan. Ini juga memerlukan strategi marketing, termasuk branding, promotion, distribution channel, dan banyak lagi. Untuk itu kita harus mengedukasi petani juga.
Intinya hilirisasi sangat diperlukan untuk menciptakan nilai tambah (added value) yang artinya menambah nilai komoditas, baik itu proses pengolahannya, pengangkutan, sampai penyimpanan produknya. Mencakup juga pengembangan hasil perkebunannya serta menciptakan keberagaman produk produk perkebunan.
Situasi di hilir sekarang? Di lingkungan petani, misalnya….
Nah, petani kita itu masih banyak yang melihat kondisi. Petani tebu, misalnya. Kalau ia melihat padi sedang lebih menguntungkan ya dia ganti tanam padi. Gulanya ditinggalkan. Jadi petani di Indonesia ini banyak yang bukan penanam murni. Dia ikut marketing, ikut menanggung harga jual. Padahal seharusnya petani fokus di menanam saja, produksi saja.
Kita ini harusnya competitive advantage. Ambil contoh daerah Brebes, di sini banyak yang menanam bawang. Nah, nanti pemerintah entah dalam bentuk dinas koperasi atau dinas perdagangan, harus menyiapkan gudang, dan beli hasil bawangnya itu. Kita sudah dikalkulasi harganya, biaya pupuk sekian dan lain-lain sekian, inflasi sekian.
Misalnya lagi, tahun ini kita beli sekilo Rp17 ribu. Walaupun di luar harganya sedang Rp15 ribu, biarin kita beli Rp17 ribu. Petani jangan masuk ke risiko pasar. Ini karena dia dibenturkan harga pasar, lalu datang lagi impor, pusing petani kita. Giliran sekarang dibutuhkan, harga naik, makin pusing lagi.
Apa yang biasanya mereka permasalahkan? Distribusi?
Distribusi itu tugasnya pemerintah. Petani tak perlu berat-berat memikirkan besok harga berapa. Nanti kalau harganya tinggi, tetap bisa dikasih premi. Ini kan demand-suplai. Kalau bicara stabilisasi nasional, kalau sudah stabil, petani tidak perlu khawatir. Ini biasanya karena terlalu banyak yang spekulasi.
Memang diperlukan perwakilan pemerintah yang bisa memberikan edukasi soal ini, yakni agar petani tidak cepat-cepat gonti-ganti komoditi. Sebab kita mengharapkan ada petani yang bisa menjadi ahli di komoditi tersebut. Jadi kita support alat dan riset bahwa ini yang baik, ini yang nantinya akan bisa lebih baik lagi, dan seterusnya. Masalahnya, kadang banyak juga petani yang sulit untuk percaya akan hasil riset. Kalau yang tidak ganti-ganti komoditi, loyal di satu tanaman saja, pasti dia cenderung percaya.
Pastinya, kami ingin memberikan kesempatan kepada masyarakat agar bisa merasa saling memiliki BUMN.
Bagaimana peran Holding Perkebunan di sini? Pendekatannya seperti apa?
Kita jemput. Kita lakukan pembinaan. Misalnya plasma kita, sawit deh, bibit kita berikan, cara memupuk kita berikan, kita bantu supaya hasil produksinya diserahkan ke kita. Nah harga pasar nanti kita terjunkan dengan bibit dan pupuk. Jadi SDM-nya terbina.
Di antara keempat belas PTPN, mana yang menjadi prioritas?
Sebagai Holding Perkebunan tentunya kita sentuh semuanya. Kita lihat ke masing-masing PTPN juga. Misalnya untuk PTPN III, IV, dan V itu sudah positif. VI juga sudah positif. Lalu lainnya seperti gula di X dan XI kita harapkan untuk positif. Sementara untuk yang merugi, seperti di VIII, IX, dan XIII, itu kita tetap kejar. Intinya kita upayakan ada peningkatan untuk yang sudah positif, dan yang belum kita cari bagaimana caranya bisa positif. Namun kalau kita rating secara pendapatan, memang masih III dan IV.
Gula bagaimana? Belakangan terjadi masalah antara gula tebu dan rafinasi?
Saat ini kita tengah mengevaluasi, kita inventarisasi semua masalahnya. Namun kami pastikan bahwa setiap gula yang sudah melewati pabrik gula adalah gula yang baik dan sesuai dengan SNI.
Kita juga terus berupaya meningkatkan produksi gula dengan efisiensi, termasuk membenahi pabrik-pabrik tua. Kita revitalisasi. Hanya saja memang ada “romantisme” antara petani dan pabrik-pabrik gula yang sudah ada. Ini sudah membudaya dan perlu kita adakan pendekatan. Namun pastinya on farm-nya harus diperbaiki.
Selain itu, edukasi peningkatan nilai tambah ke petani juga kita genjot. Sekarang di hotel-hotel banyak brown sugar dan lain-lain. Kita bisa buat itu. Atau ada lagi inovasi di packaging-nya. Ini akan kita ajukan untuk SNI-nya.
Perlunya revitalisasi pabrik tua ini apakah juga terjadi di komoditi lain?
Ya, sama. Beberapa pabriknya juga mulai menua dan perlu direvitalisasi. Mungkin kalau sawit tidak ada masalah karena kita punya pabrik, kita punya kebunnya. Bahkan kalau dari kebun kita kurang, kita beli dari plasma—dan terintegrasi sama pabrik kita. Hanya saja memang kalau gula ini masalahnya kita punya pabrik tapi kebunnya kurang.
Baru-baru ini Pemerintah telah memastikan akan menukar sejumlah komoditi dengan Sukhoi dari Rusia? Menurut Anda?
Ini sangat baik. Artinya ini akan menciptakan market baru. Produk kita laku. Memang devisa tidak berpindah, tidak ada uang berpindah, tapi komoditi berpindah. Dilihat dari sisi manapun, ada keuntungannya. Ini jadi salah satu solusi masalah dari sawit juga.
Maksud dari masalah sawit?
Ya, soal Sukhoi ini kan membuat perdagangan bebasnya juga berkurang. Perdagangan bebas ini sudah jadi masalah lama di sawit. Isu besar soal ini kan ada empat. Pertama soal perdagangan bebas. Lalu adanya black campaign untuk menghadang sawit di Eropa. Namun harga kita masih bagus, tidak mengalami penurunan signifikan.
Kemudian ada lagi upaya India yang ingin menaikkan tarif impor. Ini juga menghadang. Bisa aja kebijakan pemerintahnya untuk meningkatkan pajak. Dampaknya terhadap bisnis sawit kita lihat saja nanti, day to day pressing-nya seperti apa. Namun kalau ini upaya untuk menghadang, memangnya India mau mendapat suplai dari mana?
Lalu yang keempat, adanya isu Cina yang ingin Go Green dengan memakai biodiesel. Kebutuhannya itu 9 juta ton per tahun. Kita bisa produksi 37-38 juta setahun. Ekspor kita 25-an. Konsumsi dalam negeri 7 juta. Ini Cina bisa mengandalkan ekspor kita, atau dia bisa menanam investasi di sini.
Untuk perkembangan perkebunan Nusantara ke depannya, PTPN memiliki badan riset sendiri?
Saat ini kita tengah mengembangkan RPN, Riset Perkebunan Nusantara. Ini anak usaha di bawah PTPN. Fungsinya bisa macam-macam, sebagai badan riset, studi banding, jasa konsultan, juga development center. RPN ini akan menjadi call center-nya. Di sini juga akan ada divisi profit, divisi cost, dan lain-lain agar berkembang mandiri. Pusatnya nanti akan dibuat di Bogor.
WAWANCARA
Sharon Margriet: Generasi Milenial Butuh Kemasan Menarik untuk Belajar Sejarah
Jakarta – Tidak terasa kemerdekaan Indonesia sudah menginjak usia 74 tahun. Tentunya sudah banyak pencapaian yang telah dilakukan sejauh ini. Topik tentang kemerdekaan pun masih hangat dibicarakan, termasuk bagi generasi milenial.
Menurut mereka, berbicara soal kemerdekaan Indonesia, maka secara tidak langsung bicara soal sejarah. Namun tak sedikit dari mereka yang berharap agar sejarah disajikan semenarik mungkin. Tak melulu sekedar pengetahuan tentang kejadian, tempat, maupun tokoh dalam sejarah tersebut.
Hal ini diungkapkan Runner Up Kedua Miss Indonesia 2019 asal Sulawesi Utara, Sharon Margriet Sumolang, dalam Diskusi Sejarah Kebangsaan yang diadakan Komunitas Alumni Perguruan Tinggi (KAPT), di Rumah Bersama Pelayan Rakyat, Rabu (28/8/2019). Sharon tampil sebagai pembicara mewakili generasi milenial, menurutnya generasi sekarang itu mempunyai cara yang unik untuk menghargai sejarah.
“Kami mungkin generasi yang dianggap cuek akan sejarah. Yang kami dapatkan, sejarah sekedar pengetahuan tentang tempat, tahun, dan tokoh, tidak tentang value. Tapi kami adalah generasi yang kalau sudah addict, kami akan menjadi penyebar yang efektif, kami bisa menjangkau jutaan orang dalam waktu singkat,” papar Sharon.
Dalam diskusi bertema “Menelusuri Jejak Pemikiran Bapak Bangsa” itu, Sharon menyampaikan banyak hal yang menurutnya perlu mendapat perhatian generasi terdahulu.
“Kami butuh wadah-wadah seperti ini, dimana kami boleh mencurahkan isi pikiran kami tentang apa yang dipikirkan oleh generasi terdahulu. Kami punya cara yang unik untuk menghargai sejarah,” imbuh dara cantik berdarah Manado, Padang, dan Jawa ini.
Menurut Sharon, generasi milenial dianggap kurang menyukai hal-hal yang ruwet seperti politik, ekonomi, bahkan sejarah. Padahal stigma yang seperti itu keliru.
“Ketika disandingkan dengan data dan fakta, mohon maaf itu malah kami kurang tertarik. Kami butuh brand new fresh approach untuk memperkenalkan sejarah kepada kami. Kami suka hal-hal yang kreatif yang tidak terlalu kaku,” tambahnya.
Baca Juga:
- Surat-Surat Pendiri Bangsa; Rekaman Pergulatan Politik dan Batin dalam Perjalanan Mencapai Kemerdekaan
- Tanamkan Nilai-nilai Kebangsaan, KAPT dan MAPPAN Gelar Rangkaian Kegiatan di Wilayah Pelosok Cianjur Selatan
- KAPT: Kecepatannya Sulit Dibendung, Butuh Pemotongan Logistik Jaringan Radikalisme
Munir
BERITA
Pembangunan Tidak Merata di Banten, Maruf: Dahnil Gak Tau Apa-apa
Serang – Calon wakil presiden nomor urut 01, KH Maruf Amin, seusai memberikan pidato kebangsaannya di acara Silaturahmi Akbar Banten Bersatu untuk Indonesia, pada Minggu (3/3/2019), di Kota Serang, menepis tudingan juru bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simanjutak terkait pembangunan yang tidak merata di Pandeglang, Banten.
Berikut kutipan wawancara Maruf Amin dengan Fauzan dari Fakta.News bersama para wartawan yang menghadiri acara tersebut.
Terkait cuitan Dahnil yang menyebut bahwa pembangunan di Banten tidak merata, khususnya di Pandeglang, benarkah tudingan itu?
Dahnil tidak memahami wilayah Banten. Padahal Pemerintah saat ini tengah melakukan pembangunan di wilayah Pandeglang.
Dia gak tau apa-apa. Dia bukan orang Banten
Apa saja yang tengah pemerintah bangun di Kabupaten Pandeglang?
Ada tol Serang-Panimbang, program KIP, Program Keluarga Harapan dan masih banyak lagi,” imbuhnya.
Jadi belum selesai semuanya kyai?
Sebagai putra daerah Banten tentu saya mengetahui jika pembangunan di Banten secara keseluruhan telah berjalan secara bertahap. Tentunya butuh waktu, step by step. Insya Allah semuanya akan tepat waktu.
Baca juga:
- KH Maruf Amin Hadiri Silaturhami Akbar Banten Bersatu untuk Indonesia
- Ma’ruf Amin: Pilpres 2019 ini, Banyak Ulama Banten Lebih Pilih 01
- Buka Jalan Sehat Bersama Warga Tangsel, Kiai Maruf Tegaskan Indonesia Pasti Jaya dan Hebat
Pesan pak kyai terhadap warga Banten seperti apa Pak Kyai?
Warga Banten agar menjaga NKRI, karen wilayah Banten ini adalah baagian dari sejarah perjuangan panjang dalam merebut kemerdekaan.
Saya tadi meminta agar warga Banten membela Indonesia lahir dan batin. Perbanyak solawat agar negeri ini tenteram. Karena Banten juga bagian dari perjuangan kemerdekaan Indonesia. Banten akan mengawal NKRI sampai akhir zaman.
BERITA
Semua Koperasi Yang Miliki Dana Bergulir Harus Berbasis Digital
Jakarta – Program penyaluran dana bergulir di Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (KUMKM) hingga akhir 2018 masih belum memenuhi target. Meski begitu, sisa dana sebagai modal bagi pelaku koperasi dan UMKM di Indonesia ini akan tetap disalurkan pada tahun 2019.
Direktur Utama LPDB KUMKM, Braman Setyo mengatakan, dari total Rp1,2 triliun penyaluran dan bergulir hingga akhir 2018 baru tersalurkan sebesar 80%. Sementara sisanya, yakni sekitar Rp200 miliar akan disalurkan pada 2019 ini. “Kami bukan seperti di kementerian atau lembaga. Desember berhenti, kita tidak berhenti. Berjalan terus sampai tahun selanjutnya,” ujarnya kepada akhir Desember lalu.
Baca juga:
- Kontribusi Sektor Ekonomi Kreatif Terhadap PDB Sangat Besar
- Tingkat Pengangguran Kita Terus Menurun
- Inflasi Desember 2018 Sebesar 0,62 Persen Picu Pergerakan Rupiah
Setyo pun mengaku optimis, bahwa dana bergulir KUMKM ini akan tersalurkan semuanya. Sebab, saat ini ada sebanyak 41 dokumen pengajuan dalam proses yang berpotensi lolos. Ke-41 proposal tersebut telah memasuki pengkajian tahap dua. “Bahkan, beberapa telah masuk analisis yuridis maupun manajemen risiko untuk kemudian ke tahap komite,” ujarnya.
Ia menjelaskan, angka 41 proposal tersebut terbagi untuk penyaluran melalui skema konvensional. Sebanyak 26 proposal dengan jumlah plafond pengajuan Rp846 miliar dan melalui skema syariah sebanyak 15 proposal dengan jumlah plafond pengajuan Rp342 miliar. Artinya, ada tambahan potensi penyaluran hingga Rp1,18 triliun.