Connect with us

Anggota DPRD Gerindra Tersangka Kasus Pembakaran 7 Sekolah di Kalteng

Tersangka kasus pembakaran sekolah di Palangkaraya.(Foto: Radar Palangkaraya)

Palangkaraya – Kasus pembakaran sekolah yang terjadi beberapa bulan lalu di Palangkaraya dimana terjadi tujuh kebakaran sekolah dasar negeri dalam rentang waktu sepekan. Pada 21-22 Juli 2017 ada empat sekolah yang terbakar. Pertama pada 21 Juli 2017 sekitar pukul 13.00 WIB, SDN 4 Menteng yang berlokasi di Jalan MH Thamrin terbakar. Pada waktu yang sama, SDN 4 Langkai yang berlokasi di Jalan AIS Nasution juga mengalami kejadian serupa.

Keesokan harinya, Sabtu 22 Juli 2017 pukul 02.00 WIB, giliran SDN 1 Langkai yang berlokasi di Jalan Wahidin Sudirohusodo Husono terbakar. Terpaut satu jam kemudian, SDN 5 Langkai yang berlokasi sama juga turut dilalap api. Selang sembilan hari kemudian, tepatnya Sabtu 29 Juli 2017 sekitar pukul 18.15 WIB, kebakaran juga melanda rumah jasa di SDN 8 Palangka. Terakhir, Minggu 30 Juli pukul 03.00 WIB, dua sekolah yakni SDN 1 Menteng dan SMK milik Yayasan ISEI di Jalan Yos Sudarso juga ludes terbakar.

Dalam kasus pembakaran tersebut pihak kepolisian telah menetapkan delapan tersangka yang terkait kasus. Namun dengan tertangkapnya para tersangka ini tidak menyurutkan pihak kepolisian untuk mengungkap kasus ini lebih lanjut. Kali ini Polisi menetapkan anggota DPRD Kalimantan Tengah dari partai Gerindra yaitu Yansen Binti (YB) sebagai tersangka kasus pembakaran tujuh sekolah dasar di Palangkaraya. Sebelumnya, polisi memeriksa YB sehari penuh pada Senin (4/9/2017).

Tertangkapnya otak pelaku pembakaran sekolah dasar dengan sengaja oleh tim gabungan Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Mabes Polri dan Polda Kalimantan Tengah, tentu saja mengagetkan. Terlebih lagi, ia diduga berstatus sebagai anggota DPRD dari Komisi C Provinsi Kalimantan Tengah. “Sebagai otak pelaku adalah YB, terduga seorang oknum anggota DPRD Komisi C Propinsi Kalteng,” demikian keterangan resmi Bareskrim Mabes Polri yang diterima pada Senin (21/08/2017).

YB kemudian memerintahkan N untuk melakukan pembakaran. Hasil penyidikan dan penyelidikan aparat ditemukan fakta lain terkait modus YB untuk membakar gedung sekolah dasar itu. “YB memerintahkan N untuk membakar 10 Sekolah Dasar Negeri di Kalimantan Tengah pada Jumat (30/06/2017) silam. Ia memberikan perintah kepada N di Kantor KONI, Kalimantan Tengah,” jelas keterangan resmi itu.

“Tujuan pembakaran itu untuk mendapatkan perhatian dan proyek dari Gubernur Kalimantan Tengah,” tambah keterangan resmi tersebut.

Hal senada juga pernah diutarakan Ketua Komisi C DPRD Kalteng Syamsul Hadi mengenai motif dan pelaku di balik pembakaran empat sekolah tersebut, Syamsul Hadi menilai, belum satu bulan sudah 5 sekolah yang terbakar, memunculkan tanda tanya besar bagi Polda di balik dugaan pembakaran sekolah SD sangat teratur. “Masa iya, bisa hampir bersamaan, berangkat dari situ, jadi ada kecurigaan. Dirancang begitu karena ada kepentingan proyek. Karena jika dibakar, kan ada proyek baru. Bisa jadi begitu,” kata dia, Selasa (25/7/2017) lalu.

Sebelumnya pihak kepolisian terlebih dulu menetapkan satu orang tersangka lain, yaitu AG.Dari  hasil pengembangan AG inillah Yansen diduga terlibat dalam insiden pembakaran sekolah. Pemeriksaan terhadap Yansen yang juga Ketua Gerakan Pemuda Dayak (Gerdayak) dilakukan di Polda Kalteng, Yansen datang memenuhi panggilan polisi didampingi pengacaranya Sukah L Nyahun.

“Kemudian kita kembangkan pemeriksaan saksi YB dengan pemeriksaan saksi lagi, setelah adanya kesesuaian antara saksi satu dan lainya, maka kita tetapkan status YB menjadi tersangka,” kata Kepala Bidang Humas Polda Kalteng AKBP Pambudi Rahayu di Polda Kalteng, Senin, 4 September 2017.

Dengan ditetapkan politikus Partai Gerindra itu sebagai tersangka, maka total ada sembilan orang tersangka pembakaran tujuh sekolah dasar di Palangkaraya. Delapan orang sudah dibawa ke Mabes Polri, Jakarta.

Tindakan Yansen ini sangatlah tidak mencerminkan sebagai wakil rakyat, dengan teganya ia ikut terlibat pembakaran sekolah yang merupakan tempat anak bangsa menuntut ilmu dan mengenyam pendidikan sebagai aset bangsa masa depan. Atas tindakannya Yansen diancam Pasal 187 Jo 55 KUHP dengan ancaman hukuman 12-15 tahun penjara.

Ping

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal

Oleh

Fakta News
Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat kunjungan kerja reses di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap mahalnya biaya pendidikan tinggi di perguruan tinggi negeri. Menurutnya, dengan mahalnya biaya pendidikan tinggi itu dapat menghambat pencapaian target pemerintah dalam meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tinggi. Menurut data tahun 2023, APK untuk laki-laki hanya 29,12 persen dan untuk perempuan 33,87 persen, angka yang jauh dari target yang diharapkan.

Konsekuensinya, tambah Ledia, dengan biaya pendidikan yang sangat mahal  itu banyak calon mahasiswa yang terhambat untuk melanjutkan pendidikan. “Dengan mahalnya perguruan tinggi negeri ini, bagaimana mungkin kita bisa mencapai target APK yang lebih baik jika banyak anak-anak kita yang tidak mampu melanjutkan pendidikan karena biaya?” ujar Ledia kepada Parlementaria, di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024).

Diketahui, Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi (PT) adalah perbandingan antara jumlah penduduk yang masih bersekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (tanpa memandang usia penduduk tersebut) dengan jumlah penduduk yang memenuhi syarat resmi penduduk usia sekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (umur 19- 23 tahun).

Ledia pun mengkritik sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang berlaku di banyak perguruan tinggi, yang menurutnya masih memberatkan bagi sebagian besar calon mahasiswa. “Ada perguruan tinggi dengan sistem UKT yang sangat tinggi, dan ada pula yang menengah namun tetap mahal, belum lagi adanya uang pangkal yang harus dibayar di awal,” ujar politisi Alumni Master Psikologi Terapan dari Universitas Indonesia ini.

Ledia juga menyoroti perlunya sebuah sistem pendidikan tinggi yang lebih pro kepada masyarakat, terutama bagi warga negara Indonesia yang memiliki kemampuan akademis namun ada keterbatasan ekonomi. “Kita perlu membuat sistem yang lebih baik, yang lebih mendukung anak-anak kita untuk bisa kuliah tanpa dibebani biaya yang tidak mampu mereka tanggung,” ujar Politisi Fraksi PKS ini.

Lebih lanjut, Ledia menegaskan bahwa pendidikan tinggi harus diakses oleh semua lapisan masyarakat. “Kita membuat kampus itu mandiri, namun bukan berarti kita bisa mengabaikan warga negara Indonesia, terutama anak-anak muda kita yang sebenarnya punya kemampuan dalam akademisnya tapi tidak dalam ekonominya,” ujarnya.

Kebijakan saat ini, menurut Ledia, harus segera dibahas dan diperbaiki, dengan keterlibatan langsung dari kampus-kampus dan pemerintah untuk mencari solusi yang efektif. “Perlu ada diskusi serius antara pemerintah dengan perguruan tinggi untuk menata ulang sistem pendanaan pendidikan tinggi di negara kita,” tutur Ledia.

Dalam mencari solusi, Ledia juga menyarankan agar perguruan tinggi negeri bisa terhubung lebih baik dengan program beasiswa dan bantuan finansial lainnya yang bisa membantu meringankan beban mahasiswa. “Harus ada lebih banyak opsi beasiswa dan bantuan finansial yang dapat diakses oleh mahasiswa yang membutuhkan,” ucap Ledia.

Ledia berharap bahwa dengan perbaikan sistem yang lebih inklusif dan mendukung, Indonesia bisa mencapai tujuan menjadi negara dengan sumber daya manusia yang unggul pada 2045. “Ini semua tentang membangun fondasi yang kuat untuk pendidikan tinggi di Indonesia, memastikan semua anak berhak dan mampu mendapatkan pendidikan yang layak,” pungkasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah

Oleh

Fakta News
Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah
Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Maros – Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin mengecam kebijakan terkait sertifikat tanah yang merugikan masyarakat. Dalam pernyataannya, ia menyampaikan keprihatinannya terhadap biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang melonjak drastis setelah penerbitan sertifikat tanah.

“Sangat disayangkan melihat betapa besarnya biaya PBB yang harus ditanggung masyarakat setelah memiliki sertifikat tanah. Hal ini menjadi hambatan besar bagi petani dan pengguna lahan lainnya untuk mendaftarkan tanah mereka,” ujar Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024).

Menurutnya, masyarakat enggan membuat sertifikat tanah karena adanya komponen biaya PBB yang meningkat secara signifikan setelah kepemilikan tanah tersebut bersertifikat. Hal ini berdampak negatif terutama bagi para petani dan pengguna lahan lainnya yang mayoritas hidup dengan penghasilan terbatas.

Rosiayati pun menyerukan pentingnya koordinasi antara pemerintah daerah dan Dinas Pajak untuk meninjau ulang kebijakan terkait tarif PBB. “Saya berharap agar Dinas Pajak dapat mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat yang terdampak dan menyesuaikan tarif PBB dengan lebih adil,” tambahnya.

Kemudian, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu juga menegaskan bahwa pembenahan terhadap kebijakan tersebut penting dilakukan agar masyarakat merasa lebih terbantu dan terjamin hak-haknya atas tanah yang mereka miliki.

“Pemerintah harus fokus pada upaya mempermudah akses masyarakat terhadap kepemilikan tanah dengan biaya yang terjangkau, sehingga tidak menghambat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat,” tutupnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!

Oleh

Fakta News
PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat mengikuti Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi X DPR RI, di Kota Medan Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto: DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah mengungkapkan, kekhawatirannya terkait kesiapan pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI yang dijadwalkan pada September 2024 di Aceh dan Sumatera Utara. Ledia menyatakan bahwa meskipun pemerintah daerah telah berkomitmen dengan mengalokasikan dana besar, masih terdapat kekurangan yang perlu ditangani oleh pemerintah pusat.

“Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah mengeluarkan anggaran sekitar Rp2,1 triliun, dan belum lagi dari Pemerintah Kabupaten/Kota dari APBD untuk pembangunan venue dan lain-lain. Namun, ada beberapa hal penting yang masih harus di-cover oleh pemerintah pusat,” ujar Ledia, Medan, Sumatera Utara, Senin (6/5/2024).

Menurutnya, masih ada kebutuhan dana tambahan untuk menyelesaikan infrastruktur yang belum rampung. “Persoalnnya ada hal yang harus dicover oleh pemerintah pusat, apakah itu bisa selesai atau enggak. Kita belum tahu sampai sekarang pemerintah daerah juga enggak bisa apa-apa, itu sangat tergantung dari pusat,” ujarnya.

Ledia juga menyampaikan bahwa Komisi X DPR RI telah mengusulkan agar penundaan PON hingga awal tahun 2025 untuk memastikan semua persiapan bisa tuntas. “Beberapa dari kami sudah mengusulkan untuk ditunda sampai Januari atau Februari 2025 sehingga penyelenggaraannya bisa berjalan dengan baik dan tidak terburu-buru,” tegas Ledia.

Selain itu, Ledia menekankan bahwa ada kesamaan situasi dengan PON sebelumnya di Papua, yang juga harus diundur karena pandemi COVID-19. “Situasinya serupa dengan apa yang terjadi di Papua. Jika memang belum siap, jangan dipaksakan,” tegasnya.

Ledia juga berharap dengan waktu yang masih ada, bisa di optimalkan dengan baik. “Harapan nanti penyelenggarannya bisa berjalan dengan baik, karena ini baru pertama kali diselenggarakan di dua  provinsi, belum lagi setelah itu ada peparnas untuk disabilitas. Nah jadi memang harusnya lebih matang, kalau memang belum siap jangan dipaksakan,” ungkap Ledia.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah berkomitmen untuk juga menggunakan venue yang sudah ada dengan memperbaikinya. Namun, Ledia menyatakan, “Sekarang ini yang ditunggu adalah dukungan anggaran dari pemerintah pusat, bisa atau tidak,” ungkapnya.

Ditambah lagi, menurut Ledia, “Telah dianggarkan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga sebanyak Rp300 miliar untuk biaya operasional seperti pembayaran wasit dan juri, namun untuk infrastruktur, kecepatan penyelesaian dari pemerintah pusat masih menjadi tanda tanya”.

Kekhawatiran terus mengemuka seiring dengan mendekatnya waktu pelaksanaan PON XXI, dengan banyak pihak berharap agar pemerintah pusat dapat segera mengambil tindakan untuk menyelesaikan persiapan yang masih tertunda.

Baca Selengkapnya