Connect with us
Jeff Bezos

Si Manusia Seribu Triliun dari Amazon

Jeff Bezos
Jeff Bezos

Sudah 13 tahun Pendiri Microsoft, Bill Gates, menduduki puncak daftar nomor satu orang terkaya di dunia versi Majalah Forbes. Namun, kini posisinya sudah digeser sepenuhnya oleh CEO Amazon.com, Jeff Bezos.

Kekayaannya sendiri mendadak meningkat secara drastis. Bayangkan saja, menurut Bloomberg Billionaires Index, dalam kurun waktu setahun sejak 17 Juli 2017, kekayaannya melompat hampir USD70,3 miliar.

Kekayaan Bezos mencapai puncaknya sekitar USD158 miliar atau sekitar Rp2.292 triliun per 17 Juli 2018. Sementara itu, kekayaan Gates tercatat sebesar USD90 miliar. Di peringkat ketiga ada investor kawakan sekaligus pendiri Berkshire Hathaway, Warren Buffet yang kekayaannya mencapai USD84 miliar.

Pada 2017 lalu, untuk pertama kalinya pria dengan nama lengkap Jeffrey Preston Bezos ini masuk ke dalam tiga besar dalam daftar orang terkaya di dunia versi Forbes. Pertanyaannya, mengapa bisa bertambah sangat banyak dalam waktu yang relatif singkat?

Hal itu disebabkan karena harga saham Amazon yang terus melambung tinggi. Setahun lalu, saham Amazon sebesar USD1.000 (Rp14,4 juta) dan saat ini, saham raksasa e-commerce ini mencapai USD1.750 (Rp25,21 juta).

Baca Juga:

Sebelumnya Bezos pun berhasil menjalankan Prime Day, hari belanja online ala Amazon yang menawarkan harga khusus untuk mendorong lebih banyak pembeli. Meskipun saat Prime Day berlangsung, situs Amazon sempat tumbang, namun itu tidak menghalangi langkahnya menjadi manusia terkaya sepanjang masa. Khususnya dalam era sejarah modern.

Apalagi dengan jumlah harta hingga USD150 miliar yang dimiliki Bezos sangat mengejutkan publik. Sebab angka itu melebihi kekayaan Gates pada 1999 yaitu mencapai USD149 miliar.

Sementara itu, kekayaan Gates sendiri terus berkurang dikarenakan dirinya pernah menyumbangkan USD35 juta ke untuk amal. Termasuk masuk ke dalam kantong Bill and Melinda Gates Foundation.

Sedangkan Bezos yang ‘kurang dermawan; tengah mencari cara untuk menyumbangkan hartanya. Bezos pernah memberikan USD33 juta ke TheDream USD, sebuah organisasi yang mendanai beasiswa untuk siswa imigran tanpa dokumen yang tinggal di AS.

Tentu saja, sebagai orang terkaya di dunia membuat Bezos tidak ingin kehilangan wibawanya. Sebab menurutnya untuk menyalurkan sebagian hartanya cukup sulit.

Karena itu, pada tahun lalu Bezos sempat menanyakan ide kepada netizen lewat cuitan di akun Twitter miliknya mengenai saran untuk aksi filantropi yang harus ia dukung.

Meski saat ini Jeff Bezos telah menjadi orang terkaya di dunia, siapa sangka jika pada usia 16 tahun, dirinya pernah memiliki pengalaman bekerja di restoran cepat saji, McDonald’s. Sebagai juru masak pula.

Jeff juga merupakan pribadi yang selalu bisa untuk tetap tenang di sela-sela kesibukannya.

Di sana, Bezos mempelajari segalanya dengan sangat detil, seperti cara membalikkan burger, perbaikan otomatisasi perusahaan. Maupun saat ia harus menangkat kentang goreng saat minyak mendidih.

Tak hanya itu, ia juga mempelajari bagaimana cara melayani pelanggan dengan sepenuh hati.

“Saya baru menyadari bahwa melayani adalah sesuatu hal yang sulit, oleh karena itu pelayanan pada pelanggan merupakan prinsip utama dari Amazon kini,” tuturnya seperti dilansir CNBC belum lama ini.

Jeff Bezos pun membangun kerajaan bisnis Amazon.com pada 1994. Awalnya Amazon hanya berfokus menjual buku saja dengan perantara internet. Lalu mengoperasikannya hanya dari garasi rumahnya yang berlokasi di Bellevue, Washington.

Pada Juni 1995, perusahaannya ini akhirnya berhasil online dengan rencana bisnis yang ditulis sendiri oleh Bezos. Pada saat itu, Bezos menamai perusahaan ini dengan nama ‘Cadabra’, Inc.,.

Namun orang sering salah mengucapkannya sebagai ‘cadaver’ yang artinya mayat atau bangkai.

Karena seringnya salah ucap, akirnya Bezos mengubahnya menjadi Amazon.com, Inc. Dengan perubahan nama tersebut, dirinya berharap perusahaannya mampu berkembang seluas sungai Amazon yang merupakan sungai terbesar di dunia.

  • Halaman :
  • 1
  • 2
Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal

Oleh

Fakta News
Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat kunjungan kerja reses di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap mahalnya biaya pendidikan tinggi di perguruan tinggi negeri. Menurutnya, dengan mahalnya biaya pendidikan tinggi itu dapat menghambat pencapaian target pemerintah dalam meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tinggi. Menurut data tahun 2023, APK untuk laki-laki hanya 29,12 persen dan untuk perempuan 33,87 persen, angka yang jauh dari target yang diharapkan.

Konsekuensinya, tambah Ledia, dengan biaya pendidikan yang sangat mahal  itu banyak calon mahasiswa yang terhambat untuk melanjutkan pendidikan. “Dengan mahalnya perguruan tinggi negeri ini, bagaimana mungkin kita bisa mencapai target APK yang lebih baik jika banyak anak-anak kita yang tidak mampu melanjutkan pendidikan karena biaya?” ujar Ledia kepada Parlementaria, di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024).

Diketahui, Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi (PT) adalah perbandingan antara jumlah penduduk yang masih bersekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (tanpa memandang usia penduduk tersebut) dengan jumlah penduduk yang memenuhi syarat resmi penduduk usia sekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (umur 19- 23 tahun).

Ledia pun mengkritik sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang berlaku di banyak perguruan tinggi, yang menurutnya masih memberatkan bagi sebagian besar calon mahasiswa. “Ada perguruan tinggi dengan sistem UKT yang sangat tinggi, dan ada pula yang menengah namun tetap mahal, belum lagi adanya uang pangkal yang harus dibayar di awal,” ujar politisi Alumni Master Psikologi Terapan dari Universitas Indonesia ini.

Ledia juga menyoroti perlunya sebuah sistem pendidikan tinggi yang lebih pro kepada masyarakat, terutama bagi warga negara Indonesia yang memiliki kemampuan akademis namun ada keterbatasan ekonomi. “Kita perlu membuat sistem yang lebih baik, yang lebih mendukung anak-anak kita untuk bisa kuliah tanpa dibebani biaya yang tidak mampu mereka tanggung,” ujar Politisi Fraksi PKS ini.

Lebih lanjut, Ledia menegaskan bahwa pendidikan tinggi harus diakses oleh semua lapisan masyarakat. “Kita membuat kampus itu mandiri, namun bukan berarti kita bisa mengabaikan warga negara Indonesia, terutama anak-anak muda kita yang sebenarnya punya kemampuan dalam akademisnya tapi tidak dalam ekonominya,” ujarnya.

Kebijakan saat ini, menurut Ledia, harus segera dibahas dan diperbaiki, dengan keterlibatan langsung dari kampus-kampus dan pemerintah untuk mencari solusi yang efektif. “Perlu ada diskusi serius antara pemerintah dengan perguruan tinggi untuk menata ulang sistem pendanaan pendidikan tinggi di negara kita,” tutur Ledia.

Dalam mencari solusi, Ledia juga menyarankan agar perguruan tinggi negeri bisa terhubung lebih baik dengan program beasiswa dan bantuan finansial lainnya yang bisa membantu meringankan beban mahasiswa. “Harus ada lebih banyak opsi beasiswa dan bantuan finansial yang dapat diakses oleh mahasiswa yang membutuhkan,” ucap Ledia.

Ledia berharap bahwa dengan perbaikan sistem yang lebih inklusif dan mendukung, Indonesia bisa mencapai tujuan menjadi negara dengan sumber daya manusia yang unggul pada 2045. “Ini semua tentang membangun fondasi yang kuat untuk pendidikan tinggi di Indonesia, memastikan semua anak berhak dan mampu mendapatkan pendidikan yang layak,” pungkasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah

Oleh

Fakta News
Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah
Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Maros – Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin mengecam kebijakan terkait sertifikat tanah yang merugikan masyarakat. Dalam pernyataannya, ia menyampaikan keprihatinannya terhadap biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang melonjak drastis setelah penerbitan sertifikat tanah.

“Sangat disayangkan melihat betapa besarnya biaya PBB yang harus ditanggung masyarakat setelah memiliki sertifikat tanah. Hal ini menjadi hambatan besar bagi petani dan pengguna lahan lainnya untuk mendaftarkan tanah mereka,” ujar Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024).

Menurutnya, masyarakat enggan membuat sertifikat tanah karena adanya komponen biaya PBB yang meningkat secara signifikan setelah kepemilikan tanah tersebut bersertifikat. Hal ini berdampak negatif terutama bagi para petani dan pengguna lahan lainnya yang mayoritas hidup dengan penghasilan terbatas.

Rosiayati pun menyerukan pentingnya koordinasi antara pemerintah daerah dan Dinas Pajak untuk meninjau ulang kebijakan terkait tarif PBB. “Saya berharap agar Dinas Pajak dapat mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat yang terdampak dan menyesuaikan tarif PBB dengan lebih adil,” tambahnya.

Kemudian, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu juga menegaskan bahwa pembenahan terhadap kebijakan tersebut penting dilakukan agar masyarakat merasa lebih terbantu dan terjamin hak-haknya atas tanah yang mereka miliki.

“Pemerintah harus fokus pada upaya mempermudah akses masyarakat terhadap kepemilikan tanah dengan biaya yang terjangkau, sehingga tidak menghambat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat,” tutupnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!

Oleh

Fakta News
PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat mengikuti Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi X DPR RI, di Kota Medan Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto: DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah mengungkapkan, kekhawatirannya terkait kesiapan pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI yang dijadwalkan pada September 2024 di Aceh dan Sumatera Utara. Ledia menyatakan bahwa meskipun pemerintah daerah telah berkomitmen dengan mengalokasikan dana besar, masih terdapat kekurangan yang perlu ditangani oleh pemerintah pusat.

“Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah mengeluarkan anggaran sekitar Rp2,1 triliun, dan belum lagi dari Pemerintah Kabupaten/Kota dari APBD untuk pembangunan venue dan lain-lain. Namun, ada beberapa hal penting yang masih harus di-cover oleh pemerintah pusat,” ujar Ledia, Medan, Sumatera Utara, Senin (6/5/2024).

Menurutnya, masih ada kebutuhan dana tambahan untuk menyelesaikan infrastruktur yang belum rampung. “Persoalnnya ada hal yang harus dicover oleh pemerintah pusat, apakah itu bisa selesai atau enggak. Kita belum tahu sampai sekarang pemerintah daerah juga enggak bisa apa-apa, itu sangat tergantung dari pusat,” ujarnya.

Ledia juga menyampaikan bahwa Komisi X DPR RI telah mengusulkan agar penundaan PON hingga awal tahun 2025 untuk memastikan semua persiapan bisa tuntas. “Beberapa dari kami sudah mengusulkan untuk ditunda sampai Januari atau Februari 2025 sehingga penyelenggaraannya bisa berjalan dengan baik dan tidak terburu-buru,” tegas Ledia.

Selain itu, Ledia menekankan bahwa ada kesamaan situasi dengan PON sebelumnya di Papua, yang juga harus diundur karena pandemi COVID-19. “Situasinya serupa dengan apa yang terjadi di Papua. Jika memang belum siap, jangan dipaksakan,” tegasnya.

Ledia juga berharap dengan waktu yang masih ada, bisa di optimalkan dengan baik. “Harapan nanti penyelenggarannya bisa berjalan dengan baik, karena ini baru pertama kali diselenggarakan di dua  provinsi, belum lagi setelah itu ada peparnas untuk disabilitas. Nah jadi memang harusnya lebih matang, kalau memang belum siap jangan dipaksakan,” ungkap Ledia.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah berkomitmen untuk juga menggunakan venue yang sudah ada dengan memperbaikinya. Namun, Ledia menyatakan, “Sekarang ini yang ditunggu adalah dukungan anggaran dari pemerintah pusat, bisa atau tidak,” ungkapnya.

Ditambah lagi, menurut Ledia, “Telah dianggarkan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga sebanyak Rp300 miliar untuk biaya operasional seperti pembayaran wasit dan juri, namun untuk infrastruktur, kecepatan penyelesaian dari pemerintah pusat masih menjadi tanda tanya”.

Kekhawatiran terus mengemuka seiring dengan mendekatnya waktu pelaksanaan PON XXI, dengan banyak pihak berharap agar pemerintah pusat dapat segera mengambil tindakan untuk menyelesaikan persiapan yang masih tertunda.

Baca Selengkapnya