Pendiri HijUp yang Jadi Trendsetter Fesyen Muslim
Sempat mengalami pasang surut kehidupan, Diajeng Lestari bangkit dan memulai bisnis platform daring HijUp. Ia bertekad memperkenalkan produk para desainer hijab Indonesia ke dunia internasional.
Ya, setelah memutuskan berhenti bekerja sebagai marketing researcher di sebuah perusahaan, Diajeng Lestari terjun ke dunia fesyen Muslim. Keputusannya diambil bukan tanpa alasan.
Selain dirinya memang Muslim, Diajeng melihat potensi yang sangat besar di Indonesia. Apalagi Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia.
Selain itu, kuliah Management of Change di Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik, Universitas Indonesia (FISIP UI) rupanya telah memberikannya ilham. Dari situ ia mengaku mendapat tekad menjadi agen perubahan.
Pada 2011, Diajeng mulai mewujudkan mimpinya dengan mendirikan sebuah platform e-commerce B2C (business to customer). Konsepnya mal fesyen yang secara khusus menjual barang-barang fesyen wanita Muslim di Indonesia. Lahirlah HijUp.
Kini, setidaknya sudah ada ratusan merek dari para desainer lokal yang bergabung di HijUp.
Nama HijUp sendiri merupakan kependekan dari Hijab Up, yang diharapkan dapat memberikan sesuatu yang lebih kepada wanita Muslim di seluruh dunia.
“Hijab tidak membatasi mereka untuk berkarya dan diakui lingkungan sekitarnya. Mereka layak tampil menawan dengan pakaian yang cantik dan mengikuti tren. Tapi tetap mengikuti syariat,” kata Diajeng.
Usaha HijUp mulai berkembang pada 2014. Tidak hanya menyediakan pakaian dewasa, tetapi juga menjual kebutuhan pakaian anak-anak dan produk rumah tangga.
Saat ini, HijUp sudah sangat dikenal di berbagai kalangan. HijUp pun menjadi salah satu e-commerce pertama di Indonesia, bahkan di dunia yang bergerak di bidang fesyen Muslim.
Namun kesuksesan Diajeng membangun HijUp tak lepas dari perjuangannya sejak awal. Ya sosok yang lahir 17 Januari 1986 di Bekasi ini memang terlahir dari keluarga berada.
Masalah Keluarga
Namun, saat ia memasuki masa sekolah menengah pertama (SMP), krisis moneter melanda dan menggerogoti bisnis orang tuanya. Saat itu pula ekonomi keluarganya hancur dan usaha orang tuanya ikut bangkrut.
Beranjak SMA, tantangan yang dihadapi Diajeng semakin besar karena hubungan kedua orangtuanya mulai bermasalah. Kondisi ekonomi yang tak kunjung membaik sampai memicu perpecahan keluarga.
Karena masalah itu, ia pun turut merasakan dampaknya. Ia tidak lagi mampu berkonsentrasi dalam belajar.
Nilai mata pelajaran di sekolahnya turun. Diajeng pun tidak memiliki motivasi untuk berprestasi. Bahkan cenderung cuek dengan nilai pelajarannya.
Akan tetapi, motivasi Diajeng kembali lagi menjelang satu bulan sebelum ujian masuk perguruan tinggi. Saat itu, ia kembali terbayang nasib masa depannya jika tidak bisa lulus.
Ditambah, sang nenek juga sempat mengingatkan dirinya untuk tidak merepotkan orangtua. Ia juga berharap mendapatkan beasiswa sehingga tak perlu lagi membayar uang kuliah.
Mendengar pesan sang nenek, Diajeng kembali termotivasi dan ingin melakukan yang terbaik karena ingin memiliki masa depan yang lebih baik.
Hasilnya, Diajeng lulus dan diterima di FISIP UI. Walau sudah lulus, ia masih harus membayar daftar ulang.
Saat itu, biaya yang dibutuhkan sekitar Rp2 juta dan orang tuanya tidak memiliki uang sebanyak itu.
Hingga akhirnya, ia pun pasrah mendatangi kampus dan berusaha untuk mengajukan keringanan. Singkat cerita, kedua orangtuanya ketiban rezeki dan membawa uang untuk daftar ulang.
Bangkit dari Situasi Sulit
Dalam kondisi sulit, Diajeng masih harus menghadapi kenyataan bahwa orangtuanya memutuskan berpisah dan harus hidup dengan sang ibu.
Melihat kondisi yang serba sulit, dirinya mulai berpikir untuk menghidupi dirinya sendiri. Sejak masuk kuliah semester pertama, ia sudah bekerja sampingan.
Mulai dari membantu dosen, bekerja paruh waktu, ikut proyek dosen, mengajar privat, hingga kerja magang di sebuah stasiun TV swasta nasional di bidang telepolling.
Setelah lulus kuliah, Diajeng mulai belajar berbisnis hingga pada 2011 ia membangun bisnis HijUp. Pada 2014, ia mulai melengkapi bisnisnya itu dengan pakaian kebutuhan anak-anak dan produk rumah tangga.
Saat ini, bisnis e-commerce HijUp pun semakin berkembang. Pada Februari 2018 lalu, HijUp mengumumkan gebrakan besar di industri modest fashion dalam perhelatan London Modest Fashion Week 2018.
Mereka mengakuisisi Haute Elan, platform marketplace modest fashion terbesar di Inggris.
Novianto
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.