Connect with us
DPR RI

Kasus Cacar Monyet Meningkat, Puan Minta Perluas Jangkauan Tracing

Kasus Cacar Monyet Meningkat, Puan Minta Perluas Jangkauan Tracing
Ketua DPR RI Puan Maharani. Foto: DPR RI

Jakarta – Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti kenaikan jumlah kasus penyakit cacar monyet atau monkeypox (Mpox) di Indonesia. Untuk itu, ia mendorong Pemerintah untuk memperluas jangkauan tracing sebagai bentuk tindakan preventif penularan cacar monyet.

“Dengan memperluas jangkauan tracing, kita dapat melakukan tindakan pencegahan sebelum penularannya meluas. Karena, pasien positif sudah mulai mengalami kenaikan,” kata Puan, Kamis (2/11/2023).

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) per 1 November 2023, sudah ada 29 kasus terkonfirmasi cacar monyet atau monkey fox (Mpox) di Indonesia. Rinciannya adalah 23 kasus terdapat di DKI Jakarta, satu kasus berasal dari Bandung, Jawa Barat, dua kasus berada di Tangerang Selatan, dua kasus di Kabupaten Tangerang dan satu kasus di Kota Tangerang, Banten.

Seluruh pasien terkonfirmasi cacar monyet adalah laki-laki dengan rentang usia 18 hingga 49 tahun. Berkaca dari data tersebut, Puan mendorong tim tracing untuk melihat masa inkubasi atau interval dari infeksi hingga timbulnya gejala cacar monyet yang biasanya mulai dari 6 hingga 13 hari meski dalam beberapa kasus, masa inkubasi bisa lebih lama hingga 21 hari.

“Melalui perluasan jangkauan tracing, Pemerintah dapat memberikan respons cepat apabila ada yang terkonfirmasi terpapar cacar monyet sehingga dapat langsung diisolasi. Ini juga merupakan langkah awal pencegahan meluasnya kasus cacar monyet,” ucap mantan Menko PMK itu.

Puan pun menjelaskan, upaya tracing juga perlu dilakukan di lingkungan pasien yang dinyatakan positif monkeypox untuk mencegah adanya satu daerah terpapar virus tersebut. Hal ini berkaca pada kasus penyebaran virus Covid-19 lalu.

“Harus dikuatkan pada surveilans epidemiologi di daerah. Penyebar awalnya dari mana itu harus di-tracing. Kita belajar banyak dari Covid-19, dan seharusnya sudah bisa lebih siap menghadapi penyebaran penyakit,” jelas Puan.

Menurutnya, perluasan jangkauan tracing juga dapat membantu sebagai indikator apakah pasien cacar monyet perlu diisolasi atau cukup hanya dengan perawatan jalan saja. Namun Puan menekankan hal tersebut harus berdasarkan observasi mendalam.

“Dengan tracing yang ketat dan melalui pendampingan tim medis ini akan menjadi upaya preventif kita dalam menangkal penyebaran virus cacar monyet di Indonesia,” ungkapnya.

Sejak tahun 2022, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan penyakit cacar monyet sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) atau darurat kesehatan masyarakat. Oleh sebab itu, Pemerintah diminta proaktif dalam melakukan upaya penanganan.

Dengan adanya langkah yang tepat, Puan berharap virus cacar monyet bisa diidentifikasi dengan cepat dan ditanggulangi sesuai prosedur. “Saya mendorong Pemerintah pusat dan daerah bersinergi membentuk tim tracing awal sebagai upaya pencegahan penyebaran penyakit ini. Kita jangan sampai terlambat mengantisipasi masalah kesehatan masyarakat,” tegas Puan.

Di sisi lain, Puan juga mendorong Pemerintah untuk menggencarkan upaya vaksinasi demi memperkuat imunitas tubuh masyarakat agar tidak terjangkit virus cacar monyet.

“Pastikan stok vaksin aman, jangan sampai jumlah kebutuhan vaksin di Indonesia itu tidak terpenuhi, jadi Kemenkes harus memperhatikan betul. Harus dilakukan berbagai upaya untuk memenuhi kuota vaksin untuk mengantisipasi lonjakan kasus cacar monyet,” pesan cucu Bung Karno tersebut. “Dan prioritaskan bagi masyarakat atau populasi yang memiliki risiko tinggi terhadap penyakit ini,” tambah Puan.

Di DKI Jakarta, vaksinasi Mpox sudah dilakukan sejak tanggal 24 Oktober 2023 lalu. Setidaknya sudah 447 orang yang mendapat vaksin Mpox di mana vaksinasi diselenggarakan di Fasilitas pelayanan kesehatan yang ditunjuk oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta yakni klinik Carlo serta Puskesmas yang berada di wilayah Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Jakarta Timur dan Jakarta Barat.

Sementara itu, Indonesia akan mendapatkan bantuan 2.000 vaksin cacar monyet atau monkeypox dari ASEAN dalam waktu dekat. Bantuan itu diberikan lantaran ketersediaan vaksin di tanah air terbatas yakni 1000 dosis atau hanya untuk 500 orang.

Puan meminta Pemerintah selalu siaga terhadap apapun kemungkinan yang akan terjadi dari penyebaran virus Mpox ini, apalagi lonjakan kasus cacar monyet diprediksi akan terjadi tahun depan. “Harus ada intervensi signifikan demi mencegah terjadinya lonjakan kasus cacar monyet, dan tentunya dukungan dari semua elemen bangsa termasuk DPR akan sangat berperan,” sebutnya.

Puan juga mengimbau masyarakat untuk terus menjalankan budaya hidup sehat dan bersih. “Hindari hal-hal berisiko yang dapat mempermudah penyebaran virus cacar monyet. Waspada selalu dengan menjalani protokol kesehatan yang ketat. Mencegah lebih baik daripada mengobati,” tutup Puan.

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Fikri Faqih Minta Pemerintah Perketat Pengawasan Tur Belajar

Oleh

Fakta News
Fikri Faqih Minta Pemerintah Perketat Pengawasan Tur Belajar
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih. Foto: DPR RI

Jakarta – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih meminta pemerintah memperketat pengawasan terhadap kegiatan study tour (tur belajar) yang sudah menjadi kegiatan ‘wajib’ di sekolah-sekolah. Hal tersebut Fikri sampaikan menyusul tragedi kecelakaan bus yang membawa siswa SMK Lingga Kencana Kota Depok saat melakukan study tour ke Ciater, Subang, Jawa Barat, baru-baru ini.

“Perlu dievaluasi menyeluruh mengenai tujuan, manfaat, dan kelayakan program yang sudah menjadi agenda tahunan di sekolah tersebut,” kata Fikri dalam rilis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Rabu (15/5/2024).

Lebih lanjut, ia menyampaikan belasungkawa kepada para keluarga korban tragedi kecelakaan tersebut. Maka dari itu, dirinya mendesak pihak yang bertanggung jawab dihukum sesuai dengan perundangan yang berlaku. Ia pun meminta pemerintah pusat dan daerah untuk mengevaluasi kegiatan study tour agar lebih terarah dan sesuai dengan asas, tujuan, dan kemanfaatan dalam Pendidikan para siswa.

“Misalnya perjalanan tur ke museum, pusat konservasi alam, atau instansi yang memberi edukasi dalam bidang-bidang tertentu,” imbuh Politisi Fraksi PKS ini.

Selain itu, kegiatan study tour yang bertujuan ke lokasi yang jauh, bahkan lintas provinsi dan lintas pulau sebaiknya ditinjau ulang. “Kegiatan ini tentu berbiaya besar dan bisa memberatkan bagi orangtua/wali siswa, kemudian ada faktor kelayakan dan keamanan yang harus dipenuhi dalam perjalanan tur jarak jauh tersebut,” urai Mantan Kepala Sekolah di suatu SMK di daerah Tegal tersebut.

Kegiatan study tour yang dilakukan di dalam kota juga dapat menjadi opsi yang terbaik, selain lebih murah dan lebih singkat waktu tempuhnya. “Tentu disesuaikan dengan tujuan dan manfaat yang mau diambil, karena kemungkinan besar masih banyak potensi di sekitar kota atau kabupaten sesuai domisili sekolah yang dapat menambah wawasan bagi siswa,” tambah dia.

Dengan begitu, sebenarnya kegiatan study tour dalam kota  juga dapat membantu meningkatkan perekonomian UMKM di wilayah asal/ domisili sekolah tersebut. “Wawasan siswa juga tetap diperkaya melalui pengenalan potensi alam, ekonomi, sosial dan budaya di daerahnya sendiri,” tutupnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Tak Hanya Kriteria Fisik, Penerapan KRIS Harus Pastikan Ketersediaan Tenaga Kesehatan dan Obat

Oleh

Fakta News
Tak Hanya Kriteria Fisik, Penerapan KRIS Harus Pastikan Ketersediaan Tenaga Kesehatan dan Obat
Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani. Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani menyatakan perlu ada kajian lebih lanjut pasca dihapuskannya kelas BPJS Kesehatan menjadi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang diwajibkan terhadap rumah sakit. Sebab, menurutnya, perubahan sistem tersebut, pasti akan memunculkan beberapa konsekuensi dari masyarakat yang menjadi peserta BPJS Kesehatan. Konsekuensi tersebut tidak hanya terkait keharusan memenuhi kriteria fisik, melainkan juga harus memastikan adanya ketersediaan tenaga kesehatan dan juga obat-obatan yang terstandardisasi.

“Banyak rumah sakit yang tidak siap untuk mengimplementasikan Kelas Rawat Inap Standar. Kenapa? Karena memang kalau kita bicara tentang kemampuan rumah sakit, (maka juga terkait) cash flow rumah sakit untuk membuat penyesuaian. Jadi kita minta untuk dilakukan kajian, kenapa? karena ketika kelas rawat inap standar ini diterapkan, diimplementasikan sudah pasti akan terjadi beberapa fenomena ya,” ujar Netty kepada Parlementaria di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (15/5/2024).

Diketahui, penghapusan Kelas BPJS Kesehatan menjadi KRIS tersebut merupakan amanat UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). UU tersebut lalu diturunkan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.  Salah satunya yakni mengatur penerapan fasilitas ruang perawatan rumah sakit dengan 12 kriteria. Namun implementasinya selalu diundur oleh Pemerintah karena banyak rumah sakit yang tidak siap.

Konsekuensi yang akan terjadi di antaranya yakni adanya gejolak di antara peserta BPJS Kesehatan. Adanya KRIS ini bisa diartikan akan tidak adanya perbedaan antara kelas satu, dua dan tiga karena setiap kelas akan mendapatkan layanan yang sama dengan kamar yang sama. Untuk itu perlu pengkajian, baik mengenai Premi BPJS, Imigrasi Peserta, dan Insentif untuk rumah sakit swasta.

“Jika semua peserta akan mendapatkan layanan yang sama, berarti kan kita harus mulai menghitung atau melibatkan aktuaria untuk menghitung paket INA-CBG. Apakah betul jarum suntiknya, obatnya, alat infusnya itu sama? kalau kemudian semuanya mendapatkan layanan yang sama. Nah ini saya minta kemarin supaya dilakukan kajian apakah Premi BPJS nya masih seperti itu?,” ujarnya.

Imigrasi peserta juga dikhawatirkan akan terjadi, karena pasti banyak peserta yang menganggap tidak adanya perbedaan pelayanan yang didapatkan antara kelas satu, dua dan tiga sehingga semua akan memilih kelas yang rendah saja. “Karena (masyarakat) pasti berpikirnya sama-sama? (Ibaratnya) kok Tuan dengan Pekerja, (bayar preminya) sama. Atasan dengan bawahan (bayar preminya) sekarang  sama gitu, bisa di ruangan yang sama, itu analoginya yang paling mudah,” jelas Politisi Fraksi PKS itu.

Kemudian insentif untuk rumah sakit swasta juga perlu dipikirkan, karena dengan adanya KRIS ini membuat rumah sakit swasta juga perlu melakukan penyesuaian. “Karena kan enggak ada anggaran dari pemerintah untuk rumah sakit swasta, berbeda dengan rumah sakit pemerintah. Ya pastinya mereka mendapatkan anggaran untuk bisa melakukan penyesuaian ruangan, tirai, kamar mandi dan seterusnya,” tambahnya

Namun, menurut Legislator dapil Jawa Barat VIII itu, catatan penting dalam penerapan KRIS ini bukan hanya soal kriteria fisik mengenai fasilitas pelayanan ruang inap saja, yang terpenting juga ketersediaan tenaga kesehatan dan obat bagi para pasien.

“Jadi jangan cuma kemudian kita merasa sudah memberikan layanan terbaik ketika kita bicara fisik, padahal kemudian ada dokter yang tidak datang pada jam prakteknya atau ketika pasien masih banyak dokter sudah pulang atau obat-obatan sebagiannya masih cost sharing, harus ambil dari kocek pasien. Nah hal seperti ini menurut saya perlu dibenahi. Kenapa? karena bagaimanapun ketika kita bicara kesehatan, yang sakit tidak bisa menunggu, yang miskin tidak dapat diabaikan,” tegasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Forum WWF 2024 Diharapkan Turunkan Konflik Air di Seluruh Dunia

Oleh

Fakta News
Forum WWF 2024 Diharapkan Turunkan Konflik Air di Seluruh Dunia
Wakil Ketua BKSAP Putu Supadma Rudana, saat mengikuti rapat bersama Ms. Yoon Jin selaku Director of 10th World Water Forum di Ruang Delegasi Nusantara III, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (7/5/2024). Foto: DPR RI

Jakarta – Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Putu Supadma Rudana mengatakan, melalui WWF 2024 diharapkan akan melahirkan komitmen bersama terkait air yang disepakati oleh seluruh Parlemen yang ada. Hal ini disampaikan dalam rangka World Water Forum (WWF) 2024 yang akan diselenggarakan di Bali pada 18-25 Mei 2024 mendatang.

“Yang pertama kan jelas untuk meng-evaluasi SDGs Nomor 6 tentang Air dan Sanitasi. Yang kedua bagaimana perspektif ini masa lalu ini harus dihadirkan. Contoh di Bali, karena saya orang Bali, ada Tri Hita Karana hubungan harmoni antara alam manusia dan Sang Pencipta. Yang kedua bagaimana di Bali, air yang disebut tirta selalu dimuliakan ada tempat sucinya, ada bagaimana kita melakukan penyucian dengan air juga, ada bagaimana air ini juga sangat dihormati, dihargai,” kata Putu usai rapat di ruang delgasi, Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (15/5/2024).

Putu menilai pengelolaan air yang benar dapat menurunkan potensi terjadi konflik. Menurutnya, sudah banyak negara yang mengalami konflik karena air contohnya di Sungai Nil. Sementara itu telah terjadi perselisihan selama 10 tahun antara Mesir dan Ethiopia mengenai pasokan air di Sungai Nil. Kedua pihak mencari solusi internasional, namun perundingan yang dipimpin oleh Departemen Luar Negeri AS – dan diikuti oleh Uni Eropa dan PBB – hanya menghasilkan sedikit kesepakatan setelah empat tahun.

“Nah tentu kita harus merawat menata air bagaimana kita juga jangan sampai air ini menimbulkan konflik. Karena banyak negara sudah mulai ada konflik terhadap air di Sungai Nil, jadi Afrika ini sudah menjadi konflik. Nah tentu karena belum menuju potensi itu tentu kita harus mengelola bersama. Kita cari komitmen bersama agar akses terhadap air ini khususnya air bersih bisa diterima oleh masyarakat. Jadi artinya bisa diterima langsung dan masyarakat mendapat kesejahteraan jangan ada beban biaya yang tinggi untuk akses terhadap air,” ungkapnya.

“Nah tentu forum ini sangat monumental sehingga kita berpikir awal sudah baik kita tentu harus sukseskan ke depan. Dan forum ini juga kita memiliki komitmen bagaimana menggerakkan aksi parlemen untuk peduli terhadap air dan pada akhirnya memberikan kesejahteraan kepada masyarakat,” tambahnya. Dengan tema WWF kali ini, “Mobilizing Parliamentary Action on Water For Shared Prosperity”, Putu menjelaskan Parlemen di WWF ingin mengeluarkan sebuah dokumen antara komitmen bersama maupun deklarasi.

Baca Selengkapnya