Komisi III Minta Kapolda Metro Jaya Netral dan Profesional Tangani Masalah Apartemen GCM
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Desmod Junaidi Mahesa memimpin Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kapolda Metro Jaya, Irjen (Pol) Karyoto. Dalam rapat ini, Komisi III meminta Kapolda Metro Jaya untuk netral dan profesional dalam menangani permasalahan Apartemen Graha Cempaka Mas (GCM), Kemayoran, Jakarta Pusat. Hal itu agar tidak terjadi pembicaraan yang tidak sesuai fakta dan merusak citra dari institusi kepolisian.
Dia meminta permasalahan ini bisa diselesaikan secara damai tanpa melibatkan pihak lain untuk ikut campur dalam masalah ini. Komisi III, tegasnya, pun berencana mempertemukan semua pihak yang bersengketa, termasuk pihak Saurip Kadi untuk ikut ke dalam rapat selanjutnya.
“Kira-kira bisa ketemu Pak Saurip Kadi gak untuk kita bahas? Kalian merancang, mau ketemu nggak, kalau gak ketemu kita biarin aja Pak Kapolda. Ini kan jadi perdata,” papar Desmond di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (23/5/2023).
Diketahui, permasalahan apartemen GCM ini muncul lantaran terdapat dualisme kepengurusan pengelolaan Apartemen GCM. Pengurus pertama diwakili oleh Pihak PT Duta Pertiwi selaku pengelola yang ditunjuk oleh perhimpunan pemilik rumah susun campur (PPRSC) kubu Heri Wijaya buka suara. Sedangkan, pengurus kedua diinisiasi oleh Tony Soenanto dan Mayjen (Purn) Saurip Kadi membentuk Forum Komunikasi Warga (FKW).
Dalam perjalanannya, sesuai dengan UU rumah susun, terbentuk PPRSC GCM SK Gubernur Nomor 1209 Tahun 2000. PPRSC GCM ini lalu menunjuk badan pengelola yaitu PT Duta Pertiwi sebagai pengelola sejak tahun 2000-2012 untuk mengelola IPL (Iuran Pengelola Lingkungan) ataupun service charge air dan listrik. Kemudian pada tahun 2013 PPRSC GCM mengumumkan rencana kenaikan IPL dan PPN. Sekelompok warga yang tidak setuju atas kenaikan tersebut lalu membentuk FKW tersebut.
PPRSC GCM ini yang pertama menunjuk PT Duta Pertiwi sebagai pengelola itu membawahi 800 kurang lebih 800 kepala keluarga, sedangkan Tonny Soesanto membentuk Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Rumah Susun Graha Cempaka Mas (P3SRS GCM) yang membawahi 200 kepala keluarga. P3SRS GCM ini lalu menyebut kedudukan PT Duta Pertiwi sebagai pengelola hak bersama di Apartemen GCM ilegal.
Di sisi lain, Perwakilan PT Duta Pertiwi Tbk, Satya Dharma, mengatakan 200 penghuni Apartemen Graha Cempaka Mas (GCM) belum membayar tagihan listrik ke pengelola sebesar Rp 40 miliar. Satya lantas menyarankan agar dilakukan audit dari kedua pihak.
Atas persoalan ini, Komisi III menghendaki agar persoalan kisruh warga apartemen Graha Cempaka Mas, Kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat dengan Pengelolanya yaitu PT Duta Pertiwi Tbk bisa selesai dengan damai. “Pada prinsipnya kita ingin ini bisa diselesaikan. Mungkin agak enaknya bisa nggak diselesaikan atau pula penyelesaian menurut PT Duta Pertiwi itu, kalau memang ada pemikiran untuk menyelesaikan kira-kira mau ke mana penyelesaian ini. Kalau begini terus ya tidak akan selesai,” jelas Desmond.
Politisi dari Fraksi partai Gerindra ini pun menegaskan, tugas aparat agar tetap netral. “Ini yang tidak boleh. Apalagi ada statement tentang state terrorism itu ya. Negara jadi teroris dari kasus apartemen kan lucu banget gitu. Negara ini tidak boleh jadi terorisme di dalam rangka urusan apartemen. Muncul kalimat ini ini yang menurut saya merusak institusi kepolisian ya, kita jaga ini” tandas Desmond.
Di kesempatan yang sama, Anggota Komisi III Heru Widodo menyetujui pimpinan rapat untuk mempertemukan semua pihak yang bersangkutan untuk hadir bersama untuk menyelesaikan, jika tidak ada kesepakatan maka bisa berlanjut ke ranah perdata. Dia menegaskan bahwa pihak kepolisian sudah melakukan pekerjaannya secara proporsional dan profesional dalam menanggapi permasalahan tersebut.
“Yang penting dua-duanya ketemu sepakat. Lalu kemudian yang kedua, saya tidak mau pihak kepolisian disebutkan seolah-olah bahwa polisi membela pengusaha dan lain sebagainya, saya tidak mau itu. Setahu saya dari hasil laporan ini polisi sudah melakukan hal yang sudah proporsional dan profesional. Sudah melakukan mediasi sudah menjaga kamtibmas dan sebagainya,” ungkap Heru.
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.