Connect with us

Buka Bersama Ibu Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid dengan Anak-Anak Sekolah Rakyat Kejawan, Yatim dan Janda/Duda

Jakarta – Melanjutkan program sahur dan buka bersama keliling nusantara, Ibu DR. (HC). Hj. Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, M.Hum. menyapa anak-anak binaan Sekolah Rakyat Kejawan serta anak yatim dan janda/duda di Surabaya pada 8 April 2023 atau bertepatan tangggal 17 Ramadhan 1444 H.

Acara yang bertema “Dengan Berpuasa kita tempakan kembali ketaqwaan, kemanusiaan, moral dan persatuan ke dalam jiwa anak bangsa” sedianya akan dilaksanakan di Sekolah Rakyat Kejawan, atas beberapa pertimbangan dan masukan berbagai pihak, terutama dari Paspampres RI akhirnya digeser dan dilaksanakan di Gedung Menara Sains, Kampus ITS.

Selain anak yatim, janda/duda serta murid-murid binaan Sekolah Rakyat Kejawan, acara juga dihadiri oleh para perwakilan dari lintas agama, aktifis penggerak kebhinnekaan, mahasiswa dari beragam wilayah dan suku bangsa, alumni perguruan tinggi serta perwakilan berbagai elemen pendukung. Acara ini merupakan kolaborasi antara Yayasan Puan Amal Hayati Bersama Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI), Sekolah Rakyat Kejawan (SRK), BAZNAS RI, Ditjen Kebudayaan RI, Direktorat Kemahasiswaan ITS, Komunitas Alumni Perguruan Tinggi (KAPT), Alumni Sanmar Surabaya, Angkatan 93 ITS, PERBANAS, Arha Graha Peduli (AGP) dan Great Diponegoro (GD) hotel didukung Relawan dari Bidik Misi PENS (E-BIO) dan Hima Mekatronika PENS.

Saat bu Shinta memasuki acara, disambut dengan sholawat dan dilanjutkan iringan lagu Yalal Wathon yang dibawakan oleh UKN Cinta Rebana ITS dan disuarakan dengan gegap gembita oleh para hadirin. Mengawali acara, Lagu Indonesia Raya tiga stansa dinyanyikan oleh semua yang hadir dan dimaksudkan sebagai kebiasaan yang baik untuk mendalami makna tujuan berbangsa, harapan serta doa yang terkandung dalam lirik lengkap lagu tersebut. Dilanjutkan dengan pembacaan ayat suci Al-Quran oleh Azka Mazaya dan sari tilawah oleh Muhammad Abdurrahman Daafiq (murid SRK). Dipilih QS Al Hujurat 13 sebagai peneguh semangat keberagaman dan kebersamaan serta ketawaan menuju kemuliaan sebagai umat manusia.

Prof. Muhammad Ashari (Rektor ITS), menyambut hangat dan gembira atas kehadiran Ibu Negara Ri ke-4 di ITS. Ashari menceritakan kembali bahwa ITS memberikan Penghargaan kepada KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang telah berkontribusi memajukan derajat kehidupan dan peradaban melalui pengembangan sains, teknologi, dan inovasi untuk kemaslahatan manusia. Penghargaan yang diberikan saat Dies natalis ITS ke 61itu diterima dan diwakili oleh Anita Hayatunnufus Wahid (putri ketiga Gus Dur). Pada kesempatan itu Rektor ITS juga mengenalkan jajaran wakil rektor yang hadir, menyapa para pihak yang terlibat dalam kolaborasi acara ini, serta memberikan apresiai tinggi pada Angkatan 93 ITS yang telah mengawali kontribusi pada ITS dan Bangsa melalui komunitas yang tergabung dalam Angkatan masuk ke ITS tahun 1993.

Dr. Ikhsan, S.Psi., MM. (Sekda Kota Surabaya) mewakili Walikota menyampaikan bahwa Kota Surabaya juga telah menjalankan ajaran Gus Dur, yakni mengamalkan kebhinnekaan, membangun Rumah Pancasila, menjaga dan menguatkan keberagaman sebagai daya dukung persatuan.

“Surabaya adalah miniatur Indonesia yang Pancasila dan Bhinneka. Kita kuatkan lagi, toleransi beragama. Kami senang sekali Ibu Shinta sebagai icon kebhinnekan dan kemanusiaan telah hadir menguatkannya. Terima kasih atas kerjasama semuanya,” pungkas Ikhsan.

Pada Acara yang bertajuk Buka Bersama Pasca Pandemi 2023 ini Ibu Shinta didampingi Nia Syarifudin (ANBTI) Rektor ITS,dan Sekda Kota Surabaya, menyampaikan rasa terima kasihnya kepada semua pihak yang selama ini telah bahu membahu tidak kenal lelah dan bekerja sama mensupport kegiatan yang telah beliau rintis dan jalankan selama 23 tahun.

Ia menceritakan bahwa acara yang telah ia rintis Bersama Gus Dur adalah lebih kepada sahur bersama kaum dhuafa, kau m marjinal se-Indonesia. Mengapa sahur bersama karena saat sahur biasanya sepi dari penyelenggaraan dan dirasa lebih tepat memberikan support pada yang akan berpuasa.

“Kegiatan saya adalah kegiatan sahur bersama , bukan buka Bersama. Mengapa? Karena antara buka bersama dengan sahur jauh bedanya. Memang, memberi yang buka akan melipatgandakan pahalanya. Namun dalam pelaksanaannya sudah banyak yang keluar dari maknanya. Buka adalah membatalkan puasa, banyak orang yang menyelenggarakan (menyebarkan) buka bersama, bahkan berlomba-lomba, dari surau, masjid besar, masjid kecil, hotel-hotel dan sebagainya. Yang menyelenggarakan kadang-kadang tidak puasa. Yang diajak berbuka, kadang-kadang juga tidak puasa. Terus apa yang didapatkan? Pahala dunianya apa?” tutur Ibu Shinta.

Tidak banyak sambutan yang diberikan oleh Ibu Shinta, kesempatan justru lebih banyak digunakan untuk berdialog dengan para peserta yang utamanya adalah murid SRK, anak yatim dan janda/duda. Dengan santai dan telaten Ibu Shinta memberikan berbagai pertanyaan, seperti sekarang pada puasa atau nggak, menjani kewajiban atau gimana, yang tahu arti surat Al Baqarah ayat 120, dsb. Juga menyapa dengan menanyakan asal dari suku dari peserta dari mana saja, madura, batak, sunda, Jawa, NTT, Maluku, Papua, Bugis, dsb., serta membuka pertanyaan.

Salah satunya Rifdah Azizah Salsabila (mahasiswa ITS, pendamping SRK) yang menanyakan mengapa di Indonesia kadang-kadang masih banyak yang ndak toleransi, padahal sudah lama merdeka (78 tahun). Dijawab oleh Ibu Shinta bahwa memang masih banyak masyarakatnya yang masih kurang menghargai, kurang menghormati. Itulah PR kita bersama untuk terus mensosialisasikan dan memperjuangkan upaya untuk saling menghormati, menghargai, menerima perbedaan. Sesi dialog dan tanya jawab ini oleh Ibu Shinta memang ditujukan untuk mendidik dan mengarahkan serta menguatkan keberagaman, keimanan dan ketaqwaan.

Menjelang magrib, acara ditutup dengan doa yang disampaikan oleh KH Miftahul Luthfi Muhammad al Mutawakkil (Gus Luthfi), pengasuh Pondok Pesantren Ali BaSyah Tambak bening Surabaya. Pada kesempatan tersebut Ibu Shinta didampingi Rektor ITS dan Sekda Kota Surabaya, secara simbolis menyampaikan paket sembako dan santunan (yang merupakan akumulasi partisipasi dari Baznas RI, Angkatan 93 ITS, Perbanas dan AGP) kepada para anak Yatim (Ganendra dan Diva) serta Janda (MbokTijah, Bu Sulastri, Bu Siswanto).

Dengan telaten Ibu Shinta bedialog menanyai satu persatu kabar dan kondisi mereka secara mendalam, sebagai bentuk sebuah empat dan kepedulian, tidak sekedar formalitas belaka.
Sita Pramesthi (pengelola Sekolah Rakyat Kejawan) sangat gembira dengan kehadiran Ibu Shinta. Ia berharap kedatangan Ibu Shinta memberikan support anak-anak SRK masyarakat dalam jangkauan SRK untuk memahami tentang kebhinnekaan, saling menghormati dan menghargai perbedaan, meningkatkan ketawaan, terutama di bulan Ramadhan.

“Kehadiran Ibu Shinta membersamai kami adalah sebuah kehormatan dan penyemangat kami untuk terus membawa Sekolah Rakyat Kejawan sebagai bagian dari ikon Pancasila, menjadi tempat berkomunitas, wahana pembelajaran tidak saja akdemis, tapi juga pembelajaran perilaku sosial yang bersandar pada nilai-nilai luhur bangsa,” pungkas Sita yang juga Angkatan 93 ITS dari jurusan Matematika.

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal

Oleh

Fakta News
Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat kunjungan kerja reses di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap mahalnya biaya pendidikan tinggi di perguruan tinggi negeri. Menurutnya, dengan mahalnya biaya pendidikan tinggi itu dapat menghambat pencapaian target pemerintah dalam meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tinggi. Menurut data tahun 2023, APK untuk laki-laki hanya 29,12 persen dan untuk perempuan 33,87 persen, angka yang jauh dari target yang diharapkan.

Konsekuensinya, tambah Ledia, dengan biaya pendidikan yang sangat mahal  itu banyak calon mahasiswa yang terhambat untuk melanjutkan pendidikan. “Dengan mahalnya perguruan tinggi negeri ini, bagaimana mungkin kita bisa mencapai target APK yang lebih baik jika banyak anak-anak kita yang tidak mampu melanjutkan pendidikan karena biaya?” ujar Ledia kepada Parlementaria, di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024).

Diketahui, Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi (PT) adalah perbandingan antara jumlah penduduk yang masih bersekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (tanpa memandang usia penduduk tersebut) dengan jumlah penduduk yang memenuhi syarat resmi penduduk usia sekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (umur 19- 23 tahun).

Ledia pun mengkritik sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang berlaku di banyak perguruan tinggi, yang menurutnya masih memberatkan bagi sebagian besar calon mahasiswa. “Ada perguruan tinggi dengan sistem UKT yang sangat tinggi, dan ada pula yang menengah namun tetap mahal, belum lagi adanya uang pangkal yang harus dibayar di awal,” ujar politisi Alumni Master Psikologi Terapan dari Universitas Indonesia ini.

Ledia juga menyoroti perlunya sebuah sistem pendidikan tinggi yang lebih pro kepada masyarakat, terutama bagi warga negara Indonesia yang memiliki kemampuan akademis namun ada keterbatasan ekonomi. “Kita perlu membuat sistem yang lebih baik, yang lebih mendukung anak-anak kita untuk bisa kuliah tanpa dibebani biaya yang tidak mampu mereka tanggung,” ujar Politisi Fraksi PKS ini.

Lebih lanjut, Ledia menegaskan bahwa pendidikan tinggi harus diakses oleh semua lapisan masyarakat. “Kita membuat kampus itu mandiri, namun bukan berarti kita bisa mengabaikan warga negara Indonesia, terutama anak-anak muda kita yang sebenarnya punya kemampuan dalam akademisnya tapi tidak dalam ekonominya,” ujarnya.

Kebijakan saat ini, menurut Ledia, harus segera dibahas dan diperbaiki, dengan keterlibatan langsung dari kampus-kampus dan pemerintah untuk mencari solusi yang efektif. “Perlu ada diskusi serius antara pemerintah dengan perguruan tinggi untuk menata ulang sistem pendanaan pendidikan tinggi di negara kita,” tutur Ledia.

Dalam mencari solusi, Ledia juga menyarankan agar perguruan tinggi negeri bisa terhubung lebih baik dengan program beasiswa dan bantuan finansial lainnya yang bisa membantu meringankan beban mahasiswa. “Harus ada lebih banyak opsi beasiswa dan bantuan finansial yang dapat diakses oleh mahasiswa yang membutuhkan,” ucap Ledia.

Ledia berharap bahwa dengan perbaikan sistem yang lebih inklusif dan mendukung, Indonesia bisa mencapai tujuan menjadi negara dengan sumber daya manusia yang unggul pada 2045. “Ini semua tentang membangun fondasi yang kuat untuk pendidikan tinggi di Indonesia, memastikan semua anak berhak dan mampu mendapatkan pendidikan yang layak,” pungkasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah

Oleh

Fakta News
Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah
Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Maros – Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin mengecam kebijakan terkait sertifikat tanah yang merugikan masyarakat. Dalam pernyataannya, ia menyampaikan keprihatinannya terhadap biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang melonjak drastis setelah penerbitan sertifikat tanah.

“Sangat disayangkan melihat betapa besarnya biaya PBB yang harus ditanggung masyarakat setelah memiliki sertifikat tanah. Hal ini menjadi hambatan besar bagi petani dan pengguna lahan lainnya untuk mendaftarkan tanah mereka,” ujar Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024).

Menurutnya, masyarakat enggan membuat sertifikat tanah karena adanya komponen biaya PBB yang meningkat secara signifikan setelah kepemilikan tanah tersebut bersertifikat. Hal ini berdampak negatif terutama bagi para petani dan pengguna lahan lainnya yang mayoritas hidup dengan penghasilan terbatas.

Rosiayati pun menyerukan pentingnya koordinasi antara pemerintah daerah dan Dinas Pajak untuk meninjau ulang kebijakan terkait tarif PBB. “Saya berharap agar Dinas Pajak dapat mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat yang terdampak dan menyesuaikan tarif PBB dengan lebih adil,” tambahnya.

Kemudian, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu juga menegaskan bahwa pembenahan terhadap kebijakan tersebut penting dilakukan agar masyarakat merasa lebih terbantu dan terjamin hak-haknya atas tanah yang mereka miliki.

“Pemerintah harus fokus pada upaya mempermudah akses masyarakat terhadap kepemilikan tanah dengan biaya yang terjangkau, sehingga tidak menghambat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat,” tutupnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!

Oleh

Fakta News
PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat mengikuti Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi X DPR RI, di Kota Medan Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto: DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah mengungkapkan, kekhawatirannya terkait kesiapan pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI yang dijadwalkan pada September 2024 di Aceh dan Sumatera Utara. Ledia menyatakan bahwa meskipun pemerintah daerah telah berkomitmen dengan mengalokasikan dana besar, masih terdapat kekurangan yang perlu ditangani oleh pemerintah pusat.

“Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah mengeluarkan anggaran sekitar Rp2,1 triliun, dan belum lagi dari Pemerintah Kabupaten/Kota dari APBD untuk pembangunan venue dan lain-lain. Namun, ada beberapa hal penting yang masih harus di-cover oleh pemerintah pusat,” ujar Ledia, Medan, Sumatera Utara, Senin (6/5/2024).

Menurutnya, masih ada kebutuhan dana tambahan untuk menyelesaikan infrastruktur yang belum rampung. “Persoalnnya ada hal yang harus dicover oleh pemerintah pusat, apakah itu bisa selesai atau enggak. Kita belum tahu sampai sekarang pemerintah daerah juga enggak bisa apa-apa, itu sangat tergantung dari pusat,” ujarnya.

Ledia juga menyampaikan bahwa Komisi X DPR RI telah mengusulkan agar penundaan PON hingga awal tahun 2025 untuk memastikan semua persiapan bisa tuntas. “Beberapa dari kami sudah mengusulkan untuk ditunda sampai Januari atau Februari 2025 sehingga penyelenggaraannya bisa berjalan dengan baik dan tidak terburu-buru,” tegas Ledia.

Selain itu, Ledia menekankan bahwa ada kesamaan situasi dengan PON sebelumnya di Papua, yang juga harus diundur karena pandemi COVID-19. “Situasinya serupa dengan apa yang terjadi di Papua. Jika memang belum siap, jangan dipaksakan,” tegasnya.

Ledia juga berharap dengan waktu yang masih ada, bisa di optimalkan dengan baik. “Harapan nanti penyelenggarannya bisa berjalan dengan baik, karena ini baru pertama kali diselenggarakan di dua  provinsi, belum lagi setelah itu ada peparnas untuk disabilitas. Nah jadi memang harusnya lebih matang, kalau memang belum siap jangan dipaksakan,” ungkap Ledia.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah berkomitmen untuk juga menggunakan venue yang sudah ada dengan memperbaikinya. Namun, Ledia menyatakan, “Sekarang ini yang ditunggu adalah dukungan anggaran dari pemerintah pusat, bisa atau tidak,” ungkapnya.

Ditambah lagi, menurut Ledia, “Telah dianggarkan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga sebanyak Rp300 miliar untuk biaya operasional seperti pembayaran wasit dan juri, namun untuk infrastruktur, kecepatan penyelesaian dari pemerintah pusat masih menjadi tanda tanya”.

Kekhawatiran terus mengemuka seiring dengan mendekatnya waktu pelaksanaan PON XXI, dengan banyak pihak berharap agar pemerintah pusat dapat segera mengambil tindakan untuk menyelesaikan persiapan yang masih tertunda.

Baca Selengkapnya