Connect with us
DPR RI

Komisi VI Dorong Indonesia Punya Indeks Komoditas Nasional

Komisi VI Dorong Indonesia Punya Indeks Komoditas Nasional
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Aria Bima saat memimpin Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Komoditas dengan Ekonom, Faisal Basri di ruang rapat Komisi VI DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (30/3/2023). Foto: DPR RI

Jakarta – Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Aria Bima mengungkapkan bahwa sudah seharusnya Indonesia memiliki indeks komoditas nasional dan sistem perdagangan yang efisien dan transparan. Supaya Indonesia punya kesempatan mengontrol harga dan volume perdagangan untuk melindungi kepentingan nasional.

“Seharusnya Indonesia memiliki indeks komoditas nasional dan sistem perdagangan yang efisien dan transparan. Indeks komoditas nasional yang memuat indeks harga komunitas nasional real time, dan menjadi acuan harga pasar dunia. Hal itu sangat dibutuhkan agar posisi Indonesia akan menjadi lebih kuat sebagai price maker dunia yang juga bisa mengontrol volume serta harga komoditas tersebut sehingga dapat melindungi kepentingan nasional. Termasuk pada level petani dan produsen komoditas tersebut dapat ditingkatkan kesejahteraannya,” ujar Aria Bima dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Komoditas dengan Ekonom, Faisal Basri di ruang rapat Komisi VI DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (30/3/2023).

Dijelaskannya, sebagaimana diketahui Indonesia memiliki komoditas unggulan dalam jumlah besar yang sangat diminati pasar internasional seperti batubara, bauksit, timah, nikel, CPO, Kakao, tembaga, tembakau, kopi teh dan lain-lain. Namun Indonesia sebagai produsen bukanlah penentu harga komoditas tersebut, tetapi tergantung pada harga pasar dunia sehingga hasil ekspor tersebut tidak memberikan pendapatan yang maksimal.

Adapun indeks harga nikel timah Boxit selama ini mengikuti indeks harga dari London Meta Exchange. Begitu pula dengan harga kakao dan kopi mengikuti indeks harga dari New York dan London. Sementara itu CPO tembakau ditentukan oleh Rotterdam dan Malaysia.

Oleh karena itu, Komisi VI DPR RI membentuk Panja (Panitia Kerja) Komoditas. Panja inilah yang akan terus menggali, ingin mendapatkan masukan dari para pakar dan berbagai elemen lainnya, (seperti rapat pada hari ini dengan Ekonom Faisal Basri). Sehingga ke depan memungkinkan Indonesia memiliki indeks komunitas nasional dengan sistem perdagangan yang efisien dan transparan.

“Tujuan panja ini juga berharap untuk menghidupkan akibat dari Indeks ini adalah resi gudang. Dari reesi gudang ini yang dapat ditukar di lembaga keuangan mikro atau lembaga keuangan lainnya sehingga kita dapat menghitung seberapa besar pelaksanaan undang-undang tersebut dan ini diterapkan oleh Kementerian perdagangan. Kedua, menghidupkan sistem pembayaran countertrade (barter),” ungkapnya.

Selain itu, lanjut, tujuan lainnya adalah mencermati efektivitas undang-undang yang terkait, tujuan keempat mengatasi ketidakpastian informasi permintaan dan penawaran yang tidak jelas, terutama waktu Indonesia pernah mengalami berbagai hal terkait ketidakjelasan fluktasi harga, seperti CPO maupun batubara beberapa waktu lalu saat pandemi atau pasca pandemi. Ketidakjelasan dengan melihat berbagai aspek termasuk yang menyangkut sistem pembayaran terhadap perdagangan komoditas.

“Sejauh ini, Kami (Komisi VI DPR) telah mengundang Profesor Bustanul Arifin. Kita kemarin juga mengundang tokoh senior dari perdagangan, Pak Ardiansyah yang mana kita banyak mendapatkan masukan. Tapi sampai hari ini kita juga belum yakin, belum mendapatkan kerangka pemikiran, struktur berpikir seperti apa yang sebenarnya Indonesia. Mempunyai keinginan atau mempunyai mimpi tentang pembentukan atau keinginan mempunyai indeks harga komoditas yang sebenarnya dari produk komoditasnya, seperti yang diawal telah saya sampaikan,” pungkasnya.

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Mulyanto Sesalkan Impor Migas dari Singapura Semakin Meningkat

Oleh

Fakta News
Mulyanto Sesalkan Impor Migas dari Singapura Semakin Meningkat
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto. Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menyesalkan nilai impor Migas (Minyak dan Gas) nasional dari Singapura yang semakin hari bukan semakin berkurang, melainkan semakin meningkat. Menurutnya, hal ini merupakan kabar buruk bagi pengelolaan Migas nasional.

Hal tersebut diungkapkannya menyusul rencana Menteri ESDM yang akan menaikkan impor BBM menjadi sebesar 850 ribu barel per hari (bph), terutama dari Singapura. “Pemerintah jangan manut saja didikte oleh mafia migas. Harus ada upaya untuk melepas ketergantungan impor migas. Paling tidak impor migas ini harus terus-menerus dikurangi. Jangan sampai pemerintah tersandera oleh mafia impor migas,” ungkap Mulyanto dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Kamis (25/4/2024).

Untuk itu, lanjut Politisi dari Fraksi PKS ini, perlu adanya terobosan berarti terkait upaya pembangunan dan pengelolaan kilang minyak nasional di tanah air. Pasalnya, Sejak Orde Baru belum ada tambahan pembangunan kilang minyak baru, sementara rencana pembangunan Kilang Minyak Tuban, sampai hari ini tidak ada kemajuan yang berarti.

“Masa kita kalah dan tergantung pada Singapura, karena kita tidak punya fasilitas blending dan storage untuk mencampur BBM. Padahal sumber Migas kita tersedia cukup besar dibandingkan mereka,” tambahnya.

Mulyanto berharap Pemerintah mendatang perlu lebih serius menyelesaikan masalah ini. Hal itu jika memang ingin mengurangi defisit transaksi berjalan sektor migas serta melepas ketergantungan pada Singapura. Diketahui, Singapura dan Malaysia memiliki banyak fasilitas blending dan storage yang memungkinkan untuk mencampur berbagai kualitas BBM yang diproduksi dari berbagai kilang dunia, untuk menghasilkan BBM yang sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan.

“Karena kita tidak memiliki fasilitas ini maka kita terpaksa mengimpor BBM sesuai dengan spesifikasi kebutuhan kita dari negara jiran tersebut,” pungkasnya.

Untuk diketahui, produksi minyak nasional saat ini hanya mencapai sekitar 600 ribu barel per hari, sementara kebutuhan mencapai 840 ribu barel per hari. Kekurangan tersebut harus ditutupi melalui impor, dengan 240 ribu barel per hari berasal dari minyak mentah dan 600 ribu barel per hari dari BBM.

Baca Selengkapnya

BERITA

Proyek BMTH di Pelabuhan Benoa Diharapkan Mampu Pulihkan Ekonomi Nasional

Oleh

Fakta News
Proyek BMTH di Pelabuhan Benoa Diharapkan Mampu Pulihkan Ekonomi Nasional
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Martin Manurung saat memimpin pertemuan dalam Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi VI DPR RI di Denpasar, Bali, Senin (22/4/2024). Foto : DPR RI

Denpasar – Proyek Bali Maritime Tourism Hub (BMTH) yang sedang dibangun di Pelabuhan Benoa, diharapkan mampu memulihkan ekonomi nasional, selain mempromosikan pariwisata Bali lebih luas lagi.

Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Martin Manurung saat memberi sambutan pembuka pada pertemuan Komisi VI dengan sejumlah direksi BUMN yang terlibat dalam pembangunan BMTH. Komisi VI berkepentingan mengetahui secara detail progres pembangunan proyek strategi nasional tersebut.

“Ini proyek strategis nasional  (PSN) yang diharapkan mampu  memulihkan ekonomi nasional melalui kebangkitan pariwisata Bali. Proyek BMTH diharapkan mampu membangkitkan kembali sektor pariwisata Bali pasca pandemi Covid 19,” katanya saat memimpin pertemuan dalam Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi VI DPR RI di Denpasar, Bali, Senin (22/4/2024).

Dijelaskan Martin, PSN ini dikelola PT. Pelindo  III  yang merupakan mitra kerja Komisi VI DPR RI. Proyek ini membutuhkan dukungan berbagai pihak, seperti PT. Pertamina Patra Niaga, PT. Pertamina Gas Negara, dan pihak terkait lainnya, agar bisa bekerja optimal dalam memulihkan ekonomi nasional. Pariwisata Bali yang sudah dikenal dunia juga kian meluas promosinya dengan eksistensi BMTH kelak.

Proyek ini, sambung Politisi Fraksi Partai Nasdem tersebut, memang harus dikelola secara terintegrasi. Namun, ia menilai, progres pembangunan BMTH ini cenderung lamban. Untuk itu, ia mengimbau semua BUMN yang terlibat agar solid berkolaborasi menyelesaikan proyek tersebut.

Baca Selengkapnya

BERITA

Dyah Roro Ingatkan Konflik di Jazirah Arab Berimplikasi Kenaikan Harga Minyak

Oleh

Fakta News
Dyah Roro Ingatkan Konflik di Jazirah Arab Berimplikasi Kenaikan Harga Minyak
Anggota Komisi VII DPR RI Dyah Roro Esti. Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota Komisi VII DPR RI Dyah Roro Esti mengungkapkan bahwa konflik antara Iran dan Israel dapat memiliki implikasi ekonomi dan geopolitik yang signifikan, terutama dalam segi harga minyak mentah dunia (crude palm oil/CPO).

“Konflik antara Iran dan Israel dapat memiliki implikasi ekonomi dan geopolitik. Terutama dalam segi harga minyak mentah dunia,” ujar Roro dalam siaran pers yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Kamis (25/4/2024).

Meski, saat ini harga minyak mentah dunia masih terpantau cukup stabil, dan per tanggal 22 April 2024 pukul 16.00, harga untuk WTI Crude Oil berada pada kisaran 82,14 dolar AS per barel, dan untuk Brent berada pada kisaran 86,36 dolar AS per barel. Namun, konflik di jazirah arab itu berpotensi menimbulkan kenaikan harga minyak mentah dunia, yang bisa menembus 100 dolar AS per barel.

Terkait dengan dampak dari konflik geopolitik terhadap kondisi harga BBM di dalam negeri tersebut, Politisi dari Fraksi Partai Golkar menjelaskan bahwa dari pihak pemerintah, melalui Menteri Koordinator Bidang Ekonomi Airlangga Hartarto, telah menegaskan dan memastikan bahwa harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tidak akan naik akibat konflik ini, paling tidak sampai bulan Juni 2024 ini.

“Untuk selanjutnya, Pemerintah masih perlu melihat dan mengobservasi lebih lanjut terlebih dahulu. Saya berharap agar dampak dari eskalasi konflik di Timur Tengah ini masih bisa ditahan dan diatasi oleh Pemerintah Indonesia, sehingga kenaikan BBM masih bisa dihindari,” pungkasnya.

Baca Selengkapnya