Komisi XI Pastikan KUR bagi Pengusaha Mikro Diberikan Tanpa Agunan
Jakarta – Implementasi Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) saat ini masih mengalami beberapa hambatan dilapangan dan belum sesuai seperti yang diharapkan. Utamanya terkait KUR yang masuk kriteria pinjaman dengan nominal Rp25 juta kebawah bagi pengusaha mikro yang semestinya dapat diberikan tanpa memerlukan agunan akan tetapi pada praktiknya masih ditemui pelaksanaan yang berbeda dari aturan yang telah disepakati.
Demikian hal tersebut diungkapkan Wakil Ketua Komisi XI DPR RI M. Amir Uskara disela-sela agenda Kunjungan Kerja Komisi XI DPR RI ke Kabupaten Bantaeng Provinsi Sulawesi Selatan, Kamis (2/3/2023).
“Terkait dengan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) memang ada beberapa hal yang sering menjadi hambatan di lapangan yang tidak sesuai dengan apa yang telah kita sepakati, terutama KUR bagi pengusaha mikro yang harusnya tanpa agunan ini masih dibebankan oleh perbankan tingkat bawah untuk menyiapkan agunan. (Persoalan) KUR untuk pengusaha mikro ini juga banyak kami dapatkan selama kami keliling diseluruh daerah di Indonesia, dimana ternyata KUR ini masih belum mencapai dari apa yang kita harapkan,” ucap Amir Uskara.
Padahal, lanjut Amir, keberadaan KUR untuk usaha mikro ini ditujukan agar dapat menambah UMKM baru yang diharapkan bisa menggerakkan ekonomi di daerah masing-masing. “Untuk KUR – KUR yang ada saat ini juga kami soroti karena ternyata banyak penerima KUR itu bergulir di satu UMKM saja, dimana seharusnya KUR itu menyebar ke tempat lain. Hal itu mungkin perbankan ingin bermain aman terhadap dana KUR itu, sehingga mereka gulirkan di tempat yang sama. Ini juga saya kira kurang maksimal karena yang kita harapkan KUR ini betul-betul bisa menyebar secara maksimal ke UMKM – UMKM yang ada di seluruh Indonesia sehingga mereka bisa bergerak dengan bebas untuk bisa meningkatkan usaha mereka,” tandas Politisi PPP itu.
Dikatakannya, terkait Kredit Usaha Rakyat ini sebenarnya sudah disepakati bahwa ada jaminan dari pihak asuransi yakni Jamkrindo dan Askrindo. Beban bank sebenarnya hanya 30 persen dari beban yang ada. Artinya jika ada keterlambatan atau masalah terkait dengan pembiayaan KUR ini sebenarnya porsi beban bank hanya 30 persen, sedangkan yang lainnya sudah dijamin oleh asuransi.
“Oleh karenanya hal ini perlu kita dorong agar perbankan bisa memaksimalkan. Jangan terkesan hanya ingin bersikap aman dari pihak perbankannya. Yang kita harapkan adalah bagaimana KUR ini betul-betul bisa menggerakkan ekonomi masyarakat dari sisi UMKM yang tersebar di seluruh daerah,” kata Amir.
Ia menilai, persoalan mekanisme perbankan terkait masalah KUR haruslah dipermudah. KUR tidak bisa disamakan dengan kredit komersil karena memang berbeda dari sisi pembebanannya. “Padahal pemerintah menggelontorkan dana KUR ini semata untuk kepentingan menggerakkan ekonomi masyarakat. Harus ada perbedaan mekanisme administrasi antara pemohon KUR dan pemohon kredit komersil,” tegasnya.
Sementara menyangkut masalah inflasi, Amir menyatakan, di beberapa daerah yang ada, kerjasama antara Bank Indonesia dengan Pemerintah Daerah dalam rangka penanggulangan inflasi ini sudah berjalan lancar. “Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) yang ada di beberapa daerah yang sudah berjalan, saya kira bisa mengendalikan inflasinya. Di daerah-daerah yang kami datangi yang TPID nya lengkap terbentuk diseluruh provinsi dan kabupaten/kota, inflasinya lebih terkendali dibandingkan dengan daerah yang belum membentuk TPID-nya. Karena TPID dengan koordinasi yang dilakukan bisa saling mengisi,” tuturnya.
Ia mengatakan, terkadang persoalan inflasi hanyalah persoalan distribusi bukan karena tidak adanya barang. Oleh karenanya yang diperlukan adalah distribusi dan koordinasi antara para pemimpin daerah yang menjadi provinsi produsen dengan provinsi konsumen.
“Hal inilah yang perlu ditingkatkan. Kami melihat bahwa TPID yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah bersama Bank Indonesia ini sangat efektif. Tinggal bagaimana supaya komunikasi dan kerjasama antara provinsi produsen dan provinsi konsumen ini bisa ditingkatkan,” ujarnya.
Namun demikian Amir juga mengakui bahwa untuk momen-momen tertentu seperti menjelang Ramadhan memang harus ada intervensi pemerintah khususnya menyangkut suplai barang pangan. “Jangan sampai ada pihak-pihak tertentu yang bermain melakukan penimbunan untuk mendapatkan keuntungan secara pribadi atau personal terhadap komoditi tersebut,” pungkasnya.
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.