Komisi VII Dukung Pengembangan Ekosistem KBLBB PT Hyundai Motor Manufacturing Indonesia
Jakarta – Anggota Komisi VII DPR RI Arkanata Akram menyampaikan, saat ini Indonesia tengah bersiap memasuki era industri kendaraan listrik dengan menyiapkan ekosistem kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB). Hal tersebut sesuai dengan amanat Presiden Republik Indonesia melalui Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.
“Ekosistem kendaraan listrik ini merupakan salah satu upaya untuk mendukung percepatan transisi energi baru dan terbarukan di Indonesia, yang mana selaras dengan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan yang tengah dibahas di Komisi VII DPR RI. Persiapan ekosistem kendaraan listrik ini juga merupakan salah satu langkah bahwa Indonesia memiliki komitmen untuk mengurangi emisi karbon atau bahkan bisa mencapai kondisi net zero emission di Indonesia,” ucap Arka saat memimpin tim kunjungan kerja Komisi VII DPR RI ke PT Hyundai Motor Manufacturing Indonesia di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (9/12/2022).
Sebagaimana yang diketahui, lanjutnya, PT Hyundai Motor Manufacturing Indonesia (HMMI) merupakan pabrik manufaktur kendaraan listrik pertama di Indonesia dengan rencana produksi 1.000 mobil listrik per tahun dengan nama Ioniq 5. Arka menegaskan, Komisi VII DPR RI tentu sangat mensupport langkah Indonesia untuk menjadi pemain dalam global supply chain di industri mobil listrik.
“Negara kita memiliki sumber daya mineral yang sangat besar untuk pengembangan industri mobil listrik. Kita punya nikel, kita punya kobalt, sebagai material penting untuk baterai litium. Bauksit yang bisa diolah menjadi aluminium dan kemudian dapat dimanfaatkan untuk kerangka mobil listrik serta tembaga yang dibutuhkan untuk baterai dan sistem kabel-kabel di mobil listrik. Hilirisasi bahan-bahan mentah mineral kita harus dilakukan agar nilai tambahnya meningkat, memberikan nilai tambah yang optimal,” ujarnya.
Dikatakannya, untuk menjadi pemain kunci dibidang kendaraan listrik ini, maka perlu dibangun ekosistem yang kuat. Sebab tanpa ekosistem yang kuat di dalam negeri, niscaya akan sulit bersaing dengan negara lain dalam membangun industri mobil listrik. Sehubungan dengan hal itu, Komisi VII DPR RI yang membidangi masalah energi, memandang perlu untuk menjadikan PT Hyundai Motor Manufacturing Indonesia sebagai obyek Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VII DPR RI.
“Kunjungan ini dilakukan sebagai bentuk dukungan Komisi VII DPR RI dalam tiap investasi kendaraan listrik di Indonesia dan juga tentunya dukungan terhadap pengembangan industri hulunya terutama industri baterai. Harapannya mobil listrik ini akan menjadi mobil listrik pertama yang dibuat di Indonesia yang diproduksi untuk memenuhi pasar Indonesia maupun pasar ekspor,” ungkap Arka.
Ia mengatakan, untuk bisa merealisasikannya maka semua stakeholder terkait harus bisa bersinergi, berkoordinasi, dan berkolaborasi agar pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia dapat berjalan semaksimal mungkin. “Komisi VII DPR RI berharap dengan pertemuan ini akan lebih meningkatkan sinergi antara Komisi VII DPR RI dengan para mitra kerja dalam rangka menjalankan tugas-tugas konstitusional Komisi VII DPR RI,” pungkasnya.
Turut hadir dalam pertemuan tersebut, Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian RI Taufik Bawazier, Dirjen EBTKE Kementerian ESDM RI Dadan Kusdiana, Direktur Manajemen Proyek & EBT PT PLN (Persero) Wiluyo Kusdwiharto,Direktur Produksi PT Hyundai Motor Manufacturing Indonesia (HMMI) Wayan, serta Direktur External Affairs PT HMMI Tri Wahono.
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.