Komisi IX Menyoal Standarisasi Rawat Inap BPJS Kesehatan
Jakarta – Implementasi penerapan BPJS Kesehatan kelas standar mendapat masukan dari para anggota Komisi IX DPR RI. Terkait hal ini, Komisi IX DPR RI mendesak Kementerian Kesehatan RI dan DJSN bersama BPJS Kesehatan mempersiapkan secara komprehensif kebijakan dan implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) sebagai implementasi UU Sistem Jaminan Sosial.
Ketua Komisi IX DPR RI Felly Estelita Runtuwene menyampaikan beberapa hal yang perlu menjadi perhatian pemerintah dalam penerapan KRIS, antara lain dibuatnya peta jalan pemenuhan sarana prasarana rumah sakit sesuai indikator KRIS.
“Jangan sampai implementasi KRIS terhadap pembiayaan, kualitas pelayanan kesehatan, tarif rumah sakit dan iuran peserta JKN memberatkan masyarakat. Poin ini harus menjadi perhatian pemerintah sebelum menerapkan KRIS,” katanya dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Direktur Utama BPJS Kesehatan ALi Ghufron Mukti dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (5/7/2022).
Hal senada, Anggota Komisi IX DPR RI Dewi Asmara mengingatkan dalam menerapkan implementasi KDK dan KRIS perlu mempertimbangan kesiapan keseluruhan sistem, bukan hanya infrastruktur dan sumber daya manusia. “Jangan sampai implementasi KRIS menurunkan kualitas pelayanan JKN. Contoh dari dua rumah sakit yang diujicobakan saat ini, kekurangan tempat tidur dan memperpanjang proses antri dan kerugian,” ungkapnya.
Sebelumnya, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyampaikan terkait rencana penerapan rawat inap standar pada program Jaminan Kesehatan Nasional (KRIS JKN). Ia menjelaskan implementasi KRIS JKN telah diamanatkan di dalam Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yang kemudian aturan lebih lanjut diturunkan di dalam Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Menurut Ali, berdasarkan Perpres 64 Tahun 2020 tersebut, alasan perlu diterapkannya KRIS JKN adalah agar BPJS bisa keluar dari jebakan defisit. “Defisit lebih dari Rp50 triliun. Makanya mengakibatkan persoalan rumit. Dibikin Perpres (64 Tahun 2020) dan harus cepat selesai. Dalam Pasal 54A, eksplisit jelas disebutkan, berkelanjutan program pendanaan KRIS agar tidak defisit. Sekarang (BPJS Kesehatan) sudah tidak defisit,” jelasnya.
Karena itu, Ali menambahkan persoalan mengenai KRIS JKN saat ini digeser peruntukannya, bukan lagi untuk menutupi defisit BPJS Kesehatan, tapi untuk perbaikan mutu layanan kesehatan di Indonesia. Kendati demikian, lanjut dia, untuk menerapkan layanan BPJS Kelas Standar banyak sekali persoalan yang harus diperhitungkan dan dikonsepkan dengan matang. Salah satunya besaran tarif yang dibayarkan BPJS Kesehatan ke fasilitas kesehatan akan menjadi dobel.
Sebagaimana diketahui, kelas standar mulai diuji coba di lima RS vertikal milik Kemenkes pada awal bulan ini. Menteri Kesehatan Budi Gunawan menjelaskan, 50% RS vertikal akan mulai mengimplementasikan kelas standar pada paruh kedua tahun depan. Kemudian pada paruh kedua, diharapkan 100% RS milik Kemenkes menerapkan kelas standar, 30% di RS lainnya termasuk RSUD, RS TNI dan Polri, dan milik swasta.
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.