Connect with us

Menperin: Kinerja Industri Otomotif Bangkit Di Tengah Pandemi, Tumbuh 17,82 Persen

Jakarta – Industri otomotif di tanah air semakin menunjukkan geliatnya di tengah tekanan pandemi Covid-19 yang masih melanda. Hal ini tercermin dari laju produktivitas kendaraan yang tetap terjaga dalam upaya memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor, yang juga berdampak pada akselerasi pemulihan ekonomi nasional.

“Industri alat angkut tumbuh luar biasa, mencapai dua digit pada tahun 2021, yaitu sebesar 17,82%. Sektor otomotif ini sebagai salah satu penopang utama pertumbuhan industri manufaktur dan ekonomi nasional,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Karawang, Selasa (15/2).

Pada kesempatan tersebut, Menperin mendampingi Presiden Joko Widodo dalam acara Pencapaian Produksi Ekspor ke Dua Juta Unit dan Pelepasan Ekspor Perdana Ke Australia dari PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia TMMIN). Dalam laporannya kepada Presiden, Menperin menyampaikan, hal tersebut merupakan salah satu milestone bagi kebangkitan produk otomotif Indonesia yang sesuai standar produk global.

Menurut Menperin, sama halnya dengan ekspor ke Jepang, ekspor produk mobil ke Australia terkenal memiliki spesifikasi yang ketat, misalnya terkait spesifikasi bahan bakar, emisi, dan keamanan, menandakan industri otomotif Indonesia telah memiliki daya saing yang tinggi, sehingga produknya diminati di berbagai pasar mancanegara.

“Dengan demikian, setelah menembus pasar Australia, Indonesia sudah ekspor ke empat benua di dunia, yaitu Amerika, Afrika, Asia, Australia,” imbuhnya.

Dengan rantai nilai yang terbentang luas, industri otomotif nasional memiliki nilai forward linkage sebesar Rp35 triliun dan nilai backward linkage sebesar Rp43 triliun pada tahun 2021. “Untuk Toyota sendiri memiliki nilai forward linkage senilai Rp19,7 triliun dan nilai backward linkage senilai Rp16,1 triliun. Jadi yang disumbangkan Toyota hampir 40% dari total akumulatif industri manufaktur,” ujarnya.

Agus menyampaikan, pihaknya bertekad memacu sektor industri untuk terus meningkatkan investasi, nilai tambah, dan melakukan perluasan pasar ekspor, termasuk membuka pasar-pasar ekspor baru, di antaranya adalah Australia.

“Hal ini sesuai dengan arahan dan penugasan dari Bapak Presiden, yang menyampaikan pentingnya hal-hal tersebut,” tuturnya.

Terkait nilai investasi, industri otomotif tercatat merealisasikan sebesar Rp22,5 triliun pada tahun 2021, naik 220% dibanding capaian penanaman modal tahun 2020. Sementara itu, komitmen Toyota Group akan menambah investasi sebesar Rp28,3 triliun sampai tahun 2024.

Mengenai peningkatan nilai tambah, Kementerian Perindustrian terus mengakselerasi pendalaman struktur industri otomotif, sehingga nilai tingkat komponen dalam negeri (TKDN) atau local purchase dari kendaraan yang diproduksi di Indonesia semakin meningkat.

“Saat ini, local purchase kendaraan roda empat atau lebih yang diproduksi di Indonesia rata-rata 20-80%. Namun dapat kami laporkan bahwa seluruh produksi dari Toyota sudah memiliki local purchase atau lokal konten sebesar 75%. Jadi, merek boleh Toyota, tetapi sebetulnya produk dalam negeri,” papar Menperin.

Untuk perluasan pasar ekspor, khususnya pangsa pasar ekspor produk otomotif Indonesia telah mampu menembus lebih dari 80 negara dengan kinerja ekspor tahun 2021 tercatat sebanyak 294 ribu unit kendaraan CBU dengan nilai sebesar Rp52,90 triliun, serta sebanyak 91 ribu set CKD dengan nilai sebesar Rp1,31 triliun, dan 85 juta pieces komponen dengan nilai sebesar Rp29,13 triliun.

“Secara khusus ekspor produk TMMIN pada tahun 2021 sebanyak 119 ribu unit kendaraan atau sekitar 40% dari total ekspor otomotif Indonesia ke luar negeri. Alhamdulillah, Bapak Presiden bisa hadir untuk melepas pengiriman ekspor perdana ke Australia yang juga disertai beberapa produk diekspor ke Filipina dan Jepang,” ungkap Agus.

Menperin pun memberikan apresiasi kepada PT TMIIN yang akan menjadikan Indonesia sebagai hub ekspor dari semua produk-produknya dengan teknologi dan standar tinggi. “Selain itu, PT Toyota juga telah menyampaikan komitmennya untuk memproduksi beberapa jenis kendaraan elektrifikasi, yang akan diawali dengan produksi Kijang hybrid. Tentunya kami akan terus mendukung dan mendorong percepatan produk elektrifikasi atau kendaraan listrik murni,” tandasnya.

Oleh karena itu, pemerintah memberikan perhatian besar terhadap pengembangan industri otomotif melalui beragam stimulus. Karenanya, Menperin menyampaikan terima kasih kepada Presiden Joko Widodo atas segenap dukungan serta arahan yang ditujukan untuk membangkitkan pelaku industri otomotif di tengah pandemi, terutama melalui pemberian insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP).

“Hasil kebijakan PPnBM DTP terbukti mampu menopang pertumbuhan dan peningkatan produksi kendaraan dan mampu menghindarkan terjadinya PHK pada sektor industri otomotif, khususnya sektor IKM,” tegasnya.

Pada kesempatan tersebut, Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa pandemi bukan hanya menghadirkan ujian dan tantangan bagi semua pihak, utamanya bagi dunia usaha atau pelaku industri.

“Pandemi ini juga membuka untuk kita bisa mengambil peluang dan kesempatan yang ada, baik itu mengambil peluang pasar-pasar baru, yang peluang itu telah terbukti diambil oleh PT TMMIN dengan ekspor perdananya ke Australia,” paparnya.

Karena itu, Kepala Negara mengapresiasi kepada PT TMMIN karena produknya berupa Toyota Fortuner berhasil tembus ke pasar Australia.

“Keberhasilan ini juga didukung dari SDM-SDM Indonesia yang memiliki kualifikasi yang sangat baik untuk produk ekspor, khususnya dalam memproduksi mobil. Sebab, harus sangat teliti, cermat, dan hati-hati karena ini menyangkut keselamatan orang,” ujarnya.

Presiden pun memberikan apresiasi kepada upaya Menteri Perindustrian dalam terus mendorong ekspor mobil hingga mencapai 80-an negara di empat benua.

“Yang saya senang juga bahwa kandungan lokalnya, TKDN sudah lebih dari 75 persen. Artinya, banyak komponen atau spare part, dan juga aksesoris-aksesoris yang ada di dalam mobil itu disuplai dari industri-industri UKM kita. Ini juga sangat baik untuk menghidupkan usaha-usaha kecil, yang ada di negara kita,” tandasnya.

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal

Oleh

Fakta News
Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat kunjungan kerja reses di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap mahalnya biaya pendidikan tinggi di perguruan tinggi negeri. Menurutnya, dengan mahalnya biaya pendidikan tinggi itu dapat menghambat pencapaian target pemerintah dalam meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tinggi. Menurut data tahun 2023, APK untuk laki-laki hanya 29,12 persen dan untuk perempuan 33,87 persen, angka yang jauh dari target yang diharapkan.

Konsekuensinya, tambah Ledia, dengan biaya pendidikan yang sangat mahal  itu banyak calon mahasiswa yang terhambat untuk melanjutkan pendidikan. “Dengan mahalnya perguruan tinggi negeri ini, bagaimana mungkin kita bisa mencapai target APK yang lebih baik jika banyak anak-anak kita yang tidak mampu melanjutkan pendidikan karena biaya?” ujar Ledia kepada Parlementaria, di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024).

Diketahui, Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi (PT) adalah perbandingan antara jumlah penduduk yang masih bersekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (tanpa memandang usia penduduk tersebut) dengan jumlah penduduk yang memenuhi syarat resmi penduduk usia sekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (umur 19- 23 tahun).

Ledia pun mengkritik sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang berlaku di banyak perguruan tinggi, yang menurutnya masih memberatkan bagi sebagian besar calon mahasiswa. “Ada perguruan tinggi dengan sistem UKT yang sangat tinggi, dan ada pula yang menengah namun tetap mahal, belum lagi adanya uang pangkal yang harus dibayar di awal,” ujar politisi Alumni Master Psikologi Terapan dari Universitas Indonesia ini.

Ledia juga menyoroti perlunya sebuah sistem pendidikan tinggi yang lebih pro kepada masyarakat, terutama bagi warga negara Indonesia yang memiliki kemampuan akademis namun ada keterbatasan ekonomi. “Kita perlu membuat sistem yang lebih baik, yang lebih mendukung anak-anak kita untuk bisa kuliah tanpa dibebani biaya yang tidak mampu mereka tanggung,” ujar Politisi Fraksi PKS ini.

Lebih lanjut, Ledia menegaskan bahwa pendidikan tinggi harus diakses oleh semua lapisan masyarakat. “Kita membuat kampus itu mandiri, namun bukan berarti kita bisa mengabaikan warga negara Indonesia, terutama anak-anak muda kita yang sebenarnya punya kemampuan dalam akademisnya tapi tidak dalam ekonominya,” ujarnya.

Kebijakan saat ini, menurut Ledia, harus segera dibahas dan diperbaiki, dengan keterlibatan langsung dari kampus-kampus dan pemerintah untuk mencari solusi yang efektif. “Perlu ada diskusi serius antara pemerintah dengan perguruan tinggi untuk menata ulang sistem pendanaan pendidikan tinggi di negara kita,” tutur Ledia.

Dalam mencari solusi, Ledia juga menyarankan agar perguruan tinggi negeri bisa terhubung lebih baik dengan program beasiswa dan bantuan finansial lainnya yang bisa membantu meringankan beban mahasiswa. “Harus ada lebih banyak opsi beasiswa dan bantuan finansial yang dapat diakses oleh mahasiswa yang membutuhkan,” ucap Ledia.

Ledia berharap bahwa dengan perbaikan sistem yang lebih inklusif dan mendukung, Indonesia bisa mencapai tujuan menjadi negara dengan sumber daya manusia yang unggul pada 2045. “Ini semua tentang membangun fondasi yang kuat untuk pendidikan tinggi di Indonesia, memastikan semua anak berhak dan mampu mendapatkan pendidikan yang layak,” pungkasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah

Oleh

Fakta News
Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah
Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Maros – Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin mengecam kebijakan terkait sertifikat tanah yang merugikan masyarakat. Dalam pernyataannya, ia menyampaikan keprihatinannya terhadap biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang melonjak drastis setelah penerbitan sertifikat tanah.

“Sangat disayangkan melihat betapa besarnya biaya PBB yang harus ditanggung masyarakat setelah memiliki sertifikat tanah. Hal ini menjadi hambatan besar bagi petani dan pengguna lahan lainnya untuk mendaftarkan tanah mereka,” ujar Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024).

Menurutnya, masyarakat enggan membuat sertifikat tanah karena adanya komponen biaya PBB yang meningkat secara signifikan setelah kepemilikan tanah tersebut bersertifikat. Hal ini berdampak negatif terutama bagi para petani dan pengguna lahan lainnya yang mayoritas hidup dengan penghasilan terbatas.

Rosiayati pun menyerukan pentingnya koordinasi antara pemerintah daerah dan Dinas Pajak untuk meninjau ulang kebijakan terkait tarif PBB. “Saya berharap agar Dinas Pajak dapat mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat yang terdampak dan menyesuaikan tarif PBB dengan lebih adil,” tambahnya.

Kemudian, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu juga menegaskan bahwa pembenahan terhadap kebijakan tersebut penting dilakukan agar masyarakat merasa lebih terbantu dan terjamin hak-haknya atas tanah yang mereka miliki.

“Pemerintah harus fokus pada upaya mempermudah akses masyarakat terhadap kepemilikan tanah dengan biaya yang terjangkau, sehingga tidak menghambat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat,” tutupnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!

Oleh

Fakta News
PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat mengikuti Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi X DPR RI, di Kota Medan Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto: DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah mengungkapkan, kekhawatirannya terkait kesiapan pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI yang dijadwalkan pada September 2024 di Aceh dan Sumatera Utara. Ledia menyatakan bahwa meskipun pemerintah daerah telah berkomitmen dengan mengalokasikan dana besar, masih terdapat kekurangan yang perlu ditangani oleh pemerintah pusat.

“Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah mengeluarkan anggaran sekitar Rp2,1 triliun, dan belum lagi dari Pemerintah Kabupaten/Kota dari APBD untuk pembangunan venue dan lain-lain. Namun, ada beberapa hal penting yang masih harus di-cover oleh pemerintah pusat,” ujar Ledia, Medan, Sumatera Utara, Senin (6/5/2024).

Menurutnya, masih ada kebutuhan dana tambahan untuk menyelesaikan infrastruktur yang belum rampung. “Persoalnnya ada hal yang harus dicover oleh pemerintah pusat, apakah itu bisa selesai atau enggak. Kita belum tahu sampai sekarang pemerintah daerah juga enggak bisa apa-apa, itu sangat tergantung dari pusat,” ujarnya.

Ledia juga menyampaikan bahwa Komisi X DPR RI telah mengusulkan agar penundaan PON hingga awal tahun 2025 untuk memastikan semua persiapan bisa tuntas. “Beberapa dari kami sudah mengusulkan untuk ditunda sampai Januari atau Februari 2025 sehingga penyelenggaraannya bisa berjalan dengan baik dan tidak terburu-buru,” tegas Ledia.

Selain itu, Ledia menekankan bahwa ada kesamaan situasi dengan PON sebelumnya di Papua, yang juga harus diundur karena pandemi COVID-19. “Situasinya serupa dengan apa yang terjadi di Papua. Jika memang belum siap, jangan dipaksakan,” tegasnya.

Ledia juga berharap dengan waktu yang masih ada, bisa di optimalkan dengan baik. “Harapan nanti penyelenggarannya bisa berjalan dengan baik, karena ini baru pertama kali diselenggarakan di dua  provinsi, belum lagi setelah itu ada peparnas untuk disabilitas. Nah jadi memang harusnya lebih matang, kalau memang belum siap jangan dipaksakan,” ungkap Ledia.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah berkomitmen untuk juga menggunakan venue yang sudah ada dengan memperbaikinya. Namun, Ledia menyatakan, “Sekarang ini yang ditunggu adalah dukungan anggaran dari pemerintah pusat, bisa atau tidak,” ungkapnya.

Ditambah lagi, menurut Ledia, “Telah dianggarkan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga sebanyak Rp300 miliar untuk biaya operasional seperti pembayaran wasit dan juri, namun untuk infrastruktur, kecepatan penyelesaian dari pemerintah pusat masih menjadi tanda tanya”.

Kekhawatiran terus mengemuka seiring dengan mendekatnya waktu pelaksanaan PON XXI, dengan banyak pihak berharap agar pemerintah pusat dapat segera mengambil tindakan untuk menyelesaikan persiapan yang masih tertunda.

Baca Selengkapnya