Connect with us

YLBHI Samakan Rezim Jokowi dengan Rezim Soeharto, Politisi Senayan: Narasi Berlebihan, Jelas Beda

Presiden Joko Widodo

Jakarta – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengunggah foto Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Soeharto sejajar mengenakan jas dan peci warna hitam dalam akun instagram resminya. Dalam unggahannya tersebut YLBHI menyebut foto dibuat oleh koalisi masyarakat sipil dengan menyertakan 10 poin yang diklaim sebagai kesamaan pemerintahan Jokowi dan Orba.

Atas unggahannya ini, YLBHI mendapat kritikan dari sejumlah politisi yang berada di DPR RI. Sejumlah politisi senayan dari PDI Perjuangan, Partai Gerindra dan Partai Golkar pun angkat bicara atas unggahan YLBHI.

Anggota Komisi XI DPR RI PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno menyebut ada persamaan serta perbedaan pemerintahan Jokowi dan Soeharto. Persamaan terletak pada ekonomi, sementara perbedaan terletak pada politik.

“Meski ada kesamaannya, tetap lebih banyak perbedaannya. Di zaman Soeharto, pakem yang dijalankan, liberalisme ekonomi digenjot, liberalisme politik dikendalikan. Jadi muncul pemerintahan yang otoriter. Ada defisit demokrasi,” sebut Hendrawan.

“Sekarang, liberalisme ekonomi dan politik berjalan bareng. Di tengah-tengah liberalisasi, disrupsi teknologi dan globalisasi, Jokowi berusaha mengorkestrasi peran negara untuk terus hadir sebagaimana ada dalam konsideran Nawacita,” tegasnya.

Senior PDI Perjuangan ini mengulas juga soal adanya penilaian era saat ini demokrasi Indonesia sudah bablas. Jokowi, kata Hendrawan, mengoreksi kondisi tersebut.

“Di era reformasi, ada yang bahkan berpandangan, demokrasi kita sudah kebablasan. Orang bebas berekspresi apa saja, termasuk yang mendasarkan gerakannya pada ideologi di luar Pancasila. Pemerintahan Jokowi berusaha melakukan koreksi, sebelum terlambat dan kita terancam disintegrasi,” ucapnya.

Oleh sebab itu, Hendrawan menilai ada perbedaan pemerintahan Jokowi dan Soeharto. Terkait dengan kesamaan terletak pada strategi ekonomi, Hendrawan tak mengelak.

“Beda. Dalam strategi pembangunan ekonomi memang banyak kesamaannya. Kata Pak Kwik Kian Gie, karena pengambil kebijakannya orang-orang dari kubu yang sama, yang mesra dan dewasa bersama IMF dan Bank Dunia,” imbuhnya.

Sementara itu dari Partai Gerindra mengkritik keras aksi ini. Juru Bicara Partai Gerindra Habiburokhman mengatakan terlalu berlebihan menyamakan rezim Jokowi dengan rezim Orba.

“Narasi tersebut terlalu berlebihan kalau menyamakan rezim Orba dengan rezim Jokowi, gradasi atau derajat penindasannya agak jauh satu sama lain,” kata kepada wartawan, Senin (14/2/2022).

Habiburokhman tak setuju dengan narasi model pembangunan serba mengedepankan fisik minus demokrasi. Habiburokhman mengatakan tak ada ruang demokrasi zaman Orba sehingga kejadian seperti Kedung Ombo bisa terjadi. Habiburokhman mengatakan era demokrasi saat ini terbuka dan protes warga bisa tersampaikan dengan baik, salah satunya soal Wadas.

“Saat ini ruang demokrasi dan informasi terbuka, warga Wadas bisa menyampaikan protes secara terbuka dan bahkan Komisi III bisa langsung terjun ke sana,” katanya.

Soal unggahan YLBHI ini, Anggota Komisi III DPR ini menyebut narasi pembangunan bernuansa koruptif dan nepotis juga tidak sama derajatnya. Sekarang, kata Habiburokhman, negara ini punya KPK, Kejaksan dan Polri yang kinerjanya disebutnya maksimal dalam pemberantasan korupsi.

“Coba saja lihat, siapapun bisa menjadi tersangka kalau memang melakukan kesalahan. Mulai dari kepala desa, kepala dinas, kepala daerah sampai menteri sekalipun bisa dijerat aparat penegak hukum. Hal tersebut tidak terjadi di era Orde Baru,” ujar dia.

Kriminalisasi dan penembakan rakyat, kata Habiburokhman, juga berbeda derajatnya antara rezim Orba dan saat ini. Menurutnya, kasus Wadas dengan kasus Kedung Ombo atau Talangsari tak bisa dibedakan. “Kalau toh ada korban yang penting oknum pelaku kekerasannya bisa segera ditindak,” ujar dia.

Habiburokhman menyebut kritik memang merupakan hak masyarakat sipil. Namun, dia menyarankan kritik tersebut harus terukur dan tidak membabi-buta.

“Rekan-rekan memang punya hak menyampaikan kritik, tetapi janganlah sampaikan kritik yang membabi-buta. Rakyat sudah cerdas. Kita perlu kritikan untuk bersama-sama melakukan evaluasi penyelenggaraan kehidupan bernegara, bukan sekedar serangan politik belaka,” ujar dia.

Sedangkan Ketua DPP Golkar Ace Hasan Syadzily menanggapi foto Presiden Joko Widodo (Jokowi) disejajarkan dengan Presiden RI Soeharto dengan narasi 10 kesamaan di dua era tersebut. Ace menegaskan pemerintahan Jokowi dengan Soeharto jelas berbeda.

“Saya kira jelas berbeda ya di era Jokowi dengan era orde baru. Kita saat ini berada dalam sistem demokrasi dan penuh keterbukaan serta transparan,” kata Ace kepada wartawan, Senin (14/2/2022).

Ace menyinggung sistem keterbukaan informasi era Jokowi dan Orde Baru yang dinilainya sangat berbeda. Ace menilai Jokowi sangat mendukung kebebasan pers.

“Belum lagi, saat ini keterbukaan informasi itu didukung juga dengan kebebasan pers dan media sosial yang memungkinkan bagi proses politik yang lebih terbuka dan transparan,” ujarnya.

Menurut Ace, suara masyarakat sipil justru saat ini memberikan pengaruh terhadap demokrasi sesuai mekanisme yang ada. Oleh karena itulah dia menilai pemerintahan Jokowi dan Soeharto jauh berbeda.

“Jadi kontrol rakyat dan masyarakat sipil sangat berpengaruh kuat dengan berbagai instrumen untuk mengekspresikan kebebasan politik dan menyuarakan pendapatnya. Selain bahwa mekanisme prosedur demokrasi melalui lembaga-lembaga demokrasi yang ada,” katanya.

“Jadi menurut saya sih jelas berbeda sekali. Bahwa Pemerintahan Jokowi perlu mendapatkan kritik, memang seharusnya begitu dan sejatinya demikian,” kata Ace.

Berikut 10 poin kesamaan pemerintahan Jokowi dan Orba seperti diunggah akun YLBHI

  1. Mengutamakan pembangunan fisik dan serba “dari atas” ke “bawah” untuk kejar target politik minus demokrasi.
  2. Pembangunan bernuansa koruptif dan nepotis
  3. Tidak ada perencanaan resiko untuk masyarakat yang terdampak pembangunan sehingga menciptakan kemiskinan (pemiskinan) struktural
  4. Pembangunan tidak berizin atau dengan izin yang bermasalah
  5. Legal (UU dan Kebijakan) namun tanpa legitimasi suara rakyat.
  6. Melayani kehendak kekuasaan dan elite oligarki dengan cara perampasan & perusakan lingkungan.
  7. Menstigma rakyat yang melawan perampasan hak dengan melawan pembangunan, komunis, radikal, anarko
  8. Menangkap, mengkriminalisasi bahkan tak segan menembaki rakyat yang mempertahankan hak hingga terbunuh
  9. Pendamping & warga yang bersolidaritas dihalangi bahkan ditangkap
  10. Mengontrol narasi, informasi termasuk membelokkan fakta
Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Desak Tinjau Ulang, Permendikbud Jangan Timbulkan Misinterpretasi Alasan Naikkan UKT

Oleh

Fakta News
Desak Tinjau Ulang, Permendikbud Jangan Timbulkan Misinterpretasi Alasan Naikkan UKT
Anggota Komisi X DPR RI Andreas Hugo Pareira saat mengikuti Rapat Kerja Komisi X dengan Mendikbudristek di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (21/05/2024). Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota Komisi X DPR RI Andreas Hugo Pareira meminta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk meninjau ulang Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Biaya Operasional Pendidikan Tinggi. Hal ini karena, menurutnya, peraturan tersebut rentan untuk diinterpretasikan oleh sejumlah perguruan tinggi negeri terutama mengenai biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT).

“Saya kira perlu ditelusuri (ditinjau ulang) lagi (Permendikbudristek). Sehingga jangan menimbulkan misinterpretasi atau multi-interpretasi yang kemudian menyebabkan PTN mengatakan tidak salah (menaikkan UKT) karena Permendikbudnya memberikan ruang,” tuturnya dalam Rapat Kerja Komisi X dengan Mendikbudristek di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (21/05/2024).

Menurutnya, terdapat sejumlah pasal pada Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 yang berpolemik dan rentan untuk diinterpretasikan secara semena-mena. Salah satunya, yakni pasal 11 mengenai UKT yang ditetapkan setelah calon mahasiswa baru diterima di perguruan tinggi.

“Nah saya kira ini ini penting, sehingga tidak terjadi interpretasi yang menyebabkan seperti apa yang terjadi sekarang ini. Saya kira tadi yang disampaikan Pak Dirjen bagus, ya apabila dilaksanakan dengan sesuai apa yang dimaksudkan gitu. tetapi munculnya masalah ini itu tadi ada beberapa poin yang menimbulkan polemik,” ujar Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu.

Baca Selengkapnya

BERITA

Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Ingatkan Harapan Generasi Muda Soal Akses Air Bersih

Oleh

Fakta News
Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Ingatkan Harapan Generasi Muda Soal Akses Air Bersih
Ketua DPR RI Puan Maharani saat menyampaikan pidato penutup pertemuan yang digelar di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Bali, Selasa (21/5/2024). Foto: DPR RI

Jakarta – Ketua DPR RI Puan Maharani menutup jalannya sidang Pertemuan Parlemen pada Forum Air Dunia (WWF) ke-10. DPR RI bersama Inter-Parliamentary Union (IPU) menjadi tuan rumah dalam forum parlemen WWF itu. Ia pun menekankan pentingnya terobosan untuk ketahanan air demi kemakmuran masyarat dunia.

“Setelah dua hari berdiskusi, kini kita sampai pada akhir Pertemuan Parlemen pada WWF ke-10,” kata Puan dalam pidato penutup pertemuan yang digelar di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Bali, Selasa (21/5/2024). Pertemuan ini sendiri merupakan bagian dari Sidang WWF ke-10 di mana pada tahun 2024 ini, dimana Indonesia menjadi tuan rumah bersama Dewan Air Dunia (WWC).

Pertemuan dihadiri oleh 231 partisipan dari 49 negara, termasuk beberapa speaker (Ketua Parlemen). Pada sesi pembukaan, wakil generasi muda berbicara di forum Parlemen WWF. Mereka menyatakan bahwa generasi muda tidak membutuhkan lebih banyak janji, tapi mereka membutuhkan tindakan konkret dalam pengadaan air bersih.

Menurut Puan, apa yang disampaikan perwakilan generasi muda itu merupakan tantangan kepada Parlemen untuk menjawab kebutuhan mereka, dan menjawab kepentingan rakyat di seluruh dunia. “Apakah kita dapat menerjemahkan komitmen menjadi langkah konkret?” tukasnya.

Setelah melakukan beberapa kali sidang, parlemen dunia telah menyusun suatu Communique sebagai wujud upaya bersama Parlemen untuk mengatasi krisis air. Dalam Communique itu, parlemen dunia meneguhkan komitmen untuk memperbaiki alokasi sumber daya dan anggaran yang proporsional untuk air bersih.

Parlemen dunia juga telah berhasil membahas poin-poin penting dan rekomendasi sejalan dengan tema ‘Mobilizing Parliamentary Actions on Water for Shared Prosperity’. “Yaitu air untuk kesejahteraan seluruh manusia tanpa terkecuali. Bersama-sama, kita sepakat untuk menjadikan isu air sebagai agenda prioritas Parlemen di negara kita masing-masing dan juga pada tingkat global,” ungkap Puan.

Politisi PDI-Perjuangan ini menyatakan, air merupakan sumber daya yang terbatas. Meski begitu, kata Puan, sebagian dari umat manusia menganggap bahwa air adalah sumber daya yang tidak terbatas. “Setiap tetes air sangat berharga. Sehingga kita harus memperlakukan air dengan lebih berhati-hati. Parlemen harus menjadi institusi terdepan dalam mengubah paradigma ini. Sehingga masyarakat di negara kita masing-masing lebih dapat menghargai air,” sebutnya.

Kerja sama internasional dan diplomasi Parlemen dinilai juga harus berperan menyelesaikan masalah kelangkaan air. Untuk memastikan akses air yang berkeadilan, disampaikan Puan, parlemen dunia telah membahas sejumlah hal yang dianggap sangat penting. “Mempromosikan pendekatan hak asasi manusia dalamtata kelola air, menggunakan kerangka SDGs untuk memformulasikan kebijakan air yang berkelanjutan, dan menjadikan air sebagai agenda prioritas parlemen dunia melalui IPU (forum parlemen dunia),” urai mantan Menko PMK itu.

Parlemen dunia juga membahas upaya untuk memastikan partisipasi yang inklusif, melibatkan semua pihak dalam tata kelola air dan kebijakan air. Parlemen pun disebut perlu mendukung pengembangan inovasi dan transfer teknologi air yang berjalan beriringan dengan kearifan lokal. “Kemarin pemuka teknologi global pada sesi pembukaan WWF ke-10 telah menyampaikan teknologi adalah solusi. Teknologi adalah cara mengubah kelangkaan mejadi kerberlimpahan, termasuk untuk isu air,” jelas Puan.

Teknologi untuk membantu pengadaan air bersih sebetulnya sudah tersedia, namun hal ini tidak berada di negara berkembang dan miskin, yang pada kenyataannya membutuhkan teknologi ini. Oleh karena itu, Puan mendorong agar parlemen dunia memfasilitasi penyebaran teknologi pengadaan air.

“Pertemuan kita ini juga telah mendiskusikan upaya mengatasi krisis air sebagai bagian dari upaya mengatasi perubahan iklim, sebagai bagian adaptasi perubahan iklim. Kita juga mendorong pembiayaan multipihak yang inovatif untuk mendukung upaya konservasi sumber daya air,” ujarnya.

Pertemuan ini pun melihat perlunya membentuk komunitas parlemen global untuk isu air yang mewadahi pertukaran gagasan dan kolaborasi antar anggota parlemen. Isu air dinilai perlu menjadi bagian dari pembahasan yang lebih mengemuka dari diplomasi Parlemen, seperti pada IPU dan organisasi parlemen regional.

Puan mengingatkan, tanpa air maka tidak akan ada kehidupan dan kesejahteraan. Puan menyebut, tanpa air tidak ada kemajuan suatu negara mengingat potensi air juga sangat besar sebagai sumber energi, sumber untuk produksi pertanian, dan sumber transformasi menuju kemajuan ekonomi. “Memperbaiki akses terhadap air bersih merupakan cara terbaik untuk mengurangi ketimpangan, mengatasi masalah stunting dan kesehatan,” ucap Ketua Majelis Sidang Umum IPU ke-144 tahun 2022 itu.

Puan pun menyampaikan penghargaan kepada seluruh delegasi Parlemen, Organisasi Internasional, dan semua pihak yang terlibat aktif dalam pertemuan antar parlemen dalam WWF ke-10. Secara khusus ia memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada IPU atas dukungannya untuk menyukseskan pertemuan ini.

“Saya ingin kita semua membawa hasil pertemuan ini ke ruang sidang Parlemen di negara kita masing-masing. Kita harus merefleksikan diskusi pada pertemuan ini untuk menjadi pembahasan lebih mendalam di negara masing-masing,” imbau Puan.

Puan juga mengajak parlemen global untuk menterjemahkan komitmen menjadi tindakan konkret di negara masing-masing. “Hanya dengan ini, kita akan menjawab tantangan generasi muda bahwa parlemen bertindak responsif dalam mengatasi kelangkaan air. Kini saatnya kita bekerja di parlemen negara masing-masing, guna memastikan ketersediaan air bagi rakyat yang kita layani,” paparnya.

Puan kemudian secara resmi menutup pertemuan ini ditandai dengan pengetukan palu sebanyak tiga kali. “Saya nyatakan pertemuan ini dengan resmi ditutup. Saya ucapkan selamat jalan kepada seluruh delegasi,” tutup Puan.

Baca Selengkapnya

BERITA

Komisi II: RUU Kabupaten/Kota Perlu Dibuat Sesederhana Mungkin

Oleh

Fakta News
Komisi II: RUU Kabupaten/Kota Perlu Dibuat Sesederhana Mungkin
Wakil Ketua Komisi II DPR RI RI Syamsurizal saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Panja 27 RUU Komisi II dengan Pemerintah, di Ruang Rapat Komisi II, Gedung Nusantara, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (21/5/2024). Foto: DPR RI

Jakarta – Wakil Ketua Komisi II DPR RI Syamsurizal menilai RUU Kabupaten/Kota perlu dibuat sesederhana mungkin. Oleh karena, menurutnya, mengubah undang-undang tidak bisa dilakukan setiap saat. Hal itu ia sampaikan, menanggapi masukan yang disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Daftar Inventarisasi Masalah Panja 27 RUU Kabupaten/Kota. Karena itu, Komisi II bersepakat dengan pemerintah bahwa perubahan itu hanya pada dasar hukumnya saja.

Penyederhanaan itu diperlukan agar RUU tentang Kabupaten/Kota tersebut tidak selalu mengalami perubahan dan mengatur secara ketat.

“Kita tidak mencantumkan hal-hal yang detail, yang membuat orang tidak bisa bergerak dibuat oleh undang-undang yang mengatur secara ketat. Karena kita tidak mungkin mengubah undang-undang itu setiap saat. Undang-undang itu kalau bisa jangan banyak selalu berubah,” jelas Syamsurizal dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Panja 27 RUU Komisi II dengan Pemerintah, di Ruang Rapat Komisi II, Gedung Nusantara, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (21/5/2024).

Dalam kesempatan itu, dirinya juga menanggapi masukan yang lain, yakni mengenai ruang lingkup pengaturan seperti kewenangan. Menurutnya, perubahan itu sebaiknya saat ini belum diperlukan. Sebab, hal itu berpotensi bertentangan dengan undang-undang lainnya.

“Misalnya (bertentangan dengan) undang-undang tentang pemerintah daerah, undang-undang nomor 23 tahun 2014, undang-undang hubungan keuangan pusat dan daerah, Kemudian undang-undang tentang bagi-bagi hasil, dana alokasi umum , kemudian undang-undang perimbangan keuangan pusat dan daerah, penumpang Cipta kerja dan lain sebagainya,” lanjut politisi Fraksi PPP.

Adapun dengan batas wilayah atau cakupan batas wilayah, ia mengungkapkan bahwa beberapa waktu lalu sudah ada kesepakatan di Baleg bahwa persoalan tersebut akan diserahkan kepada Kementerian Dalam Negeri.

“Yang di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri itu menyerahkan patok-patoknya itu berdasarkan koordinat berdasarkan atas survei dari geospasial yang ada saat itu.” pungkasnya.

Baca Selengkapnya