Baleg Usul Standardisasi dan Ketegorisasi Peredaran Minol
Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Yan Permenas Mandenas mengusulkan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Minuman Beralkohol (Minol) perlu dimasukan aturan mengenai standardisasi dan kategorisasi umur serta kadar alkohol yang beredar di masyarakat. Menurutnya, pengaturan tersebut dapat mengakomodir aspirasi berbagai pihak yang menginginkan alkohol dapat tetap beredar di masyarakat. Sebagai contoh, implementasi aturan pembelian minol di luar negeri yang dapat menjadi pertimbangan untuk diatur dalam RUU Minol.
“Saya pikir memang ke depannya perlu kita atur standardisasi misalnya batas usia yang beli, kemudian maksimalnya berapa. Seperti di Amerika Serikat kan ada batas usia misalnya 18 tahun ke atas dan membeli dengan kartu tanda pengenal,” terang Yan Permenas usai pertemuan dengan Pemprov. Papua beserta jajaran Forkopimda, Pimpinan dan Anggota DPRD Papua, Rektor Univ. Cenderawasih Jayapura, PHRI, serta perwakilan ormas keagamaan dan tokoh adat Papua, di Jayapura, Papua, Kamis (9/12/2021).
Legislator dapil Papua ini mendapati bahwa setiap daerah memiliki kompleksitas permasalahan yang berbeda. Untuk itu, Yan menekankan dalam penyusunan RUU Minol dapat mengatur daerah-daerah yang perlu pengendalian minol dan daerah yang perlu menjadi pengecualian. Seperti Bali, yang merupakan daerah wisata agar bisa tetap menjual minol, sementara daerah lain yang bukan daerah wisata seperti Aceh dan Papua dapat dibatasi dan dikendalikan peredarannya.
Politisi Fraksi Partai Gerindra ini juga mengingatkan, saat ini masyarakat juga mampu memproduksi minol secara mandiri. Ia meminta agar saat aturan pengendalian atau larangan minol diterapkan, hal ini juga berlaku untuk minol buatan sendiri atau yang tidak terdaftar di BPOM. Sebab, minol yang diproduksi juga berpotensi memiliki efek dan dampak yang sama dengan minol legal.
“Tapi kita juga perlu mengantisipasi bahwa masyarakat juga pintar untuk membuat racikan-racikan minuman dan yang mereka buat itu adalah minuman yang tidak terregistrasi di BPOM. Sehingga itu malah lebih membahayakan lagi jadi ini perlu diatur dengan baik, diidentifikasi kembali supaya jangan sampai kita melarang yang resmi tapi yang tidak resmi malah merajarela itu juga sangat berbahaya,” jelas Yan.
Terkait peredaran minol di Papua, Yan Permenas menyadari jika minol menyebabkan banyak keresahan di masyarakat karena budaya yang kerap mengonsumsi minol dalam takaran berlebih. Akibatnya, ketika dalam kondisi mabuk, kerap menimbulkan gangguan keamanan hingga kejahatan di masyarakat. Berangkat dari hal tersebut dan adanya masukan dari tokoh agama dan tokoh masyarakat Papua yang meminta pelarangan minol di Papua, ia mendukung percepatan pembahasan RUU Larangan Minol sebagai payung hukum peredaran minol di Indonesia.
“Saya rasa memang di Papua ini dengan ada minol menyebabkan banyak keresahan yang terjadi karena orang yang mengonsumsi minol disini selalu over dari kapasitas dosis alkohol yang dia bisa konsumsi. Sehingga ketika mereka mabuk, itu menimbulkan gangguan aktivitas bagi orang lain dan banyak kejahatan yang timbul mulai dari pemerkosaan, perkelahian dan lainnya. Ke depan diharapkan lebih tertib untuk mereka mengonsumsi miras ketika UU ini kita tetapkan dan ini berlaku di seluruh Indonesia,” tandasnya.
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.