Connect with us
Memperingati Hari Nusantara

Juanda dan Kedaulatan Laut Kita

 

Eko Sulistyo*)

Sampai pertengahan tahun 1950-an hampir semua perairan yang terbentang antara pulau-pulau di Indonesia terbuka bagi kapal-kapal asing sebagaimana halnya perairan di tengah lautan luas. Perairan ini tidak memiliki negara dan juga tidak ada negara yang mengklaim bentuk yurisdiksi apapun atas mereka. Akibatnya, Indonesia menguasai ratusan kepulauan yang terpisah satu sama lain oleh laut lepas.

Namun sejak 13 Desember 1957, Kabinet Perdana Menteri Juanda, menyatakan bahwa pemerintah Indonesia memiliki “absolute sovereignty” atas semua perairan yang berada dalam garis lurus yang ditarik antara pulau-pulau terluar di Indonesia (Butcher & Elson, 2017). Kebijakan ini menandai perjuangan panjang ditetapkannya Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCLOS) tahun 1982.

Nama dan peran Juanda tidak bisa dilepaskan dari kebijakan penting tersebut. Bahkan kemudian kebijakan ini lebih dikenal dengan sebutan “Deklarasi Juanda” 1957. Pemerintah sendiri sejak tahun 2001 melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 126 Tahun 2001 telah menetapkan tanggal 13 Desember sebagai Hari Nusantara.

Tulisan ini akan mengulas perjuangan dan kiprah Juanda, yang namanya tidak pernah lepas dari dinamika perjuangan bangsa Indonesia. Meski tidak berpartai di era multi-partai saat itu, Juanda pernah menduduki berbagai jabatan; Menteri, Perdana Menteri dan Menteri Pertama.

Mahasiswa dan Pergerakan Nasional

Dilahirkan dengan nama Juanda Kartawijaya di Tasikmalaya, Jawa Barat. Bapaknya seorang Matri Guru di Holland Indische School (HIS), sekolah dasar berbahasa Belanda bagi anak-anak Bumiputera. Juanda memiliki tiga adik laki-laki dan dua perempuan. Sejak kecil dikenal sebagai anak yang tekun dan cerdas.

Saat menempuh sekolah di Europese Legere School (ELS), Juanda pernah melompat dari Kelas V ke Kelas VII, kelas terakhir. Suatu prestasi yang jarang terjadi, apalagi untuk anak Bumiputera. ELS sendiri identik dengan sekolah untuk anak-anak orang Belanda atau keturunan Belanda yang disebut Indo.

Tahun 1924, Juanda menamatkan ELS dan masuk Hogere Burgelijke School (HBS) di Bandung. Sesudah lima tahun mengikuti pelajaran di HBS, Juanda lulus dengan predikat schitterend geslaagd (lulus dengan baik sekali), berhak menggondol diploma HBS. Juanda kemudian masuk Technische Hoge Schoole (THS) Bandung (kini ITB) 2 Juli 1929 pada Faculteit van Technische Wetenschappen (Fakultas Ilmu-Ilmu Teknologi).

Bagi Juanda dan mahasiswa lainnya, masa kuliah mereka (1929-1933) adalah masa pergerakan nasional. Ada tiga hal penting yang mempengaruhi alam pikiran politik mahasiswa saat itu.

Pertama, peristiwa Konggres Pemuda 28 Oktober 1928. Peristiwa ini menandakan suatu titik dicetuskannya persatuan nasional, yaitu Satu Tanah Air, Satu Bangsa dan Satu Bahasa, yakni Indonesia. Kedua, proses pengadilan Soekarno dan kawan-kawannya di hadapan pengadilan kolonial Belanda di Bandung tahun 1930. Ketiga, terjadinya malaise atau krisis kapitalisme internasional pada tahun 1929, sebagai bagian yang tak terhindarkan dari siklus krisis-krisis yang melekat pada sistem kapitalisme itu sendiri.

Atmosfir politik pergerakan nasional ini mempengaruhi jalan pikiran mahasiswa saat itu, tak terkecuali mahasiswa Juanda. Aktifitas politik Soekarno yang dipusatkan di Bandung, tulisan-tulisannya, serta proses pengadilannya yang menggemparkan, telah menggoncangkan sendi-sendi kekuasaan kolonial.

Tahun 1930-1931, Juanda terpilih memimpin Indonesische Studenten Vereniging (Perkumpulan Mahasiswa Indonesia), yang kerap mengundang Soekarno untuk berdiskusi. Pengaruh Soekarno sebagai alumni THS dalam pergerakan nasional telah menyadarkan mahasiswa pribumi tentang kedudukan masyarakatnya sebagai bangsa yang dijajah kolonialisme Belanda.

Muhammadyah dan PP

Lulus THS tahun 1933, Juanda diterima sebagai guru Algemene Midedelbare School (AMS) dan Kweekschool Muhammadyah Jakarta. Tahun 1934, menjadi Direktur AMS dan Kweekschool Muhammadyah. Lima tahun lamanya saat itu masih berusia 28 tahun, Juanda mampu memimpin para murid dan para guru dengan penuh dedikasi dan tanggung jawab.

Pada tahun 1939, Juanda meletakkan jabatan sebagai Direktur sekolah Muhammadyah karena diangkat menjadi insinyur pada Departement Verkeer en Waterstaat (Departemen Pekerjaan Umum) yang berkantor di Kramat. Jawatan ini kemudian berpindah ke Bandung dan berkantor di Gedung V en W yang terkenal dengan nama Gedung Sate. Di zaman Jepang, Juanda tetap bekerja di jawatan ini.

Meski telah bekerja, Juanda tidak menyibukkan diri dalam urusan pekerjaan semata, dunia pergerakan juga digelutinya. Juanda terjun dalam kancah pergerakan, menjadi anggota Pagoejoeban Pasoendan (PP) dan Muhammadyah.

Aktifitas dalam PP dan Muhammadyah inilah kelak membekali Juanda memainkan peranan penting dalam episode sejarah selanjutnya di era Indonesia Merdeka.

Menteri “Marathon”

Di panggung politik nasional, Juanda dikenal sebagai menteri “marathon”. Juanda menjabat menteri untuk pertama kalinya dalam Kabinet Sjahrir II (1946). Sejak itu terus menjadi menteri, kecuali waktu menjabat Direktur Jenderal Biro Perancang Negara (1954-56) yang mempelopori “rencana pembangunan ekonomi” Presiden Soekarno.

Dari 22 kali pergantian kabinet selama tahun 1945-1963, Juanda mengambil bagian sebanyak 14 kali. Juanda secara terus menerus menjabat sebagai Menteri, Perdana Menteri dan Menteri Pertama. Dalam sejarah Republik Indonesia (RI) hanya dua tokoh yang hampir terus menerus menduduki kursi kabinet sebagai menteri. Selain Juanda, adalah Dr. J. Leimena.

Pada waktu menjabat Menteri Pertama, 10 Juli 1959 sampai 6 November 1962, enam kali Juanda diberi kepercayaan oleh Presiden Soekarno bertindak sebagai Pejabat Presiden. Juanda juga tercatat sebagai Menteri Pertama yang pertama dan terakhir dalam sejarah RI. Karena setelah itu, Soekarno meniadakan jabatan tersebut dan menggantinya dengan tiga Wakil Perdana Menteri (Waperdam), yakni Dr. J. Leimena, Dr. Soebandrio, dan Chaeroel Saleh.

Berdasarkan sistem presidensiil UUD 1945, Presiden Soekarno “mendelegasikan” tugas dan wewenangnya kepada Menteri Pertama, sehingga kedudukan Juanda sebagai Menteri Pertama berfungsi sebagai “Perdana Menteri”. Di luar negeri, Menteri Pertama secara protokoler diperlakukan sebagai Perdana Menteri. Di era demokrasi parlementer, bila Presiden ke luar negeri, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat menjabat sebagai Pejabat Presiden. Tapi dalam sistem presidensiil, Menteri Pertama yang menjadi Pejabat Presiden.

Dalam jabatannya sebagai Menteri Pertama itulah Juanda, atau lengkapnya, Ir. Haji Juanda Kartawijaya, berpulang ke rahmatullah pada 7 November 1963. Berbagai medan tugas dan jabatan telah ia emban dan torehkan dalam banyak karya dan kerja untuk kemajuan bangsa.

Salah satunya yang penting adalah gagasannya tentang kedaulatan laut dan penyatuan wilayah perairan Indonesia berdasarkan prinsip negara kepulauan (archipelagic state), yang menjadi tonggak sejarah penting yang menyatukan wilayah kesatuan Indonesia untuk pertama kalinya.***

————————–
Penulis adalah Deputi Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantor Staf Presiden.

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Wacana Kenaikan Tarif KRL Ancam Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Berpenghasilan Rendah

Oleh

Fakta News
Wacana Kenaikan Tarif KRL Ancam Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Anggota Komisi V DPR RI Toriq Hidayat. Foto: DPR RI

Jakarta – Wacana kenaikan tarif Commuter Line oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) akan menempatkan masyarakat Jabodetabek pada tantangan baru yang mengancam kesejahteraan ekonomi mereka. Hal tersebut pun lantas menuai sorotan dari Anggota Komisi V DPR RI Toriq Hidayat.

“Kenaikan tarif KRL Jabodetabek akan memberikan dampak yang signifikan. Terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah (MBR). Kenaikan tarif bisa memperberat beban ekonomi mereka. Dan Ini juga dapat mengakibatkan kesenjangan sosial dan ekonomi yang lebih besar,” ujar Toriq dalam siaran pers yang diterima Parlementaria, Senin (29/4/2024).

Politisi Fraksi PKS tersebut menegaskan bahwa kenaikan tarif tidak sejalan dengan kondisi ekonomi masyarakat, terutama masa pasca pandemi dan ketidakpastian ekonomi yang menyertainya. Dalam beberapa bulan terakhir, harga-harga bahan pokok terus melonjak secara dramatis.

“Kami tahu betul paska pandemi masyarakat terpaksa mengalokasikan sebagian besar pendapatan mereka hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar. Kenaikan tarif hanya akan menambah beban ekonomi mereka. Terutama mereka yang bergantung pada angkutan publik ini setiap hari,” tandasnya.

Terkait hal itu, Toriq menegaskan akan berupaya keras menyerukan kepada Kementerian Perhubungan selaku regulator agar mendengarkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Serta, kemudian meninjau kembali rencana kenaikan tarif ini dan mencari solusi yang lebih adil dan berkelanjutan.

“Kami akan terus memantau perkembangan situasi ini. Dan memastikan bahwa keputusan terkait tarif transportasi publik nantinya harus ada partisipasi aktif dari publik dan memperhitungkan kepentingan dan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh” tutup Toriq.

Sebagaimana diketahui, PT KAI Commuter (KCI) telah mengusulkan kenaikan tarif KRL Jabodetabek yang belum berubah sejak 2016. Saat ini usulan tersebut masih dibahas Pemerintah. Direktur Operasi dan Pemasaran KCI Broer Rizal mengatakan, pihaknya masih menunggu keputusan Pemerintah untuk menaikkan tarif KRL Jabodetabek.

Pasalnya, ketentuan tarif KRL Jabodetabek merupakan kewenangan Kemenhub selaku regulator. “Itu kebijakan dari Pemerintah ya. Kalau kami hanya eksekutor untuk melaksanakan apa yang menjadi keputusan Pemerintah. Usulan dan pembahasannya sudah dilakukan di Kemenhub,” ujarnya saat konferensi pers Angkutan Lebaran 2024 di Jakarta, Selasa lalu (24/4).

Baca Selengkapnya

BERITA

Sukamta: Kota Yogya Perlu Siapkan Peta Jalan Penanganan Sampah Jangka Panjang

Oleh

Fakta News
Sukamta: Kota Yogya Perlu Siapkan Peta Jalan Penanganan Sampah Jangka Panjang
Anggota DPR RI Sukamta. Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota DPR RI dari Dapil Provinsi DIY Sukamta menilai Kota Yogyakarta perlu menyiapkan peta jalan (roadmap) untuk penanganan sampah jangka panjang yang menyangkut peningkatkan kasadaran masyarakat. Edukasi secara terus menerus harus dilakukan baik di sekolah, rumah tangga, dan masyarakat.

Tak hanya itu peraturan yang kuat untuk pengurangan sampah juga sangat dibutuhkan. Sukamta mencontohkan perlunya kebijakan kantong plastik berbayar atau larangan penggunaaan kantong belanja plastik sekali pakai. Adapun jangka pendeknya saat ini bisa dengan optimalisasi penampungan di TPST Piyungan.

“Kalau saya dengar, TPST ini kalau ada alat dan SDM yang memamadai masih bisa dimanfaatkan secara optimal untuk sementara waktu hingga 200-300 ton per hari. Pemkot bisa komunikasikan hal ini dengan Pemda DIY. Rencana optimalisasi 3 TPS 3R di Nitikan, Karangmiri dan Kranon bisa segera direalisasi, meski daya tampung 3 TPS ini masih terbatas,” kata Sukamta sebagaimana keterangan kepada media, di Jakarta, Kamis (25/4/2024).

Di sisi lain, Politisi Fraksi PKS ini, menilai di level provinsi, di area perkotaan saat ini masih sering ditemukan sampah di jalan maupun tempat penampungan yang penuh. Menurutnya, Pemerintah perlu memberikan honor kepada para petugas pengambil sampah sebagai salah satu upaya mencegah buang sampah sembarangan.

“Menurut kami perlu ada stimulan atau honor untuk para petugas pengambil sampah rumah tangga, di level RT, RW dan kampung. Ini supaya masyarakat tidak buang sembarangan,” kata Anggota Komisi I DPR RI tersebut.

Sukamta meyakini dengan adanya dana stimulan atau honor tersebut maka para petugas pengambil sampah akan menjalankan tugasnya dengan baik khususnya pengambilan sampah dengan sistem terpilah. “Selama ini warga sudah diminta memilah, akan tetapi (saat) di  (tempat) pembuangan dicampur lagi. Ini perlu jadi perhatian, sehingga perlu ada petugas khusus memilah,” ujarnya.

Sukamta menegaskan dirinya banyak mendapatkan aspirasi dari masyarakat terkait penanganan sampah di Jogja. Hal ini kembali mencuat setelah rencana penutupan TPST secara permanen, sehingga banyak ditemukan sampah di pinggir jalan, salah satunya di perbatasan antara Kota Jogja dengan Bantul atau sebelah utara Gembira Loka.

Baca Selengkapnya

BERITA

Pemerintah Perlu Lakukan Dialog Multilateral Redam Konflik di Timur Tengah

Oleh

Fakta News
Pemerintah Perlu Lakukan Dialog Multilateral Redam Konflik di Timur Tengah
Anggota Komisi I DPR RI Helmy Faishal Zaini. Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota Komisi I DPR RI Helmy Faishal Zaini meminta pemerintah melakukan upaya untuk meredam konflik yang ada di Timur Tengah, salah satu caranya melalui jalur diplomasi.

“Pemerintah perlu mengambil pendekatan diplomasi yang kuat dengan mempromosikan perdamaian dan menekankan pentingnya dialog multilateral,” kata Anggota Komisi I DPR RI Helmy Faishal Zaini dalam keterangan kepada media, di Jakarta, Sabtu (27/4/2024).

Menurut Helmy, konflik tersebut harus diredam lantaran dampaknya sangat berpengaruh ke Indonesia, salah satunya dari segi perekonomian. “Stabilitas perekonomian Indonesia bisa terganggu lantaran terjadi fluktuasi harga minyak dan gangguan dari segi perdagangan,” ujar Politisi Fraksi PKB ini.

Jika kondisi ini dibiarkan, dia meyakini masyarakat akan merasakan dampak langsung lantaran tercekik harga kebutuhan pokok yang melambung. “Dengan memperkuat kerja sama internasional, meningkatkan keamanan domestik, dan memperkuat resiliensi ekonomi, Indonesia dapat mengurangi dampak negatif dari konflik di Timur Tengah,” kata Helmy.

Senada, Anggota Komisi I DPR RI Muhamad Farhan menjelaskan dampak dari konflik di Timur Tengah yang harus diwaspadai Indonesia.

Beberapa di antaranya terhambatnya impor minyak mentah dan bahan pangan dasar seperti beras, kedelai, dan gandum, jika perairan Teluk Persia, Hormuz dan Suez terganggu akibat dampak konflik itu. “Sebab akan mempengaruhi arus masuk kebutuhan pokok, akibatnya harga akan naik dan inflasi tinggi,” kata Farhan.

Maka dari itu, kata dia, Indonesia juga perlu melakukan antisipasi dengan mengeluarkan kebijakan ekonomi guna menghindari harga pangan yang tinggi.

Di tengah agresi Israel ke Jalur Gaza yang terus berlangsung sejak 7 Oktober 2023, kata Farhan, kawasan Timur Tengah semakin memanas akibat eskalasi perseteruan antara Iran dan Israel.

Permusuhan terbaru antara kedua musuh bebuyutan tersebut dipicu serangan Israel terhadap Konsulat Iran di Damaskus, Suriah pada 1 April lalu.

Iran menuding Israel bertanggung jawab atas serangan fatal terhadap fasilitas diplomatiknya yang menewaskan sedikitnya tujuh anggota Korps Garda Revolusi Islam Iran, termasuk dua jenderal penting.

Iran kemudian melancarkan serangan balasan dengan menembakkan puluhan rudal balistik dan ratusan pesawat nirawak ke Israel pada 13 April. Israel mengklaim serangan itu berhasil digagalkan dan hanya menyebabkan kerusakan ringan pada sebuah pangkalan militernya.

Baca Selengkapnya