Connect with us
DPR RI

Konflik Papua Dapat Diselesaikan dengan Pendekatan ke Masyarakat

Konflik Papua Dapat Diselesaikan dengan Pendekatan ke Masyarakat
Anggota Komisi I DPR Yan Permenas Mandenas saat memimpin Rapat Dengar Pendapat Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi I DPR RI di Markas Kodam XVII/Cenderawasih, Jayapura, Papua, Senin (11/10/2021). Foto: Tasya/nvl

Jakarta – Anggota Komisi I DPR RI Yan Permenas Mandenas mengatakan untuk meminimalisir gangguan keamanan di Provinsi Papua dapat melalui beberapa pendekatan seperti pendekatan penggalangan dan agama, yang didukung dengan sinergi antara aparat keamanan dan pemerintah daerah. Membangun komunikasi yang baik, dinilai mampu mencegah berkembangnya isu provokasi yang berujung pada aksi teror terhadap aktivitas pemerintahan dan masyarakat yang dilakukan sekelompok orang hingga menimbulkan keresahan.

Hal ini disampaikan Yan Permenas usai memimpin Rapat Dengar Pendapat Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi I DPR RI dengan Pangdam Cenderawasih yang diwakili oleh Irdam Brigjen TNI Wachid Apriliyanto beserta jajarannya di Markas Kodam XVII/Cenderawasih, Jayapura, Papua, Senin (11/10/2021).

“Sebenarnya (dalam penanganan konflik Papua), semua pendekatan sudah dilakukan, tetapi perlu dipertegas dengan pendekatan hukum, kemudian pendekatan penggalangan, sehingga masyarakat kita lebih tertib. Termasuk sinergi pemerintah daerah dan TNI/Polri ya, baik tingkat provinsi sampai kabupaten/kota bahkan sampai ke tingkat desa. Sehingga masyarakat kita bisa terkonsolidasi, terbangun komunikasi yang baik untuk meredam berbagai macam aksi provokasi yang mengakibatkan kegiatan teror-meneror,” jelas Yan Permenas.

Politisi Partai Gerindra ini mengatakan bahwa penyelesaian konflik di Papua harus diawali dengan mengetahui akar masalahnya atau keinginan baik secara personal maupun kelompok. Selain itu, baik pemda maupun aparat TNI/Polri dan lembaga masyarakat adat juga harus berpartisipasi melakukan sosialisasi secara masif mengenai pesan pembangunan yang dilakukan dan akan dilakukan pemerintah, serta aksi sadar hukum guna memberikan pemahaman kepada masyarakat agar terhindar dari aksi provokasi.

“Bagian penting yang bisa menyelesaikan persoalan di Papua, untuk mengetahui dasar dan akar masalah apa yang mereka inginkan secara personal maupun kelompok. Nah kalau itu bisa dilakukan saya yakin suatu saat Papua ini bisa terkelola dengan baik, telekomunikasi juga baik melalui pemerintah dan TNI Polri tapi juga lembaga lembaga masyarakat adat yang aktif untuk bagaimana menyampaikan pesan-pesan pembangunan,” kata legislator daerah pemilihan (dapil) Papua ini.

Yan Permenas menyayangkan minimnya jumlah media di Papua, yang mengakibatkan mudahnya isu provokasi berkembang di masyarakat. Ia pun mendorong hal ini menjadi perhatian pemda dan aparat dengan memanfaatkan media sosial untuk mempercepat penyebaran informasi, sehingga informasi yang beredar di masyarakat dapat berimbang. Diharapkan hal ini dapat menekan angka kriminalitas dan ancaman gangguan dan membuat Papua lebih kondusif.

“Di Papua ini karena kurangnya media akhirnya provokasi itu lebih cepat masuk ke masyarakat. Tapi kalau media komunikasi, media sosial ini sudah sangat aktif mungkin masyarakat bisa mendapatkan informasi yang berimbang dengan demikian kita bisa menekan angka kriminalitas, dan ancaman gangguan di Papua. Jadi kita berharap suatu saat Papua kondusif dan tidak terjadi gesekan juga dengan TNI dan Polri,” harapnya.

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Puan Maharani Bicara Persoalan Pekerja Migran di Forum Diskusi MIKTA Meksiko

Oleh

Fakta News
Puan Maharani Bicara Persoalan Pekerja Migran di Forum Diskusi MIKTA Meksiko
Ketua DPR RI Dr. (H.C) Puan Maharani saat menghadiri pertemuan anggota MIKTA di Meksiko, Senin (6/5/2024). Foto : DPR RI

Jakarta – Ketua DPR RI Dr. (H.C) Puan Maharani berbicara soal perlunya solusi dan langkah konkret dalam mengatasi permasalahan arus migrasi internasional dalam pertemuan anggota Negara MIKTA (Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, Australia). Para pekerja migran, menurutnya, harus membuat keputusan tersulit dalam hidup mereka dengan meninggalkan rumah dan negaranya untuk mencari kehidupan yang lebih aman dan lebih baik.

“Perlu adanya upaya berbagi beban dan tanggung jawab dengan negara-negara yang paling terkena dampak dari arus migrasi. Sebagai kerja sama antarkawasan, MIKTA disebut memiliki posisi penting dalam memperkuat tata kelola migrasi melalui implementasi Global Migration Compact untuk memastikan migrasi yang aman, teratur, dan berkala (safe, orderly, and regular migration),” kata Puan saat menghadiri pertemuan anggota MIKTA di Meksiko, Senin (6/5/2024).

Dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Selasa (7/5/2024), Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini pun mendorong MIKTA agar dapat bekerja sama dalam mempromosikan kebijakan integrasi migran ke masyarakat negara tuan rumah (host country) dan inklusi sosial. Puan menyebut, langkah ini untuk memperbaiki tataran domestik menyangkut masalah migran.

“Sebagai bagian dari komunitas internasional, kita semua harus mencari solusi dan langkah kolektif dalam melindungi hak asasi manusia,” tegas Puan.

Dalam kesempatan itu, Puan menyinggung langkah yang dilakukan Indonesia, meskipun bukan merupakan negara pihak pada Konvensi Pengungsi 1951. Indonesia disebut secara konsisten mengedepankan pendekatan kemanusiaan dan menerapkan prinsip hak asasi manusia.

“Hal ini telah ditunjukkan salah satunya dalam pemberian bantuan kemanusiaan dan fasilitasi penampungan sementara bagi 1.900 pengungsi Rohingya, serta penanganan atas lebih dari 12.000 pengungsi lainnya di Indonesia,” terangnya.

Puan juga mengatakan prioritas pengelolaan isu migrasi di Indonesia juga berfokus pada Diplomasi Perlindungan, khususnya bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI). “Yakni mewajibkan keselamatan dan pemenuhan hak-hak PMI beserta keluarganya di seluruh siklus migrasi,” ucap Puan.

Untuk diketahui, hingga tahun 2023 lebih dari 110 juta orang terpaksa mengungsi dari kampung halamannya. Sebanyak 40 persen atau sekitar 43 juta di antaranya adalah anak-anak, serta 48 persen adalah perempuan. Para migran ini terusir akibat konflik dan peperangan, persekusi dan kekerasan.

Sebagian dari migran pun mencari peluang ekonomi untuk bertahan hidup. Banyak pula yang lari dari negaranya menghindari dampak perubahan iklim yang kian berbahaya. Selama 10 tahun terakhir, setidaknya lebih dari 63 ribu orang kehilangan nyawa saat bermigrasi.

“Kondisi ini menuntut tindakan kolektif kita semua untuk mengelola aliran migrasi berupa perpindahan orang,  dan melindungi hak asasi manusia.Hal ini dilakukan dengan pembagian tanggung jawab secara adil dan efektif dengan memperkuat kerja sama antara negara asal, negara transit, dan negara tujuan,” imbuhnya.

Secara paralel, MIKTA dinilai dapat berkontribusi mengatasi akar masalah pendorong migrasi yang tidak teratur (irregular migration). Antara lain, menurut Puan, melalui peningkatan bantuan pembangunan bagi negara dengan tingkat migrasi tinggi(negara asal) untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.

“Di kawasan Asia Tenggara, khususnya dalam kerangka ASEAN, kami memastikan jalur resmi pergerakan migran yang aman. Hal ini sesuai dengan Deklarasi ASEAN tentang Perlindungan dan Penguatan Hak-Hak Pekerja Migran,” ujarnya.

Pada keketuaan Indonesia di ASEAN tahun 2023 lalu, komitmen pada hal itu diperkuat melalui deklarasi baru yang melindungi pekerja migran dan keluarga mereka selama krisis. Indonesia juga mendorong perlindungan hak-hak migran melalui kerja sama Bali Process, yang merupakan inisiatif bersama Australia untuk mengatasi penyelundupan manusia, tindak pidana perdagangan orang (TPPO), dan kejahatan transnasional terkait di Asia Pasifik.

“Terkait peran parlemen, DPR RI sebagai tuan rumah Sidang Umum ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) ke-44 tahun 2023 lalu memimpin komitmen parlemen Asia Tenggara dalam mendorong solusi krisis politik dan kemanusiaan di Myanmar,” ungkap Puan.

Oleh karenanya, Puan mendorong produk legislasi yang berfokus pada perlindungan migran melalui UU atau ratifikasi kerangka internasional terkait.

“Diskusi multilateral tentang tata kelola migrasi banyak berfokus pada dampaknya terhadap pembangunan. Namun, pentingnya perspektif HAM dalam diskusi ini juga tidak boleh kita abaikan,” katanya.

Puan menegaskan, parlemen perlu menjamin kebijakan migrasi yang inklusif dan berbasis HAM serta memastikan bahwa prinsip-prinsip HAM tercermin dalam tata kelola migrasi internasional.

“Melalui diplomasi parlemen, saya mengajak kita semua untuk berkontribusi dalam perumusan kebijakan migrasi dan mewujudkan tata kelola migrasi yang berdimensi hak asasi manusia,” pungkas Puan.

Baca Selengkapnya

BERITA

Puan: Parlemen Negara MIKTA Berkomitmen Lindungi dan Majukan Perdamaian

Oleh

Fakta News
Puan: Parlemen Negara MIKTA Berkomitmen Lindungi dan Majukan Perdamaian
Ketua DPR RI Dr. (H.C.) Puan Maharani saat mengikuti pertemuan parlemen anggota MIKTA (Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, dan Australia) di Meksiko, Senin (6/5/2024). Foto: DPR RI

Jakarta – Selain soal Gaza, pertemuan 10th MIKTA Speakers’ Consultation juga menyoroti berbagai krisis di sejumlah negara lain. Termasuk perang yang masih terjadi antara Rusia dan Ukraina, serta peluncuran rudal balistik oleh Korea Utara. Dalam kesempatan tersebut, Ketua DPR RI Dr. (H.C.) Puan Maharani menyatakan, para ketua parlemen negara MIKTA berjanji untuk mendorong penyelesaian sengketa secara damai sesuai dengan hukum internasional. Parlemen negara MIKTA juga menegaskan kembali komitmen sebagai wakil rakyat untuk melindungi dan memajukan perdamaian, baik di tingkat nasional maupun internasional.

Hal itu ia sampaikan dalam  pertemuan parlemen anggota MIKTA (Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, dan Australia) yang digelar di Meksiko, Senin (6/5/2024).  “Komitmen ini didasarkan pada penegakan supremasi hukum, menghormati hukum internasional, memperkuat sistem multilateral dengan PBB sebagai intinya, menjaga hak asasi manusia setiap individu,” ucapnya dalam rilis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Selasa (7/5/2024).

Tak hanya itu, parlemen negara MIKTA memastikan terus berkomitmen meningkatkan kerja sama internasional antar negara, dan mengatasi akar penyebab konflik dengan berpedoman pada prinsip kesetaraan, inklusi, dan non-diskriminasi.

“Kami mengadvokasi penyelesaian perselisihan secara damai dan mempertahankan semua prinsip dan tujuan yang tercantum dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,” tutup Puan.

Adapun isi chair statement MIKTA mengenai konflik Rusia dan Ukraina adalah sebagai berikut:

“Terjadi diskusi mengenai dampak kemanusiaan yang mengerikan akibat perang Federasi Rusia dengan Ukraina, yang oleh sebagian anggota didefinisikan sebagai agresi. Mengenai konflik tersebut, semua anggota menegaskan kembali dukungan mereka terhadap kedaulatan, kemerdekaan, persatuan dan integritas wilayah Ukraina dalam batas-batas yang diakui secara internasional, dan menyerukan penghentian permusuhan dan upaya diplomatik lebih lanjut untuk mencapai perdamaian yang komprehensif, adil dan abadi di Ukraina.

Anggota lain menggarisbawahi perlunya perdamaian antara Ukraina dan Federasi Rusia. Kami menyatakan keprihatinan yang mendalam atas peluncuran rudal balistik, dan penggunaan teknologi rudal balistik serta transfer senjata yang melanggar hukum, oleh DPRK (Korea Utara). Peningkatan uji coba rudal balistik antarbenua dan peluncuran rudal balistik yang dilakukan DPRK baru-baru ini dan mengakibatkan ketegangan di Semenanjung Korea merupakan perkembangan mengkhawatirkan yang mengancam perdamaian dan stabilitas di kawasan.

Kami menegaskan kembali komitmen kami terhadap implementasi penuh semua Resolusi Dewan Keamanan PBB yang relevan. Kami memperhatikan upaya internasional untuk mewujudkan denuklirisasi DPRK secara menyeluruh, dapat diverifikasi, dan tidak dapat diubah dengan cara yang damai.

Kami menyambut baik upaya komunitas internasional untuk mengupayakan perdamaian abadi dan menyerukan intensifikasi upaya ini sejalan dengan prinsip kesetaraan kedaulatan di antara pihak-pihak yang terlibat.”

Baca Selengkapnya

BERITA

Wacana Diaspora Dwi Kewarganegaraan Angin Segar Bagi Diaspora Bertalenta

Oleh

Fakta News
Wacana Diaspora Dwi Kewarganegaraan Angin Segar Bagi Diaspora Bertalenta
Anggota Komisi I DPR RI Christina Aryani. Foto: DPR RI

Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan baru-baru ini mewacanakan agar Pemerintah memberikan kewarganegaraan ganda bagi diaspora bertalenta. Menanggapi itu, Anggota Komisi I DPR RI Christina Aryani menilai bahwa hal tersebut merupakan angin segar.

“Pernyataan Menko Marves memberikan angin segar terhadap aspirasi dwi kewarganegaraan,” ucap Christina dalam keterangan kepada media, di Jakarta, Senin (6/5/2024).

Christina mengungkapkan bahwa rencana tersebut dapat diwujudkan melalui revisi Undang-Undang Kewarganegaraan yang telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2019-2024. “Di mana tentunya dibutuhkan political will dari pemerintah agar penyusunan dan pembahasan revisi undang-undang kewarganegaraan ini bisa didorong di DPR RI,” ujar Christina.

Christina lebih lanjut menuturkan, aspirasi kewarganegaraan ganda telah sejak lama diperjuangkan diaspora Indonesia di luar negeri dan komunitas perkawinan campuran. Menurutnya, Indonesia cukup banyak kehilangan talenta berbakat yang kemudian memilih melepaskan kewarganegaraan Indonesia-nya atas berbagai alasan.

“Seperti mereka yang berkarya di luar negeri sebagai ilmuwan, akademisi, profesional ataupun anak hasil perkawinan campuran. Fenomena itu dikenal sebagai brain drain atau hengkangnya sumber daya manusia (SDM) dari satu negara ke negara lain,” jelas Politisi Fraksi Partai Golkar ini.

Christina menjelaskan, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan saat ini menganut asas kewarganegaraan ganda terbatas yang diberikan kepada anak-anak dari perkawinan campuran sampai dengan anak tersebut berusia 18 tahun, kemudian anak tersebut harus memilih kewarganegaraan. Ia menilai, hal itulah yang menjadi penyebab banyaknya diaspora Indonesia yang melepas kewarganegaraannya.

“Di mana selanjutnya harus memilih kewarganegaraan mana yang akan dilepaskannya. Untuk proses pemilihan ini undang-undang memberikan tenggang waktu selama 3 tahun atau hingga anak yang bersangkutan berusia 21 tahun,” ujar Christina.

Berdasarkan penelusurannya, dirinya menyebut cukup banyak diaspora yang ingin berbuat sesuatu atau lebih bagi Indonesia, namun terpaksa harus memilih melepaskan kewarganegaraan Indonesia-nya atas berbagai alasan, salah satunya ekonomi.

Untuk itu, Legislator asal DKI Jakarta ini menilai penerapan kewarganegaraan ganda dapat memberi keuntungan mencegah fenomena brain drain. Sehingga Indonesia akan tetap memiliki SDM bertalenta yang dibutuhkan untuk berkontribusi mencapai pembangunan Indonesia Emas 2045.

“Walau masih membutuhkan kajian lebih lanjut, kontribusi diaspora dengan kewarganegaraan ganda terhadap pertumbuhan ekonomi, melalui investasi dan lain-lain, juga berpeluang meningkat sebagaimana terjadi di beberapa negara yang telah menerapkan kewarganegaraan ganda,” tutup Christina Aryani.

Baca Selengkapnya