Kapitalisasi Peluang Pembangunan Infrastruktur Mendorong Indonesia Menjadi Negara Maju
Yogyakarta – Keberhasilan pembangunan infrastruktur yang masif dan cepat perlu disertai dengan upaya “capitalizing opportunities” oleh pemerintah daerah (local government) di wilayah yang terimbas langsung/tidak langsung oleh keberadaan infrastruktur. Hal ini dikatakan oleh Kepala Prodi S1 Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta Sani Roychansyah dalam sambutan pembuka seminar terbatas bertajuk “Integrasi dan Optimalisasi Pembangunan Infrastruktur dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Wilayah” yang diselenggarakan oleh media online Fakta.News.
Selanjutnya Sani mengatakan bahwa seminar ini merupakan lanjutan dari seminar sebelumnya yang diadakan pada bulan Oktober lalu. “Dimana salah satu poin yang dihasilkan adalah bahwa perlunya (institusi) ‘konduktor’ atau ‘akselerator’ yang menyelaraskan sekaligus mempercepat harmoni pembangunan antar lembaga dan antar sektor infrastruktur” jelas Sani.
Acara seminar yang berlangsung di University Club UGM Yogyakarta ini, terbagi dalam dua sesi pembahasan. Pada sesi pertama para narasumber seperti S. Arnold Mamesah (Masyarakat Infrastruktur Indonesia/MII), Prof. Bakti Setiawan (MPKD UGM) dan Dr. Ir Budi Situmorang MURP, memaparkan pandangannya yang berkaitan dengan “Kapitalisasi Peluang Pembangunan Infrastruktur Wilayah oleh Pelaku Serta (Stakeholders)”.
S Arnold Mamesah sebagai pembicara pertama, memulai pemaparannya dengan mengangkat tajuk Menatap Satu Abad NKRI 2045, Orkestra Pembangunan Infrastruktur Demi Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan: Prospek dan Skenario. Arnold memaparkan bahwa Ikhtisar investasi infrastruktur harus berlanjut, hal ini dikarenakan skenario pembangunan infrastruktur menghadapi tantangan atas manfaat bagi perekonomian serta masyarakat. “Seperti tantangan kota besar dimana sebagai sentra pertumbuhan, populasi yang berada di kota besar akan tumbuh pada angka 65%-70% pada tahun 2030. Hal ini juga akan berpengaruh pada ketersediaan dan ketahanan pangan, energi dan air,” papar Arnold.
Selanjutnya Arnold menjelaskan pembangunan infrastruktur tidak hanya fisik saja, namun mempunyai arti luas yang juga mencakup pembangunan sosial seperti kesehatan, pendidikan, hunian dan inklusi finansial. “Selain itu pembangunan infrastruktur juga harus dapat membentuk karakter yang cerdas dengan intelektual, emosional dan spiriual yang seimbang,” jelasnya.
Setelah S Arnold Mamesah selesai memaparkan pandangannya, seminar dilanjutkan dengan Prof. Bakti Setiawan sebagai pemapar kedua. Prof Bakti Setiawan menjelaskan pandangannya dengan tajuk Mengkapitalisasikan Peluang Infrastruktur Yang Telah dan Akan Dibangun. Menurut Bakti, konsep Nawacita, kehadiran negara, membangun dari pinggiran yang merupakan gagasan atau ide yang tengah dilakukan oleh Jokowi sudah pas, relevan dan cukup konsisten. “Apa yang telah diupayakan Jokowi dalam 3 tahun ini harus diapresiasi, prinsip ‘kerja..kerja..kerja..’ let’s make it done dengan berbagai terobosannya cukup bagus dan efektif,” ungkapnya.
“Meskipun mungkin belum sepenuhnya komprehensip/terintegrasi, investasi infrastruktur yang dilakukan Jokowi merupakan modal awal yang baik, luar biasa dan membuka berbagai ‘peluang/opportunities’ yang besar atau how to capitalized opportunities,” lanjut Bakti menambahkan.
Bakti juga memaparkan Infrastruktur baik fisik maupun sosial, keduanya harus diintegrasikan, disinergikan serta dioptimalkan. Selain itu Bakti menilai perlu adanya peninjauan kembali konsep-konsep pembangunan wilayah dimana pendekatan “growth centres” dan “trickle down effects”, pusat dan pinggiran sudah tidak sepenuhnya relevan dan terbukti kurang berhasil. “Selain itu perlu pemisahan sekaligus integrasi antara infrastruktur pada skala nasional, provinsi, lokal, dan komunitas,” jelas Bakti.
Lebih lanjut Bakti mengatakan pendekatan pengembangan ekonomi lokal akan lebih pas, namun tentunya tetap dirangkaikan dengan Konsep Pembangunan Wilayah berbasis Tata Ruang yang makro dan komprehensif. Sehingga inisiatif dan inovasi lokal menjadi lebih krusial.
Demi pembangunan infrastruktur agar lebih fokus, Bakti menyarankan target-target pembangunan infrastruktur fisik harus konsisten diwujudkan, lebih selektif dimana yang mendesak diselesaikan dalam 2 tahun mendatang. “Kriteria selektif adalah secara politik, secara ekonomis, paling potensial memicu produktifitas daerah/ekonomi lokal dan pengentasan kemiskinan dan ketertinggalan,” ujar Bakti.
“Selain itu pentingnya percepatan peran pemda untuk mengkapitalkan/mengoptimalkan peluang pembangunan infrastruktur yang telah dilakukan Jokowi, perlunya pendampingan yang pas untuk pemda-pemda,” pungkas Bakti.
Sedangkan Dr. Ir. Budi Situmorang sebagai pemapar ketiga dalam sesi pertama ini, menjelaskan bahwa pembangunan infrastruktur merupakan permintaan turunan dari permintaan akhir, yaitu tujuan yang diinginkan. Dimana tujuan pembangunan adalah terwujudnya kualitas sosial, ekonomi, politik, hankam dan budaya bagi masyarakatnya.
“Pembangunan infrastruktur pasti memberikan perbaikan kualitas kelima aspek masyarakat secara keseluruhan, hanya saja tingkat perbaikannya sangat bervariasi tergantung pada keadaan yang dimiliki oleh suatu wilayah atau komunitas,” ujar Budi.
Selanjutnya Budi mengatakan infrastruktur merupakan bagian penting untuk pembentukan efektifitas maupun efisiensi ruang wilayah dan ruang aktifitas masyarakat, yaitu pola ruang dan struktur ruang. Pembangunan infrastruktur juga harus melayani secara optimal terhadap perkembangan kantong-kantong ekonomi (budidaya dan perkotaan), sosial masyarakat, hankam dan budaya, serta kelestarian kualitas lingkungan hidup. “Pembangunan infrastruktur berintegrasi dalam kesisteman baik berupa antar moda, antar wilayah, dan antar kegiatan ekonomi atau non ekonomi,” tandasnya.
Pemaparan dari Dr. Ir. Budi Situmorang menjadi penutup dalam sesi pertama seminar terbatas ini, namun setelah pemaparan dari pembicara tersebut, beberapa akademisi dan pakar mengenai infrastruktur saling memberikan tanggapan dan pandangannya atas pemaparan para pembicara pada sesi ini. Terjadi dialog yang interaktif diantara para peserta seminar yang hadir mengenai pembangunan infrastruktur dengan pandangan, gagasan maupun ide-idenya terkait tajuk pada sesi pertama yakni “Kapitalisasi Peluang Pembangunan Infrastruktur Wilayah oleh Pelaku Serta (Stakeholders)”.
Setelah sesi pertama seminar terbatas ini berakhir, maka acara akan dilanjutkan dengan sesi kedua yang bertajuk “Konduktor/Akselerator dalam Pengintegrasian dan Penyelarasan Pembangunan Infrastruktur”.
Ping
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.