FSPBUN dan Holding PTPN Tanda Tangani PKB Induk Periode 2018 – 2019
Jakarta – Federasi Serikat Pekerja Perkebunan (FSPBUN) dan PTPN III (Persero) selaku Induk Holding PTPN menandatangani Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Induk Periode 2018 – 2019 disaksikan oleh Menteri Ketenagakerjaan RI, di Kementerian Ketenagakerjaan pada tanggal 4 Desember 2017. Penandatanganan PKB Induk tersebut merupakan tindak lanjut dari perundingan yang telah dilaksanakan kedua pihak di Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP) Yogyakarta pada tanggal 6 – 7 November lalu.
PKB Induk dimaksud adalah periode yang kesembilan sejak adanya PKB Induk di lingkup PTPN. Sebelum terbentuk Holding PTPN, FSPBUN merundingkan PKB Induk dengan Badan Musyawarah Direksi (BMD) PTPN dan PT RNI. Setelah terbentuk Holding BUMN Perkebunan berdasarkan Peraturan Pemerintah No.72 tahun 2014, maka sejak PKB Perode 2015 – 2016, FSPBUN merundingkan PKB Induk dengan PTPN III (Persero) selaku Induk Holding PTPN.
Ketua Umum FSPBUN, Tuhu Bangun, mengatakan bahwa dari perundingan-perundingan PKB Induk yang telah dilakukan, semuanya dapat dilalui dan diselesaikan dengan elegan. Meskipun selalu terjadi perdebatan dan perbedaan pendapat, tetapi selalu dapat disatukan dengan baik. Perbedaan pandangan antara kedua pihak selalu dapat dihasilkan titik temunya dengan semangat kebersamaan dan saling menghargai. “Perbedaan pendapat adalah hal yang biasa dalam demokrasi. Kalaupun dalam perundingan terdapat argumen masing-masing, hal tersebut bukan merupakan bentuk perlawanan, tetapi bentuk keseriusan dari masing-masing pihak untuk menghasilkan yang terbaik bagi Karyawan maupun perusahaan”, katanya.
Lebih lanjut, Tuhu Bangun mengajak kepada semua pihak untuk menghormati hasil perundingan yang telah dituangkan dalam PKB Induk yang ditandatangani bersama antara FSPBUN dan Manajemen PTPN. “Mari jaga bersama PKB sebagai instrumen hubungan industrial, jangan sampai ada yang melanggar atau menciderainya.” Selain itu, Tuhu Bangun menghimbau agar di Tingkat Perusahaan SPBUN Tingkat Perusahaan segera merundingkan PKB Tingkat Perusahaan dengan Manajemen PTPN masing-masing. Menurutnya, dalam PKB Tingkat Perusahaan sebagai turunan dari PKB Induk, tentu tetap disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan masing-masing perusahaan, namun hal-hal prinsip yang telah disepakati dan diatur dalam PKB Induk hendaknya tetap menjadi pedoman bersama.
Acara penandatanganan PKB Induk tersebut dilanjutkan dengan sosialisasi yang dihadiri oleh Unsur Manajemen maupun Serikat Pekerja di Tingkat Holding dan Federasi maupun Tingkat Perusahaan. Hadir dalam sosialisasi itu antara lain Pejabat terkait di Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian BUMN, Direktur Holding PTPN beserta para Kepala Divisi, Direktur PTPN bersama para Kepala Bagian yang membidangi SDM, Pengurus Harian dan Pengurus Pleno FSPBUN serta Pengurus SPBUN Tingkat Perusahaan.
Perubahan-perubahan yang ada dalam PKB Induk Periode 2018 – 2019 meliputi perubahan redaksional (non subtansial) maupun perubahan yang substansial. Contoh perubahan yang ada antara lain pada Pasal 30 tentang Karyawan Menjadi Pejabat Negara, Lembaga Tinggi Negara dan Lembaga Lain di luar Perusahaan di Ayat (2). Dalam ayat tersebut ditegaskan bahwa Karyawan dibebastugaskan karena menjadi Pejabat tidak diberikan hak-hak (penghasilan bagi karyawan). Namun bagi karyawan yang menjadi Pejabat namun tidak dibebastugaskan, misalnya menjadi Kepala Desa di lingkungan Unit Usaha Perusahaan, tetap dibayarkan hak-haknya sebagai Karyawan. Sejalan dengan ketentuan tersebut, maka dilakukan penghapusan Pasal 40 PKB Induk Periode sebelumnya yang mengatur Penghasilan Bagi Karyawan yang Menjadi Pejabat Negara, Lembaga Tinggi Negara dan Lembaga Lain di Luar Perusahaan.
Contoh lain perubahan yang belum ada di PKB Induk sebelumnya adalah pada Pasal 56 tentang Penghargaan Masa Pengabdian di Ayat (6) yaitu bahwa pemberian penghargaan berupa medali emas dapat digantikan dengan uang yang senilai dengan medali emas yang pelaksanaannya diatur di masing-masing perusahaan.
Hal-hal penting yang telah dibahas dalam perundingan, namun disepakati untuk ditindaklanjuti dengan membentuk Tim Pengkajian bersama antara FSPBUN dengan PTPN III (Persero) yaitu mengenai batas usia pensiun, strata karyawan dan sistem penggajian. Tim yang dibentuk akan membahas secara komprehensif mengenai ketiga hal tersebut.
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.