Azis Syamsuddin: Implementasi Perpres RAN PE Jadi Kunci Meredam Aksi Terorisme
Jakarta – Wakil Ketua DPR RI M. Azis Syamsuddin mendesak agar strategi penanganan teroris dan ekstremis harus ditinjau ulang. Ini penting dilakukan setelah penanganan terhadap kelompok radikal yang terus meluas dan menebar ketakutan lewat upaya ekstremisme bahkan terorisme dewasa ini.
Hal ini disampaikan Azis dalam rilisnya, Kamis (1/4/2021). Dikatakannya, DPR juga mendorong pentingnya digital literasi tentang pemahaman radikal, dampak dan bahayanya. Proses penyusunan dapat melibatkan tokoh agama, pesantren dari Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah sebagai jangkar deradikalisasi.
“Pengaruh kuat radikalisme dan ekstremisme harus dihentikan. Ikhtiar ini tentu tidak sebatas edukasi kepada pelajar dan keluarga secara langsung. Tapi penting pula membatasi mesin browsing yang selama ini memberikan pengaruh paling dominan,” jelas Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu. Merespon tragedi teror di Makassar dan Mabes Polri, ia mendorong urgensi percepatan implementasi pelaksanaan amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021.
“Perpres tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme berbasis Kekerasan yang mengarah pada Terorisme (RAN PE) Tahun 2020-2024 ini, sejatinya harus berjalan di semua sektor. “Kita mendesak agar pemerintah segera melakukan percepatan dalam implementasi pelaksanaan amanat Perpres tersebut. Terlebih tujuan dari dikeluarkannya RAN PE tersebut adalah untuk meningkatkan pelindungan hak atas rasa aman warga negara dari ekstremisme yang mengarah terorisme,” jelas Azis.
Azis menambahkan, Perpres sebagai bagian dari pelaksanaan kewajiban negara terhadap hak asasi manusia untuk memelihara stabilitas keamanan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. “Di tengah bencana pandemi Covid-19 saat ini, masyarakat dan negara membutuhkan rasa aman untuk bekerja dan bangkit dari keterpurukan,” kilah Azis.
Makassar, lanjut dia, salah satu kota perekonomian terpenting di Indonesia, khususnya di kawasan Indonesia Timur. Tragedi yang terjadi di depan Gereja Katedral Makassar jelas mengganggu stabilitas keamanan dan sosial di kota tersebut. “Saya meminta agar pemerintah dan semua pihak terkait segera menyusun rencana Aksi Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme, dan mengimplementasikannya secepat mungkin,” pinta Azis.
Pasal 1 ayat 4 Perpres tersebut, telah mengamanahkan bahwa RAN PE adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana. Tujuannya untuk mencegah dan menanggulangi Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang mengarah pada terorisme yang digunakan sebagai acuan bagi kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan ekstremisme Berbasis Kekerasan yang mengarah pada terorisme.
Adapun aksi yang dimaksud Azis, lebih menitikberatkan pada kegiatan atau program sebagai penjabaran lebih lanjut dari RAN PE untuk dilakukan oleh kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah. “Rumusan dan konsepnya harus segera diimplementasikan. RAN PE menjadi dasar agar hak aman warga negara dan stabilitas keamanan nasional terjaga,” tegasnya.
Terakhir, Azis mendukung Polri untuk mengusut tuntas dan terus mengungkap jaringan terorisme di Tanah Air. Penangkapan sejumlah terduga teroris di Condet, Kramat Jati, Jakarta Timur, disusul aksi penggerebekan dan penangkapan di Jalan Raya Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, setelah bom bunuh diri di pintu gerbang Gereja Katedral, Makassar perlu diperluas.
Meski demikian, Azis berpesan bahwa fungsi intelijen harus terus ditingkatkan. Polri dan BNPT harus mampu menggandeng semua elemen, terlebih berdasarkan data BNPT, jumlah teroris mencapai 6.000 lebih. Angka yang disajikan sangat meresahkan dan mengganggu keamanan. “BNPT sebagai role model dalam pencegahan terorisme harus mampu menunjukan kelasnya. Tentu tidak hanya sebatas penindakan, tetapi pencegahan lebih penting,” pungkas Azis Syamsuddin. (mh)
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.