Connect with us

Pemerintah Kuatkan Sistem Riset dan Inovasi Nasional untuk Wujudkan Visi Indonesia Maju 2045

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto

Jakarta – Riset dan inovasi adalah kesatuan yang tak terpisahkan. Sejumlah strategi perlu terus dikembangkan untuk meningkatkan sistem riset dan inovasi nasional. Salah satunya membangun ekosistem riset dan inovasi yang kuat.

Ketika membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Riset dan Inovasi 2021 mewakili Presiden RI Joko Widodo, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa ada sejumlah masukan yang dapat menjadi dasar pembahasan pada Rakornas tersebut.

Pertama, perlunya membangun ekosistem riset dan inovasi yang kuat agar menjadi fondasi kokoh untuk tumbuh dan berkembangnya inovasi yang membanggakan Indonesia di masa depan. Hal ini terus dilakukan dengan memperbaiki dan mengintensifkan triple helix riset teknologi dan inovasi melalui kerja sama antar pemangku kepentingan.

Selain itu, Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN) bersama Kementerian/Lembaga (K/L) terkait lainnya dapat memanfaatkan berbagai Proyek Strategis Nasional (PSN) agar menjadi wahana alih teknologi yang dapat memperkuat kompetensi lembaga riset dan inovasi itu sendiri.

Kedua, melengkapi peraturan dan kebijakan sistem inovasi yang mendukung perbaikan sistem IPTEK Inovasi Nasional, serta mengembangkan regulasi beserta insentif yang sesuai untuk mendorong budaya riset dan inovasi.

“Pemerintah juga berkomitmen melakukan keberpihakan dalam penggunaan produk inovasi dalam negeri, di antaranya melalui pengadaan barang yang diutamakan untuk produk inovasi dalam negeri. Kemudian, operasionalisasi super deduction tax yang bisa mencapai 300 persen bagi perusahaan yang concern terhadap pengembangan riset dan inovasinya,” jelasnya secara virtual di Jakarta, Kamis (28/01/2021).

Ketiga, memperkuat digitalisasi ekonomi untuk meningkatkan rantai pasok (supply chain) dan logistik melalui perbaikan proses komersialisasi riset dan inovasi. Proses ke arah transformasi digital juga akan menciptakan kekuatan pasar, serta sumber daya alam (SDA) milik Indonesia.

“Pasar digitalisasi saat ini senilai US$40 miliar, dan ini akan naik menjadi US$125 miliar di 2024. Jadi kita punya SDA di hulu, dan ada digitalisasi di hilirnya,” ujarnya.

Pemerintah percaya bahwa produk riset dan inovasi akan mampu mendorong pergerakan perekonomian dan pelaku usaha secara nyata dalam meningkatkan produktivitas dan menciptakan lapangan kerja. Maka, diperlukan komitmen untuk penguatan sistem inovasi nasional. Strategi pengembangan inovasi nasional juga perlu lebih fokus pada inovasi-inovasi yang menjadi keunggulan komparatif Indonesia dengan negara lainnya, serta dapat mengembangkan generasi penerus yang kreatif dan berjiwa inovator.

“Kita juga bisa memanfaatkan para diaspora, sebagai bagian dan aset dari jaringan global, dengan memberi ruang seluas-luasnya kepada mereka untuk berkreasi. Hal ini akan menjadi pintu masuk inovasi dari Indonesia ke dalam global supply chain,” tuturnya.

Tak kalah penting juga, pengembangan riset dan inovasi harus bisa menjadi solusi atas berbagai persoalan yang dihadapi bangsa. Pasalnya, Indonesia terletak di daerah rawan bencana, sehingga perlu terus mengembangkan iptek sebagai sistem peringatan dini dan tanggap bencana. Contohnya, Kemenristek telah mengembangkan Indonesia Tsunami Early Warning System.

“Kita juga perlu memetakan dan menyinergikan komunitas sains teknologi inovasi untuk membangun peringatan dan tanggap bencana ini, dengan memperhatikan peta kerawanan bencana,” tambahnya.

Terkait penanganan pandemi COVID-19, sejumlah produk riset dan inovasi telah berhasil dikembangkan oleh anak negeri di antaranya adalah ventilator BPPT35-LEN, GeNose, Uji Antigen Cepad, dan pengembangan Vaksin Merah-Putih (yang akan digunakan untuk vaksinasi nasional di 2022, sehingga mengurangi kebutuhan impor vaksin dari luar negeri).

“Ini membuktikan bahwa semangat dan kerja keras berinovasi tetap bisa dihasilkan di masa pandemi. Komunitas riset dan inovasi harus terus berkontribusi untuk penanganan COVID-19, mulai dari di hulunya yaitu pemetaan genomik virus hingga ke hilir dalam bentuk inovasi baru yang bisa dimanfaatkan langsung di masyarakat untuk upaya 3M dan 3T. Saat ini, yang harus didorong juga yakni ketersediaan (teknologi) terapi plasma konvalesen,” paparnya.

Menko Perekonomian juga menekankan bahwa riset dan inovasi bukan hanya urusan Kemenristek/BRIN saja, tapi upaya bersama dari segenap Bangsa Indonesia.

“Kita perlu bersama-sama membangun budaya inovasi, bangga menggunakan produk dalam negeri, serta bangga sebagai bangsa yang inovatif. Inovasi dan investasi merupakan duet utama yang dapat melepaskan Indonesia dari middle income trap dan mewujudkan visi Indonesia Maju 2045,” pungkasnya.

Turut hadir secara fisik maupun virtual dalam acara yang bertema “Sinergi Program dan Anggaran 2021 untuk Mencapai Target Kinerja 2021” ini antara lain adalah Menristek/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Menparekraf Sandiaga Uno, Menkumham Yasonna Laoly, Menpora Zainudin Amali, Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto dan Juru Bicara Presiden RI Fadjroel Rachman.

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Fikri Faqih Minta Pemerintah Perketat Pengawasan Tur Belajar

Oleh

Fakta News
Fikri Faqih Minta Pemerintah Perketat Pengawasan Tur Belajar
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih. Foto: DPR RI

Jakarta – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih meminta pemerintah memperketat pengawasan terhadap kegiatan study tour (tur belajar) yang sudah menjadi kegiatan ‘wajib’ di sekolah-sekolah. Hal tersebut Fikri sampaikan menyusul tragedi kecelakaan bus yang membawa siswa SMK Lingga Kencana Kota Depok saat melakukan study tour ke Ciater, Subang, Jawa Barat, baru-baru ini.

“Perlu dievaluasi menyeluruh mengenai tujuan, manfaat, dan kelayakan program yang sudah menjadi agenda tahunan di sekolah tersebut,” kata Fikri dalam rilis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Rabu (15/5/2024).

Lebih lanjut, ia menyampaikan belasungkawa kepada para keluarga korban tragedi kecelakaan tersebut. Maka dari itu, dirinya mendesak pihak yang bertanggung jawab dihukum sesuai dengan perundangan yang berlaku. Ia pun meminta pemerintah pusat dan daerah untuk mengevaluasi kegiatan study tour agar lebih terarah dan sesuai dengan asas, tujuan, dan kemanfaatan dalam Pendidikan para siswa.

“Misalnya perjalanan tur ke museum, pusat konservasi alam, atau instansi yang memberi edukasi dalam bidang-bidang tertentu,” imbuh Politisi Fraksi PKS ini.

Selain itu, kegiatan study tour yang bertujuan ke lokasi yang jauh, bahkan lintas provinsi dan lintas pulau sebaiknya ditinjau ulang. “Kegiatan ini tentu berbiaya besar dan bisa memberatkan bagi orangtua/wali siswa, kemudian ada faktor kelayakan dan keamanan yang harus dipenuhi dalam perjalanan tur jarak jauh tersebut,” urai Mantan Kepala Sekolah di suatu SMK di daerah Tegal tersebut.

Kegiatan study tour yang dilakukan di dalam kota juga dapat menjadi opsi yang terbaik, selain lebih murah dan lebih singkat waktu tempuhnya. “Tentu disesuaikan dengan tujuan dan manfaat yang mau diambil, karena kemungkinan besar masih banyak potensi di sekitar kota atau kabupaten sesuai domisili sekolah yang dapat menambah wawasan bagi siswa,” tambah dia.

Dengan begitu, sebenarnya kegiatan study tour dalam kota  juga dapat membantu meningkatkan perekonomian UMKM di wilayah asal/ domisili sekolah tersebut. “Wawasan siswa juga tetap diperkaya melalui pengenalan potensi alam, ekonomi, sosial dan budaya di daerahnya sendiri,” tutupnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Tak Hanya Kriteria Fisik, Penerapan KRIS Harus Pastikan Ketersediaan Tenaga Kesehatan dan Obat

Oleh

Fakta News
Tak Hanya Kriteria Fisik, Penerapan KRIS Harus Pastikan Ketersediaan Tenaga Kesehatan dan Obat
Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani. Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani menyatakan perlu ada kajian lebih lanjut pasca dihapuskannya kelas BPJS Kesehatan menjadi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang diwajibkan terhadap rumah sakit. Sebab, menurutnya, perubahan sistem tersebut, pasti akan memunculkan beberapa konsekuensi dari masyarakat yang menjadi peserta BPJS Kesehatan. Konsekuensi tersebut tidak hanya terkait keharusan memenuhi kriteria fisik, melainkan juga harus memastikan adanya ketersediaan tenaga kesehatan dan juga obat-obatan yang terstandardisasi.

“Banyak rumah sakit yang tidak siap untuk mengimplementasikan Kelas Rawat Inap Standar. Kenapa? Karena memang kalau kita bicara tentang kemampuan rumah sakit, (maka juga terkait) cash flow rumah sakit untuk membuat penyesuaian. Jadi kita minta untuk dilakukan kajian, kenapa? karena ketika kelas rawat inap standar ini diterapkan, diimplementasikan sudah pasti akan terjadi beberapa fenomena ya,” ujar Netty kepada Parlementaria di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (15/5/2024).

Diketahui, penghapusan Kelas BPJS Kesehatan menjadi KRIS tersebut merupakan amanat UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). UU tersebut lalu diturunkan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.  Salah satunya yakni mengatur penerapan fasilitas ruang perawatan rumah sakit dengan 12 kriteria. Namun implementasinya selalu diundur oleh Pemerintah karena banyak rumah sakit yang tidak siap.

Konsekuensi yang akan terjadi di antaranya yakni adanya gejolak di antara peserta BPJS Kesehatan. Adanya KRIS ini bisa diartikan akan tidak adanya perbedaan antara kelas satu, dua dan tiga karena setiap kelas akan mendapatkan layanan yang sama dengan kamar yang sama. Untuk itu perlu pengkajian, baik mengenai Premi BPJS, Imigrasi Peserta, dan Insentif untuk rumah sakit swasta.

“Jika semua peserta akan mendapatkan layanan yang sama, berarti kan kita harus mulai menghitung atau melibatkan aktuaria untuk menghitung paket INA-CBG. Apakah betul jarum suntiknya, obatnya, alat infusnya itu sama? kalau kemudian semuanya mendapatkan layanan yang sama. Nah ini saya minta kemarin supaya dilakukan kajian apakah Premi BPJS nya masih seperti itu?,” ujarnya.

Imigrasi peserta juga dikhawatirkan akan terjadi, karena pasti banyak peserta yang menganggap tidak adanya perbedaan pelayanan yang didapatkan antara kelas satu, dua dan tiga sehingga semua akan memilih kelas yang rendah saja. “Karena (masyarakat) pasti berpikirnya sama-sama? (Ibaratnya) kok Tuan dengan Pekerja, (bayar preminya) sama. Atasan dengan bawahan (bayar preminya) sekarang  sama gitu, bisa di ruangan yang sama, itu analoginya yang paling mudah,” jelas Politisi Fraksi PKS itu.

Kemudian insentif untuk rumah sakit swasta juga perlu dipikirkan, karena dengan adanya KRIS ini membuat rumah sakit swasta juga perlu melakukan penyesuaian. “Karena kan enggak ada anggaran dari pemerintah untuk rumah sakit swasta, berbeda dengan rumah sakit pemerintah. Ya pastinya mereka mendapatkan anggaran untuk bisa melakukan penyesuaian ruangan, tirai, kamar mandi dan seterusnya,” tambahnya

Namun, menurut Legislator dapil Jawa Barat VIII itu, catatan penting dalam penerapan KRIS ini bukan hanya soal kriteria fisik mengenai fasilitas pelayanan ruang inap saja, yang terpenting juga ketersediaan tenaga kesehatan dan obat bagi para pasien.

“Jadi jangan cuma kemudian kita merasa sudah memberikan layanan terbaik ketika kita bicara fisik, padahal kemudian ada dokter yang tidak datang pada jam prakteknya atau ketika pasien masih banyak dokter sudah pulang atau obat-obatan sebagiannya masih cost sharing, harus ambil dari kocek pasien. Nah hal seperti ini menurut saya perlu dibenahi. Kenapa? karena bagaimanapun ketika kita bicara kesehatan, yang sakit tidak bisa menunggu, yang miskin tidak dapat diabaikan,” tegasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Forum WWF 2024 Diharapkan Turunkan Konflik Air di Seluruh Dunia

Oleh

Fakta News
Forum WWF 2024 Diharapkan Turunkan Konflik Air di Seluruh Dunia
Wakil Ketua BKSAP Putu Supadma Rudana, saat mengikuti rapat bersama Ms. Yoon Jin selaku Director of 10th World Water Forum di Ruang Delegasi Nusantara III, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (7/5/2024). Foto: DPR RI

Jakarta – Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Putu Supadma Rudana mengatakan, melalui WWF 2024 diharapkan akan melahirkan komitmen bersama terkait air yang disepakati oleh seluruh Parlemen yang ada. Hal ini disampaikan dalam rangka World Water Forum (WWF) 2024 yang akan diselenggarakan di Bali pada 18-25 Mei 2024 mendatang.

“Yang pertama kan jelas untuk meng-evaluasi SDGs Nomor 6 tentang Air dan Sanitasi. Yang kedua bagaimana perspektif ini masa lalu ini harus dihadirkan. Contoh di Bali, karena saya orang Bali, ada Tri Hita Karana hubungan harmoni antara alam manusia dan Sang Pencipta. Yang kedua bagaimana di Bali, air yang disebut tirta selalu dimuliakan ada tempat sucinya, ada bagaimana kita melakukan penyucian dengan air juga, ada bagaimana air ini juga sangat dihormati, dihargai,” kata Putu usai rapat di ruang delgasi, Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (15/5/2024).

Putu menilai pengelolaan air yang benar dapat menurunkan potensi terjadi konflik. Menurutnya, sudah banyak negara yang mengalami konflik karena air contohnya di Sungai Nil. Sementara itu telah terjadi perselisihan selama 10 tahun antara Mesir dan Ethiopia mengenai pasokan air di Sungai Nil. Kedua pihak mencari solusi internasional, namun perundingan yang dipimpin oleh Departemen Luar Negeri AS – dan diikuti oleh Uni Eropa dan PBB – hanya menghasilkan sedikit kesepakatan setelah empat tahun.

“Nah tentu kita harus merawat menata air bagaimana kita juga jangan sampai air ini menimbulkan konflik. Karena banyak negara sudah mulai ada konflik terhadap air di Sungai Nil, jadi Afrika ini sudah menjadi konflik. Nah tentu karena belum menuju potensi itu tentu kita harus mengelola bersama. Kita cari komitmen bersama agar akses terhadap air ini khususnya air bersih bisa diterima oleh masyarakat. Jadi artinya bisa diterima langsung dan masyarakat mendapat kesejahteraan jangan ada beban biaya yang tinggi untuk akses terhadap air,” ungkapnya.

“Nah tentu forum ini sangat monumental sehingga kita berpikir awal sudah baik kita tentu harus sukseskan ke depan. Dan forum ini juga kita memiliki komitmen bagaimana menggerakkan aksi parlemen untuk peduli terhadap air dan pada akhirnya memberikan kesejahteraan kepada masyarakat,” tambahnya. Dengan tema WWF kali ini, “Mobilizing Parliamentary Action on Water For Shared Prosperity”, Putu menjelaskan Parlemen di WWF ingin mengeluarkan sebuah dokumen antara komitmen bersama maupun deklarasi.

Baca Selengkapnya