Connect with us

Per Hari Ini Total Ada 55 Korban Kecelakaan Sriwijaya Air SJ 182 yang Berhasil Didentifikasi DVI Polri

Jakarta – Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polri berhasil mengidentifikasi dua korban kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ 182 pada Selasa (26/1/2021). Dengan demikian, total korban yang berhasil diidentifikasi adalah 55 orang.

Mereka terdiri dari 27 orang laki-laki dan 28 orang perempuan. Dari 55 korban yang telah teridentifikasi, 50 jenazah di antaranya telah diserahkan kepada pihak keluarga.

Proses identifikasi korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 tetap dilakukan meski operasi SAR telah dihentikan oleh Basarnas.

Sementara itu, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dirjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah menerbitkan 53 akta kematian korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182. Sebanyak 45 akta kematian telah diserahkan kepada pihak keluarga, sedangkan 8 dokumen masih belum diserahkan karena menunggu kesiapan pihak keluarga.

Berikut daftar nama korban Sriwijaya Air SJ 182 yang telah teridentifikasi:

  • Okky Bisma (30), pramugara Sriwijaya Air, teridentifikasi 11 Januari 2021
  • Fadly Satrianto (38), co-pilot NAM, teridentifikasi 12 Januari 2021
  • Khasanah (50), teridentifikasi 12 Januari 2021
  • Asy Habul Yamin (36), teridentifikasi 12 Januari 2021
  • Indah Halimah Putri (26), teridentifikasi 13 Januari 2021
  • Agus Minarni (47), teridentifikasi 13 Januari 2021
  • Ricko Mahulette (32), teridentifikasi 14 Januari 2021
  • Ihsan Adhlan Hakim (33), teridentifikasi 14 Januari 2021
  • Supianto (37), teridentifikasi 14 Januari 2021
  • Pipit Supiyono (23), teridentifikasi 14 Januari 2021
  • Mia Tresetyani (23), pramugari Sriwijaya Air, teridentifikasi 14 Januari 2021
  • Yohanes Suherdi (37), teridentifikasi 14 Januari 2021
  • Toni Ismail (59), teridentifikasi 15 Januari 2021
  • Dinda Amelia (15), teridentifikasi 15 Januari 2021
  • Isti Yudha Prastika (34), teridentifikasi 15 Januari 2021
  • Putri Wahyuni (25), teridentifikasi 15 Januari 2021
  • Rahmawati (59), teridentifikasi 15 Januari 2021
  • Arneta Fauziah, teridentifikasi 16 Januari 2021
  • Arifin Ilyas (26), teridentifikasi 16 Januari 2021
  • Makrufatul Yeti Srianingsih (30), teridentifikasi 16 Januari 2021
  • Beben Sopian (58), teridentifikasi 16 Januari 2021
  • Nelly (49), teridentifikasi 16 Januari 2021
  • Rizky Wahyudi (26), teridentifikasi 16 Januari 2021
  • Rosi Wahyuni (51), teridentifikasi 16 Januari 2021
  • Fao Nuntius Zai, bayi berumur 11 bulan, teridentifikasi 17 Januari 2021
  • Yuni Dwi Saputri (34), pramugari Sriwijaya Air, teridentifikasi 17 Januari 2021
  • Iu Iskandar (52), teridentifikasi 17 Januari 2021
  • Oke Dhurrotul Jannah (24), pramugari NAM Air, teridentifikasi 17 Januari 2021
  • Satu korban tidak disebutkan namanya, teridentifikasi 17 Januari 2021
  • Didik Gunardi (49), pramugara NAM Air, teridentifikasi 18 Januari 2021
  • Athar Rizki Riawan (8), teridentifikasi 18 Januari 2021
  • Gita Lestari (36), pramugari Sriwijaya Air, teridentifikasi 18 Januari 2021
  • Fathima Ashalina (2), teridentifikasi 18 Januari 2021
  • Rahmania Ekananda (39), teridentifikasi 18 Januari 2021
  • Kolisun (37), teridentifikasi 19 Januari 2021
  • Grislend Gloria Natalies (28), teridentifikasi 19 Januari 2021
  • Faisal Rahman (30), teridentifikasi 19 Januari 2021
  • Andi Syifa Kamila (26), teridentifikasi 19 Januari 2021
  • Shinta (23), teridentifikasi 19 Januari 2021
  • Mulyadi (39), teridentifikasi 19 Januari 2021
  • Yulian Andhika, teridentifikasi 20 Januari 2021
  • Ratih Windania, teridentifikasi 20 Januari 2021
  • Teofilius Ura, teridentifikasi 20 Januari 2021
  • Sevia Daro (24), teridentifikasi 21 Januari 2021
  • Angga Fernanda Afrion (27), teridentifikasi 21 Januari 2021
  • Rion Yogatama (29), teridentifikasi 21 Januari 2021
  • Rusni (44), teridentifikasi 21 Januari 2021
  • Yumna Fanisyatuzahra (3), teridentifikasi 22 Januari 2021
  • Muhammad Nur Kholifatul Amin (46), teridentifikasi 22 Januari 2021
  • Fazila Ammara (6), teridentifikasi 25 Januari 2021
  • Sugiono Effendy (36), teridentifikasi 25 Januari 2021
  • Yohanes (33), teridentifikasi 25 Januari 2021
  • Nabila Anjani (11), teridentifikasi 25 Januari 2021
  • Zurisya Zuar Zai (8), teridentifikasi 26 Januari 2021
  • Umbu Kristin Zai (2), teridentifikasi 26 Januari 2021

Untuk diketahui, pesawat rute Jakarta-Pontianak tersebut jatuh di perairan antara Pulau Laki dan Pulau Lancang, Kepulauan Seribu pada Sabtu (9/1/2021) sekitar pukul 14.40 WIB atau 4 menit setelah lepas landas dari Bandara Soekarno Hatta, Tangerang. Pesawat mengangkut 62 orang yang terdiri dari 6 kru, 46 penumpang dewasa, tujuh anak-anak, dan tiga bayi.

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal

Oleh

Fakta News
Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat kunjungan kerja reses di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap mahalnya biaya pendidikan tinggi di perguruan tinggi negeri. Menurutnya, dengan mahalnya biaya pendidikan tinggi itu dapat menghambat pencapaian target pemerintah dalam meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tinggi. Menurut data tahun 2023, APK untuk laki-laki hanya 29,12 persen dan untuk perempuan 33,87 persen, angka yang jauh dari target yang diharapkan.

Konsekuensinya, tambah Ledia, dengan biaya pendidikan yang sangat mahal  itu banyak calon mahasiswa yang terhambat untuk melanjutkan pendidikan. “Dengan mahalnya perguruan tinggi negeri ini, bagaimana mungkin kita bisa mencapai target APK yang lebih baik jika banyak anak-anak kita yang tidak mampu melanjutkan pendidikan karena biaya?” ujar Ledia kepada Parlementaria, di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024).

Diketahui, Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi (PT) adalah perbandingan antara jumlah penduduk yang masih bersekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (tanpa memandang usia penduduk tersebut) dengan jumlah penduduk yang memenuhi syarat resmi penduduk usia sekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (umur 19- 23 tahun).

Ledia pun mengkritik sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang berlaku di banyak perguruan tinggi, yang menurutnya masih memberatkan bagi sebagian besar calon mahasiswa. “Ada perguruan tinggi dengan sistem UKT yang sangat tinggi, dan ada pula yang menengah namun tetap mahal, belum lagi adanya uang pangkal yang harus dibayar di awal,” ujar politisi Alumni Master Psikologi Terapan dari Universitas Indonesia ini.

Ledia juga menyoroti perlunya sebuah sistem pendidikan tinggi yang lebih pro kepada masyarakat, terutama bagi warga negara Indonesia yang memiliki kemampuan akademis namun ada keterbatasan ekonomi. “Kita perlu membuat sistem yang lebih baik, yang lebih mendukung anak-anak kita untuk bisa kuliah tanpa dibebani biaya yang tidak mampu mereka tanggung,” ujar Politisi Fraksi PKS ini.

Lebih lanjut, Ledia menegaskan bahwa pendidikan tinggi harus diakses oleh semua lapisan masyarakat. “Kita membuat kampus itu mandiri, namun bukan berarti kita bisa mengabaikan warga negara Indonesia, terutama anak-anak muda kita yang sebenarnya punya kemampuan dalam akademisnya tapi tidak dalam ekonominya,” ujarnya.

Kebijakan saat ini, menurut Ledia, harus segera dibahas dan diperbaiki, dengan keterlibatan langsung dari kampus-kampus dan pemerintah untuk mencari solusi yang efektif. “Perlu ada diskusi serius antara pemerintah dengan perguruan tinggi untuk menata ulang sistem pendanaan pendidikan tinggi di negara kita,” tutur Ledia.

Dalam mencari solusi, Ledia juga menyarankan agar perguruan tinggi negeri bisa terhubung lebih baik dengan program beasiswa dan bantuan finansial lainnya yang bisa membantu meringankan beban mahasiswa. “Harus ada lebih banyak opsi beasiswa dan bantuan finansial yang dapat diakses oleh mahasiswa yang membutuhkan,” ucap Ledia.

Ledia berharap bahwa dengan perbaikan sistem yang lebih inklusif dan mendukung, Indonesia bisa mencapai tujuan menjadi negara dengan sumber daya manusia yang unggul pada 2045. “Ini semua tentang membangun fondasi yang kuat untuk pendidikan tinggi di Indonesia, memastikan semua anak berhak dan mampu mendapatkan pendidikan yang layak,” pungkasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah

Oleh

Fakta News
Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah
Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Maros – Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin mengecam kebijakan terkait sertifikat tanah yang merugikan masyarakat. Dalam pernyataannya, ia menyampaikan keprihatinannya terhadap biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang melonjak drastis setelah penerbitan sertifikat tanah.

“Sangat disayangkan melihat betapa besarnya biaya PBB yang harus ditanggung masyarakat setelah memiliki sertifikat tanah. Hal ini menjadi hambatan besar bagi petani dan pengguna lahan lainnya untuk mendaftarkan tanah mereka,” ujar Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024).

Menurutnya, masyarakat enggan membuat sertifikat tanah karena adanya komponen biaya PBB yang meningkat secara signifikan setelah kepemilikan tanah tersebut bersertifikat. Hal ini berdampak negatif terutama bagi para petani dan pengguna lahan lainnya yang mayoritas hidup dengan penghasilan terbatas.

Rosiayati pun menyerukan pentingnya koordinasi antara pemerintah daerah dan Dinas Pajak untuk meninjau ulang kebijakan terkait tarif PBB. “Saya berharap agar Dinas Pajak dapat mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat yang terdampak dan menyesuaikan tarif PBB dengan lebih adil,” tambahnya.

Kemudian, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu juga menegaskan bahwa pembenahan terhadap kebijakan tersebut penting dilakukan agar masyarakat merasa lebih terbantu dan terjamin hak-haknya atas tanah yang mereka miliki.

“Pemerintah harus fokus pada upaya mempermudah akses masyarakat terhadap kepemilikan tanah dengan biaya yang terjangkau, sehingga tidak menghambat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat,” tutupnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!

Oleh

Fakta News
PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat mengikuti Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi X DPR RI, di Kota Medan Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto: DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah mengungkapkan, kekhawatirannya terkait kesiapan pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI yang dijadwalkan pada September 2024 di Aceh dan Sumatera Utara. Ledia menyatakan bahwa meskipun pemerintah daerah telah berkomitmen dengan mengalokasikan dana besar, masih terdapat kekurangan yang perlu ditangani oleh pemerintah pusat.

“Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah mengeluarkan anggaran sekitar Rp2,1 triliun, dan belum lagi dari Pemerintah Kabupaten/Kota dari APBD untuk pembangunan venue dan lain-lain. Namun, ada beberapa hal penting yang masih harus di-cover oleh pemerintah pusat,” ujar Ledia, Medan, Sumatera Utara, Senin (6/5/2024).

Menurutnya, masih ada kebutuhan dana tambahan untuk menyelesaikan infrastruktur yang belum rampung. “Persoalnnya ada hal yang harus dicover oleh pemerintah pusat, apakah itu bisa selesai atau enggak. Kita belum tahu sampai sekarang pemerintah daerah juga enggak bisa apa-apa, itu sangat tergantung dari pusat,” ujarnya.

Ledia juga menyampaikan bahwa Komisi X DPR RI telah mengusulkan agar penundaan PON hingga awal tahun 2025 untuk memastikan semua persiapan bisa tuntas. “Beberapa dari kami sudah mengusulkan untuk ditunda sampai Januari atau Februari 2025 sehingga penyelenggaraannya bisa berjalan dengan baik dan tidak terburu-buru,” tegas Ledia.

Selain itu, Ledia menekankan bahwa ada kesamaan situasi dengan PON sebelumnya di Papua, yang juga harus diundur karena pandemi COVID-19. “Situasinya serupa dengan apa yang terjadi di Papua. Jika memang belum siap, jangan dipaksakan,” tegasnya.

Ledia juga berharap dengan waktu yang masih ada, bisa di optimalkan dengan baik. “Harapan nanti penyelenggarannya bisa berjalan dengan baik, karena ini baru pertama kali diselenggarakan di dua  provinsi, belum lagi setelah itu ada peparnas untuk disabilitas. Nah jadi memang harusnya lebih matang, kalau memang belum siap jangan dipaksakan,” ungkap Ledia.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah berkomitmen untuk juga menggunakan venue yang sudah ada dengan memperbaikinya. Namun, Ledia menyatakan, “Sekarang ini yang ditunggu adalah dukungan anggaran dari pemerintah pusat, bisa atau tidak,” ungkapnya.

Ditambah lagi, menurut Ledia, “Telah dianggarkan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga sebanyak Rp300 miliar untuk biaya operasional seperti pembayaran wasit dan juri, namun untuk infrastruktur, kecepatan penyelesaian dari pemerintah pusat masih menjadi tanda tanya”.

Kekhawatiran terus mengemuka seiring dengan mendekatnya waktu pelaksanaan PON XXI, dengan banyak pihak berharap agar pemerintah pusat dapat segera mengambil tindakan untuk menyelesaikan persiapan yang masih tertunda.

Baca Selengkapnya