Connect with us

Almisbat: Rizieq Shihab bukan Tokoh yang Untouchable

Ketum Almisbat Hendrik Sirait

Jakarta – Tewasnya 6 orang anggota organisasi Front Pembela Islam (FPI) saat mengawal pimpinan FPI Muhammad Rizieq Shihab (MRS) di tangan polisi menyisakan serangkaian kontroversi di ranah publik. Pandangan pro dan kontra, dengan rasionalitasnya masing-masing, muncul secara intens di media.

Hingga sekarang ruang publik masih diisi perbedaan cara pandang atas tewasnya 6 orang anggota FPI itu. Pihak polisi mengklaim bahwa peristiwa tersebut muncul karena para pengawal MRS lebih dulu menyerang polisi, sebaliknya FPI menyatakan bahwa enam anggotanya yang tewas itu merupakan korban dari apa yang disebut sebagai extra judicial killing yang dilakukan oleh polisi. Ini merupakan dua titik pandang yang saling berseberangan.

“Namun demikian, terlepas dari kasus yang sesungguhnya, Almisbat menyesalkan peristiwa tersebut. Almisbat pun meyatakan berbelasungkawa atas wafatnya keenam anggota FPI itu Bagaimanapun juga, peristiwa yang merengut 6 orang anggota masyarakat seperti itu, tidak sepatutnya terjadi,” ungkap Ketua Umum Almisbat Hendrik Sirait.

Di sisi lain, Hendrik juga setuju sepenuhnya bahwa sebagai bagian dari masyarakat sipil, Almisbat harus bersikap kritis terhadap polisi terkait tewasnya 6 orang FPI itu. Pengusutan lebih lanjut atau upaya meminta pertanggungjawaban Polri agar kasus ini transparan juga harus dilakukan (apapun hasilnya), termasuk penyelidikan yang dilakukan PROPAM Mabes Polri atau penyelidikan yang tengah dilakukan Komnas HAM, misalnya.

“Namun, Almisbat memandang dan menggarisbawahi bahwa kita juga harus bersikap kritis terhadap sikap FPI terkait kasus ini. Untuk itu, Almisbat menyerukan agar masyarakat tidak menerima begitu saja sikap/pernyataan FPI bahwa kasus kematian 6 anggota FPI itu merupakan 100% extra judicial killing. Klaim semacam itu perlu pembuktian lebih lanjut,” tegas Hendrik.

Hendrik menambahkan, penting untuk dicatat bahwa sejak kedatangannya kembali ke Jakarta, MRS cenderung membuat resah dan mengusik ketenangan pubik. Alih-alih membuat tenteram masyarakat, sekembalinya MRS, mendengungkan kembali narasi yang menyuarakan ekspresi kebencian.

“Lebih dari itu, pernyataannya yang seolah memberi legitimasi bagi pemenggalan kepala dari orang-orang yang mengkritik Islam telah memanaskan situasi sosial dan memperuncing relasi-relasi sosial keagamaan di Tanah Air,” ucapnya.

Menurut Hendrik, masyarakat Indonesia masih menyimpan memori tentang bagaimana rekam jejak tindak kekerasan dan teror MRS dan FPI terhadap kelompok-kelompok rentan termasuk minoritas agama di Indonesia.

“Kita mencatat bahwa berbagai tindakan persekusi yang dilakukan FPI terhadap kelompok-kelompok minoritas agama di Tanah Air terjadi beberapa kali di sejumlah tempat di Indonesia. Salah satu bentuk aksi kekerasan yang dilakukan FPI adalah penganiayaan terhadap para aktivis Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, yang berdemo memprotes surat keputusan bersama tentang Ahmadiyah pada 1 Juni 2008 di lapangan Monas, Jakarta,” papar Hendrik.

Di samping itu, FPI juga melakukan tindakan yang mengarah pada upaya menghalangi kebebasan menyatakan pendapat di ruang publik. Sedikitnya selama ini tercatat telah lima kali FPI melakukan aksi pembubaran paksa.

FPI membubarkan kegiatan diskusi publik yang di gelar SETARA Institute dengan tema “Menghapus Diskriminasi, Membangun Perlindungan Holistik Jaminan Beragama/Berkeyakinan di Jawa Barat”. Acara itu diadakan bersama para korban diskriminasi dan kekerasan atas nama agama, perwakilan organisasi keagamaan dan sejumlah LSM pegiat HAM, di sebuah hotel The Amaroossa, Bandung, Jawa Barat, Kamis (6/1/11).

“FPI menggeruduk acara tersebut karena menuding pemberitaan yang dilakukan Setara Institute sering membuat laporan-laporan yang mendiskreditkan umat Islam,” kata Hendrik.

Kemudian FPI menggeruduk diskusi lintas agama di Surabaya. Saat itu Puluhan anggota Front Pembela Islam (FPI) Surabaya membubarkan rencana diskusi terbatas forum lintas agama di Hotel Inna Simpang, Jalan Gubernur Suryo, Surabaya, Kamis (13/1/2013). Mereka menggeruduk hotel dan meminta agar pengelola hotel membatalkan kegiatan tersebut.

Ketua Tanfidziyah FPI Surabaya, Muhammad Mahdi al-Habsyi mengatakan, dia bergerak dengan alasan pertemuan lintas agama itu telah ditunggangi oleh Ahmadiyah dan kelompok gay serta lesbian. Mereka menggunakan momentum kedatangan Presiden SBY untuk menggelar seminar.

Lalu ada peristiwa FPI bubarkan paksa diskusi teologi Islam-Kristen. Saat itu 10 anggota Front Pembela Islam (FPI) membubarkan diskusi dan bedah topik teologi Islam Kristen di Surabaya, Jawa Timur, (13/06/2013). Mereka memaksa masuk ke dalam area acara dan menghentikan pembahasan yang ada dalam kitab suci agama Kristen dan Islam itu.

Peristiwa FPI bubarkan diskusi buku di Salihara. Diskusi dan peluncuran buku di Komunitas Salihara, Jalan Salihara, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, dibubarkan polisi dengan alasan tidak memiliki izin. Pembubaran itu atas desakan ratusan massa Front Pembela Islam yang datang ke lokasi kuliah umum dan peluncuran buku Iman, Cinta dan Kebebasan oleh tokoh feminis asal Kanada, Irshad Manji, Jumat, 4 Mei 2012.

Lalu ada peristiwa FPI bubarkan diskusi buku Tan Malaka di Surabaya. Acara bedah buku Tan Malaka di C20 Library Jalan Dr Cipto, Surabaya, Jawa Timur batal digelar. Sebab, selain sempat dilarang pihak kepolisian, acara itu juga disoroti oleh pihak Front Pembela Islam (FPI) Jawa Timur.

Selain FPI, hadir juga beberapa elemen yang tergabung dalam Gerakan Umat Islam Bersatu (GUIB) Jawa Timur. Mereka memprotes keras gelar acara tersebut, sebab sosok Tan Malaka adalah tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI). Mereka menyatakan tak peduli, meski Tan Malaka juga salah satu tokoh pejuang.

Hendrik melanjutkan, selain itu yang lebih mengerikan jargon atau kampanye tentang NKRI bersyariah yang acap di suarakan seperti menjadi upaya Rizieq dan FPI nya ingin merubah bentuk dasar negara yang sudah final sehingga berpretensi mengancam kohesi kebangsaan yang direkatkan pada kesatuan yang dilandasi pada keberagaman.

“Lebih dari itu, posisi MRS saat ini juga penting untuk dinilai secara kritis. Sejak kedatangannya kembali para pengikutnya cenderung memposisikannya sebagai tokoh Untouchable (tidak tersentuh). Oleh karenanya, berbagai protokol kesehatan menyangkut Covid-19 dilanggar oleh MRS sejak kedatangannya ke kembali ke tanah air. Kerumunan massa, dalam berbagai event kedatangannya, muncul berkali-kali di ruang publik,” sebut Hendrik.

“Upaya MRS yang selalu menghindari pemanggilan polisi terkait kerumunan yang bersumber dari dirinya, ditambah dengan upaya menghalangi petugas oleh para pengikut MRS, justru memperkuat penilaian publik bahwa dirinya sama sekali tidak patut dijadikan teladan,” imbuhnya.

Berbeda dengan dengan pejabat publik seperti Gubernur DKI Jakarta, Wagub DKI Jakarta serta Gubernur Jawa Barat yang semuanya bersedia dipangggil pihak kepolisian untuk memberikan klarifikasi terhadap kerumunan massa, MRS justru menolaknya. Sikap MRS ini memperlihatkan bahwa dirinya digdaya di mata hukum dan mau menang sendiri.

“Belum lagi ketidak terbukaan dan pembangkangannya terhadap upaya pemeriksaan status kesehatannya oleh Dinas Kesehatan Kota Bogor saat di rawat di salah satu Rumah Sakit Swasta di Bogor, semakin menjadi bukti ketidak patuhannya terhadap aturan,” kata Hendrik.

Hendrik menilai MRS yang memperlakukan dirinya secara istimewa di publik sesungguhnya secara langsung ataupun tidak langsung menggambarkan bahwa dirinya dapat melakukan apa saja secara semena-mena terhadap siapapun termasuk aparatus negara.

“Terkait soal ini Almisbat menyerukan sekaligus mendukung upaya Polri untuk dapat lebih bersikap tegas terhadap MRS. Polri harus menunjukkan ke publik bahwa tidak seorang pun di negeri ini yang memperoleh perlakukan istimewa dan tidak tersentuh oleh hukum apapun alasannya,” pungkas Hendrik.

 

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat

Oleh

Fakta News
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh saat memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024). Foto: DPR RI

Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.

“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).

Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.

Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.

Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.

Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.

Baca Selengkapnya

BERITA

Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil

Oleh

Fakta News
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily. Foto: DPR RI

Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.

“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).

Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.

Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.

“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.

Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.

“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.

Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.

Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar  siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.

“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.

Baca Selengkapnya

BERITA

Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi

Oleh

Fakta News
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024). Foto: DPR RI

Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.

“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).

Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.

“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.

Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.

“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.

Baca Selengkapnya