Connect with us

Kemenag Terbitkan Panduan Ibadah Natal di Masa Pandemi, Ini Ketentuannya

Menag Fachrul Razi

Jakarta – Kementerian Agama telah menerbitkan Panduan Penyelenggaraan Kegiatan Ibadah dan Perayaan Natal di Masa Pandemi COVID-19. Panduan ini tertuang dalam Surat Edaran Menteri Agama No: SE. 23 Tahun 2020. SE ini ditandatangani Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi tanggal 30 November 2020.

Menurut Menag, kesehatan dan keselamatan seluruh warga negara Indonesia merupakan prioritas utama yang wajib dipertimbangkan dalam menetapkan kebijakan penyelenggaraan kegiatan ibadah dan perayaan Natal di masa pandemi ini.

Penerapan panduan ini diharapkan dapat meminimalisir risiko akibat terjadinya kerumunan tanpa mengesampingkan aspek spiritualitas umat dalam melaksanakan ibadah dan perayaan Natal.

“Surat edaran diterbitkan sebagai panduan umat Kristiani yang akan menyelenggarakan ibadah dan perayaan Natal di rumah ibadah masing-masing dengan tetap menaati protokol kesehatan, terutama dalam rangka pencegahan persebaran COVID-19 dan perlindungan masyarakat dari risiko ancaman dampaknya. Rumah ibadah harus menjadi contoh terbaik dalam upaya pencegahan penyebaran COVID-19,” ujar Menag di Jakarta, Senin (30/11).

Menag menjelaskan, pelaksanaan kegiatan keagamaan inti dan perayaan Natal di rumah ibadah, berdasarkan situasi riil terhadap pandemi COVID-19 di lingkungan rumah ibadah tersebut, bukan hanya berdasarkan status zona yang berlaku di daerah.

“Meski daerah tersebut berstatus zona Kuning, namun bila di lingkungan rumah ibadah tersebut terdapat kasus penularan COVID-19, maka rumah ibadah dimaksud tidak dibenarkan menyelenggarakan ibadah berjemaah/kolektif,” pesan Menag.

Berikut ini ketentuan SE Menag tentang Panduan Penyelenggaraan Kegiatan Ibadah dan Perayaan Natal di Masa Pandemi COVID-19:

1. Ibadah dan perayaan Natal hendaknya dilaksanakan secara sederhana dan tidak berlebih-lebihan, serta lebih menekankan persekutuan di tengah-tengah keluarga;

2. Ibadah dan perayaan Natal selain diselenggarakan secara berjemaah/kolektif di rumah ibadah, juga disiarkan secara daring dengan tata ibadah yang telah disiapkan oleh para Pengurus dan Pengelola Rumah Ibadah;

3. Jumlah umat yang dapat mengikuti kegiatan lbadah dan Perayaan Natal secara berjemaah/kolektif tidak melebihi 50 persen dari kapasitas rumah ibadah;

4. Kewajiban Pengurus dan Pengelola Rumah Ibadah:

a. Menyiapkan petugas untuk melakukan dan mengawasi penerapan protokol kesehatan di area rumah ibadah;

b. Melakukan pembersihan dan disinfeksi secara berkala di area rumah ibadah;

c. Membatasi pintu/jalur keluar masuk rumah ibadah guna memudahkan penerapan dan pengawasan protokol kesehatan;

d. Menyediakan fasilitas cuci tangan/sabun/hand sanitizer di pintu masuk dan pintu keluar rumah ibadah;

e. Menyediakan alat pengecekan suhu di pintu masuk bagi seluruh pengguna rumah ibadah. Jika ditemukan pengguna rumah ibadah dengan suhu >37,5″C (2 kali pemeriksaan dengan jarak 5 menit), tidak diperkenankan memasuki rumah ibadah;

f. Menerapkan pembatasan jarak dengan memberikan tanda khusus di lantai/kursi, minimal jarak 1 meter;

g. Melakukan pengaturan jumlah jemaat/umat/pengguna rumah ibadah yang berkumpul dalam waktu bersamaan, untuk memudahkan pembatasan jaga jarak;

h. Mempersingkat waktu pelaksanaan ibadah tanpa mengurangi penghayatan akan nilai-nilai Natal;

i. Memasang imbauan penerapan protokol kesehatan di area rumah ibadah pada tempat-tempat yang mudah terlihat;

j. Memberlakukan penerapan protokol kesehatan secara khusus bagi jemaat/umat tamu yang datang dari luar kota (dapat memperlihatkan hasil test PCR atau Rapid Test yang masih berlaku).

5. Kewajiban umat yang akan mengikuti kegiatan Ibadah dan Perayaan Natal secara berjemaah/kolektif:

a. Jemaat/umat dalam kondisi sehat;

b. Menggunakan masker/masker wajah sejak keluar rumah dan selama berada di area rumah ibadah;

c. Menjaga kebersihan tangan dengan sering mencuci tangan menggunakan sabun atau hand sanitizer;

d. Menghindari kontak fisik, seperti bersalaman atau berpelukan;

e. Menjaga jarak antar jemaat/umat minimal 1 (satu) meter;

f. Menghindari berdiam lama di rumah ibadah atau berkumpul di area rumah ibadah, selain untuk kepentingan ibadah yang wajib;

g. Bagi anak-anak dan jemaat/umat lanjut usia yang rentan tertular penyakit serta orang dengan sakit bawaan yang berisiko tinggi terhadap COVID-19 agar mengikuti ibadah secara daring di rumah masing-masing dengan tata ibadah yang telah disiapkan oleh para Pengurus dan Pengelola Rumah Ibadah;

h. Ikut peduli terhadap penerapan pelaksanaan protokol kesehatan di rumah ibadah sesuai dengan ketentuan.

“Panduan ini untuk dipedomani oleh seluruh umat Kristiani dalam menjalankan kegiatan Ibadah dan Perayaan Natal di rumah ibadah masing-masing pada masa pandemi COVID-19. Hal-hal yang belum diatur dalam panduan ini dapat diatur secara khusus melalui imbauan Para Pimpinan Gereja Aras Nasional dan Pimpinan Gereja Katolik Indonesia,” tandas Menag.

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal

Oleh

Fakta News
Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat kunjungan kerja reses di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap mahalnya biaya pendidikan tinggi di perguruan tinggi negeri. Menurutnya, dengan mahalnya biaya pendidikan tinggi itu dapat menghambat pencapaian target pemerintah dalam meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tinggi. Menurut data tahun 2023, APK untuk laki-laki hanya 29,12 persen dan untuk perempuan 33,87 persen, angka yang jauh dari target yang diharapkan.

Konsekuensinya, tambah Ledia, dengan biaya pendidikan yang sangat mahal  itu banyak calon mahasiswa yang terhambat untuk melanjutkan pendidikan. “Dengan mahalnya perguruan tinggi negeri ini, bagaimana mungkin kita bisa mencapai target APK yang lebih baik jika banyak anak-anak kita yang tidak mampu melanjutkan pendidikan karena biaya?” ujar Ledia kepada Parlementaria, di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024).

Diketahui, Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi (PT) adalah perbandingan antara jumlah penduduk yang masih bersekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (tanpa memandang usia penduduk tersebut) dengan jumlah penduduk yang memenuhi syarat resmi penduduk usia sekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (umur 19- 23 tahun).

Ledia pun mengkritik sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang berlaku di banyak perguruan tinggi, yang menurutnya masih memberatkan bagi sebagian besar calon mahasiswa. “Ada perguruan tinggi dengan sistem UKT yang sangat tinggi, dan ada pula yang menengah namun tetap mahal, belum lagi adanya uang pangkal yang harus dibayar di awal,” ujar politisi Alumni Master Psikologi Terapan dari Universitas Indonesia ini.

Ledia juga menyoroti perlunya sebuah sistem pendidikan tinggi yang lebih pro kepada masyarakat, terutama bagi warga negara Indonesia yang memiliki kemampuan akademis namun ada keterbatasan ekonomi. “Kita perlu membuat sistem yang lebih baik, yang lebih mendukung anak-anak kita untuk bisa kuliah tanpa dibebani biaya yang tidak mampu mereka tanggung,” ujar Politisi Fraksi PKS ini.

Lebih lanjut, Ledia menegaskan bahwa pendidikan tinggi harus diakses oleh semua lapisan masyarakat. “Kita membuat kampus itu mandiri, namun bukan berarti kita bisa mengabaikan warga negara Indonesia, terutama anak-anak muda kita yang sebenarnya punya kemampuan dalam akademisnya tapi tidak dalam ekonominya,” ujarnya.

Kebijakan saat ini, menurut Ledia, harus segera dibahas dan diperbaiki, dengan keterlibatan langsung dari kampus-kampus dan pemerintah untuk mencari solusi yang efektif. “Perlu ada diskusi serius antara pemerintah dengan perguruan tinggi untuk menata ulang sistem pendanaan pendidikan tinggi di negara kita,” tutur Ledia.

Dalam mencari solusi, Ledia juga menyarankan agar perguruan tinggi negeri bisa terhubung lebih baik dengan program beasiswa dan bantuan finansial lainnya yang bisa membantu meringankan beban mahasiswa. “Harus ada lebih banyak opsi beasiswa dan bantuan finansial yang dapat diakses oleh mahasiswa yang membutuhkan,” ucap Ledia.

Ledia berharap bahwa dengan perbaikan sistem yang lebih inklusif dan mendukung, Indonesia bisa mencapai tujuan menjadi negara dengan sumber daya manusia yang unggul pada 2045. “Ini semua tentang membangun fondasi yang kuat untuk pendidikan tinggi di Indonesia, memastikan semua anak berhak dan mampu mendapatkan pendidikan yang layak,” pungkasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah

Oleh

Fakta News
Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah
Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Maros – Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin mengecam kebijakan terkait sertifikat tanah yang merugikan masyarakat. Dalam pernyataannya, ia menyampaikan keprihatinannya terhadap biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang melonjak drastis setelah penerbitan sertifikat tanah.

“Sangat disayangkan melihat betapa besarnya biaya PBB yang harus ditanggung masyarakat setelah memiliki sertifikat tanah. Hal ini menjadi hambatan besar bagi petani dan pengguna lahan lainnya untuk mendaftarkan tanah mereka,” ujar Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024).

Menurutnya, masyarakat enggan membuat sertifikat tanah karena adanya komponen biaya PBB yang meningkat secara signifikan setelah kepemilikan tanah tersebut bersertifikat. Hal ini berdampak negatif terutama bagi para petani dan pengguna lahan lainnya yang mayoritas hidup dengan penghasilan terbatas.

Rosiayati pun menyerukan pentingnya koordinasi antara pemerintah daerah dan Dinas Pajak untuk meninjau ulang kebijakan terkait tarif PBB. “Saya berharap agar Dinas Pajak dapat mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat yang terdampak dan menyesuaikan tarif PBB dengan lebih adil,” tambahnya.

Kemudian, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu juga menegaskan bahwa pembenahan terhadap kebijakan tersebut penting dilakukan agar masyarakat merasa lebih terbantu dan terjamin hak-haknya atas tanah yang mereka miliki.

“Pemerintah harus fokus pada upaya mempermudah akses masyarakat terhadap kepemilikan tanah dengan biaya yang terjangkau, sehingga tidak menghambat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat,” tutupnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!

Oleh

Fakta News
PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat mengikuti Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi X DPR RI, di Kota Medan Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto: DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah mengungkapkan, kekhawatirannya terkait kesiapan pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI yang dijadwalkan pada September 2024 di Aceh dan Sumatera Utara. Ledia menyatakan bahwa meskipun pemerintah daerah telah berkomitmen dengan mengalokasikan dana besar, masih terdapat kekurangan yang perlu ditangani oleh pemerintah pusat.

“Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah mengeluarkan anggaran sekitar Rp2,1 triliun, dan belum lagi dari Pemerintah Kabupaten/Kota dari APBD untuk pembangunan venue dan lain-lain. Namun, ada beberapa hal penting yang masih harus di-cover oleh pemerintah pusat,” ujar Ledia, Medan, Sumatera Utara, Senin (6/5/2024).

Menurutnya, masih ada kebutuhan dana tambahan untuk menyelesaikan infrastruktur yang belum rampung. “Persoalnnya ada hal yang harus dicover oleh pemerintah pusat, apakah itu bisa selesai atau enggak. Kita belum tahu sampai sekarang pemerintah daerah juga enggak bisa apa-apa, itu sangat tergantung dari pusat,” ujarnya.

Ledia juga menyampaikan bahwa Komisi X DPR RI telah mengusulkan agar penundaan PON hingga awal tahun 2025 untuk memastikan semua persiapan bisa tuntas. “Beberapa dari kami sudah mengusulkan untuk ditunda sampai Januari atau Februari 2025 sehingga penyelenggaraannya bisa berjalan dengan baik dan tidak terburu-buru,” tegas Ledia.

Selain itu, Ledia menekankan bahwa ada kesamaan situasi dengan PON sebelumnya di Papua, yang juga harus diundur karena pandemi COVID-19. “Situasinya serupa dengan apa yang terjadi di Papua. Jika memang belum siap, jangan dipaksakan,” tegasnya.

Ledia juga berharap dengan waktu yang masih ada, bisa di optimalkan dengan baik. “Harapan nanti penyelenggarannya bisa berjalan dengan baik, karena ini baru pertama kali diselenggarakan di dua  provinsi, belum lagi setelah itu ada peparnas untuk disabilitas. Nah jadi memang harusnya lebih matang, kalau memang belum siap jangan dipaksakan,” ungkap Ledia.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah berkomitmen untuk juga menggunakan venue yang sudah ada dengan memperbaikinya. Namun, Ledia menyatakan, “Sekarang ini yang ditunggu adalah dukungan anggaran dari pemerintah pusat, bisa atau tidak,” ungkapnya.

Ditambah lagi, menurut Ledia, “Telah dianggarkan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga sebanyak Rp300 miliar untuk biaya operasional seperti pembayaran wasit dan juri, namun untuk infrastruktur, kecepatan penyelesaian dari pemerintah pusat masih menjadi tanda tanya”.

Kekhawatiran terus mengemuka seiring dengan mendekatnya waktu pelaksanaan PON XXI, dengan banyak pihak berharap agar pemerintah pusat dapat segera mengambil tindakan untuk menyelesaikan persiapan yang masih tertunda.

Baca Selengkapnya