PBNU Tempuh Jalur Hukum ke MK Ketimbang Kerahkan Massa Atau Demo
Jakarta – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyampaikan sejumlah sikapnya terhadap pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja. PBNU menyayangkan pembahasan UU Cipta Kerja usulan pemerintah itu yang terkesan terburu-buru, tertutup, dan enggan membuka diri terhadap aspirasi publik.
Padahal, menurut PBNU, undang-undang yang mengatur banyak bidang seperti UU Cipta Kerja ini seyogyanya dibahas secara teliti, tidak terburu-buru, dan terbuka.
“Di tengah suasana pandemi, memaksakan pengesahan undang-undang yang menimbulkan resistensi publik adalah bentuk praktek kenegaraan yang buruk,” kata Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siroj, dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 9 Oktober 2020.
PBNU menyatakan bersama-sama dengan pihak-pihak yang ingin menempuh jalur hukum untuk membatalkan Undang-Undang Cipta Kerja lewat uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Cara ini dinilai jauh lebih baik ketimbang mengerahkan massa untuk demonstrasi.
“Dalam situasi pandemi dan ikhtiar bersama untuk memotong rantai penularan (Covid-19) upaya hukum adalah jalur terbaik dan terhormat dalam mencari keadilan dibanding mobilisasi massa,” ucap Said.
Meski mengkritik, PBNU menghargai berbagai upaya pemerintah untuk memenuhi hak-hak dasar warga negara demi kehidupan yang layak, tersedianya pekerjaan, dan menarik investasi lewat undang-undang ini.
Namun PBNU menjelaskan jika niat baik membuka lapangan kerja tidak boleh diciderai dengan membuka semua hal menjadi lapangan komersial yang terbuka bagi perizinan berusaha, salah satunya adalah sektor pendidikan. PBNU menilai sektor pendidikan bidang yang tidak boleh dikelola dengan motif komersial murni karena akan menjerumuskan Indonesia ke dalam kapitalisme pendidikan. “(Pendidikan) termasuk hak dasar yang harus disediakan negara,” tutur Said.
Selain itu, kata Said, upaya menarik investasi juga harus disertai dengan perlindungan terhadap hak-hak pekerja. Pemberlakuan pasar tenaga kerja fleksibel dengan perluasan sistem PKWT (Pekerja Kontrak Waktu Tertentu) dan alih daya PBNU anggap merugikan mayoritas tenaga kerja RI yang masih didominasi oleh pekerja dengan skill terbatas. Penghapusan jangka waktu paling lama tiga tahun bagi pekerja PKWT meningkatkan resiko menjadi pekerja kontrak sepanjang berlangsungnya industri.
Said menjelaskan upaya menarik investasi harus disertai dengan perlindungan lingkungan hidup dan konservasi sumber daya alam. Menganakemaskan sektor ekstraktif dengan sejumlah insentif dan diskresi kepada pelaku usaha tambang mengancam lingkungan hidup dan mengabaikan ketahanan energi.
Said meminta pemerintah dan DPR agar tidak mengorbankan ketahanan pangan berbasis kemandirian petani demi menarik investasi. Pasal 64 UU Cipta Kerja PBNU nilai berpotensi menjadikan impor sebagai soko goro penyediaan pangan nasional.
PBNU menyoroti pula soal sentralisasi sertifikasi halal dalam Pasal 48 UU Cipta Kerja. Mereka merasa hal ini mengokohkan pemusatan dan monopoli fatwa kepada satu Iembaga.
Selain itu, PBNU menuding negara mengedepankan paradigma bias industri dalam sertifikasi halal. Pasalnya kualifikasi auditor yang diatur berlatar belakang sarjana bidang pangan, kimia, biokimia, teknik industri, biologi, farmasi, kedokteran, tata boga, atau pertanian. Tidak ada sarjana syariah di dalamnya.
“Pengabaian sarjana syariah sebagai auditor halal menunjukkan sertifikasi halal sangat bias industri, seolah hanya terkait proses produksi pangan, tetapi mengabaikan mekanisme penyediaan pangan secara luas,” tutur Said.
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.