Connect with us

Wapres Ma’ruf Dukung Akselerasi Penyediaan Rumah Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah

Wapres Ma'ruf Amin

Jakarta – Saat ini penyediaan rumah bagi masyarakat masih menjadi tantangan besar. Menurut BPS, pada tahun 2015 terdapat backlog kepemilikan rumah sekitar 11,39 juta rumah. Antara tahun 2015-2019 berhasil dibangun 4,8 juta rumah dan dengan asumsi dalam periode tersebut terjadi pertambahan keluarga sebesar 4,45 juta, maka saat ini backlog kepemilikan rumah diperkirakan masih sebesar 11,04 juta. Adapun mayoritas dari mereka yang belum memiliki rumah adalah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

Hal ini dinyatakan Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin saat memimpin Rapat Koordinasi tentang Penguatan Kebijakan Penyediaan Rumah Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah dan Mendukung Pemulihan Ekonomi Nasional yang diselenggarakan secara daring di Kediaman Resmi Wapres, Jl. Diponegoro No. 2, Jakarta Pusat, Kamis (17/9/2020).

Wapres menuturkan bahwa pemerintah maupun swasta pada dasarnya sudah berbuat banyak dalam memenuhi kebutuhan perumahan ini. Kredit kepemilikan rumah (KPR) oleh perbankan tumbuh dengan pesat seiring dengan meningkatnya daya beli masyarakat. Namun, tidak semua KPR dapat diakses oleh MBR.

“Namun demikian, pemerintah masih perlu membantu mereka yang masuk dalam kategori MBR,” imbuhnya.

Menurut Wapres, di dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Kawasan Permukiman yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2016 Tentang Pembangunan Perumahan MBR, disebutkan bahwa masyarakat dalam kategori MBR adalah mereka yang memiliki keterbatasan daya beli dan perlu mendapat dukungan pemerintah untuk memiliki rumah. Pada implementasinya, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang memiliki kewenangan untuk menetapkan klasifikasinya.

“Selanjutnya, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menetapkan klasifikasi MBR ini,” paparnya.

Namun demikian, Wapres mengingatkan bahwa penetapan klasifikasi MBR yang terlalu rendah akan mengakibatkan pemerintah kesulitan dalam menjalankan program, karena klasifikasi pendapatan yang rendah tidak sebanding dengan harga rumah yang terus meningkat. Dan juga sebaliknya, bila klasifikasi MBR terlalu tinggi, maka mereka yang mampulah yang memiliki kesempatan terbesar untuk mengikuti program pemerintah tersebut.

“Saya mendengar, bahwa Menteri PUPR menetapkan klasifikasi MBR sebagai mereka yang berpendapatan kurang dari Rp 8 juta. Hal ini selain untuk menarik lebih banyak pengembang perumahan, juga dimaksudkan agar ASN/TNI/POLRI dapat mengikuti program ini. Saya rasa ini merupakan kebijakan yang baik mengingat masih ada sekitar 1,56 juta ASN/TNI/POLRI yang belum memiliki rumah. Sedangkan kita ketahui, pemerintah tidak lagi menyediakan perumahan bagi ASN/TNI/POLRI seperti di masa yang lalu” paparnya.

Alokasi Dana Insentif Perumahan Untuk MBR

Wapres menuturkan bahwa di dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional, terdapat alokasi dana sebesar 1,5 triliun rupiah untuk tambahan insentif perumahan untuk MBR.

“Untuk bantuan subsidi selisih bunga dialokasikan Rp 0,8 triliun, untuk 175 ribu unit rumah. Sementara untuk bantuan subsidi uang muka disediakan Rp 4 juta per rumah untuk 175 ribu unit rumah dengan alokasi Rp 0,7 triliun,” ungkapnya.

Namun demikian, menurut Wapres, hingga saat ini ia belum mendengar realisasinya.

Terkait subsidi bunga, Wapres menyampaikan saran mengenai kemungkinan pemangkasan jangka waktu pemberiannya, baik untuk program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) maupun untuk program subsidi bunga. Ia meminta para menteri terkait untuk menjajaki kemungkinan ini.

“Artinya, kalau subsidi bunga sekarang ini diberikan selama 20 tahun, barangkali bisa diperpendek menjadi 10 tahun bagi klasifikasi terbawah, atau selama 5 tahun bagi klasifikasi MBR menengah. Atau dapat juga diberikan selama 20 tahun tetapi secara bertahap diturunkan subsidinya,” sarannya.

Lebih jauh, Wapres mengilustrasikan, dengan asumsi suku bunga pasar untuk KPR adalah 11%, program FLPP yang sekarang hanya mengenakan suku bunga KPR sebesar 5%, selama 20 tahun, artinya pemerintah melalui FLPP memberikan subsidi bunga sebesar 6% selama 20 tahun.

“Seandainya, bila dilakukan sedikit penyesuaian, misalnya pada 4 tahun pertama pembeli MBR dikenakan bunga 5%, tetapi pada tahun ke 5-8 dikenakan bunga 7%, dan pada tahun ke 9-12 dikenakan bunga 9%, kemudian pada tahun ke 13-20 dikenakan bunga pasar sebesar 11%, maka menurut simulasi yang dilakukan akan terjadi penambahan satu setengah kali jumlah rumah yang dapat dibangun selama periode FLPP tersebut, dengan alokasi dana yang sama dengan saat ini,” paparnya.

Wapres meyakini bahwa apabila pemberian subsidi kepada MBR hanya pada 5 tahun pertama, maka diperkirakan jumlah rumah yang dapat dibangun dalam jangka waktu 20 tahun akan menjadi 2 kali lipatnya.

“Karena ini masih dalam rangka pemulihan ekonomi, saya menginginkan agar pengerjaan pembangunan perumahan bagi MBR ini dilakukan dengan cara padat karya, dengan seluruhnya menggunakan bahan material produksi dalam negeri,” pintanya.

Selain itu, ia juga meminta agar program ini juga melibatkan sebanyak mungkin UMKM serta bank dan lembaga keuangan syariah.

“Kita perlu melibatkan sebanyak mungkin UMKM dan dari sisi pembiayaannya agar melibatkan bank dan lembaga keuangan syariah,” pungkasnya.

Tampak hadir dalam rapat virtual kali ini Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, serta Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofian Djalil.

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Wacana Kenaikan Tarif KRL Ancam Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Berpenghasilan Rendah

Oleh

Fakta News
Wacana Kenaikan Tarif KRL Ancam Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Anggota Komisi V DPR RI Toriq Hidayat. Foto: DPR RI

Jakarta – Wacana kenaikan tarif Commuter Line oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) akan menempatkan masyarakat Jabodetabek pada tantangan baru yang mengancam kesejahteraan ekonomi mereka. Hal tersebut pun lantas menuai sorotan dari Anggota Komisi V DPR RI Toriq Hidayat.

“Kenaikan tarif KRL Jabodetabek akan memberikan dampak yang signifikan. Terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah (MBR). Kenaikan tarif bisa memperberat beban ekonomi mereka. Dan Ini juga dapat mengakibatkan kesenjangan sosial dan ekonomi yang lebih besar,” ujar Toriq dalam siaran pers yang diterima Parlementaria, Senin (29/4/2024).

Politisi Fraksi PKS tersebut menegaskan bahwa kenaikan tarif tidak sejalan dengan kondisi ekonomi masyarakat, terutama masa pasca pandemi dan ketidakpastian ekonomi yang menyertainya. Dalam beberapa bulan terakhir, harga-harga bahan pokok terus melonjak secara dramatis.

“Kami tahu betul paska pandemi masyarakat terpaksa mengalokasikan sebagian besar pendapatan mereka hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar. Kenaikan tarif hanya akan menambah beban ekonomi mereka. Terutama mereka yang bergantung pada angkutan publik ini setiap hari,” tandasnya.

Terkait hal itu, Toriq menegaskan akan berupaya keras menyerukan kepada Kementerian Perhubungan selaku regulator agar mendengarkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Serta, kemudian meninjau kembali rencana kenaikan tarif ini dan mencari solusi yang lebih adil dan berkelanjutan.

“Kami akan terus memantau perkembangan situasi ini. Dan memastikan bahwa keputusan terkait tarif transportasi publik nantinya harus ada partisipasi aktif dari publik dan memperhitungkan kepentingan dan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh” tutup Toriq.

Sebagaimana diketahui, PT KAI Commuter (KCI) telah mengusulkan kenaikan tarif KRL Jabodetabek yang belum berubah sejak 2016. Saat ini usulan tersebut masih dibahas Pemerintah. Direktur Operasi dan Pemasaran KCI Broer Rizal mengatakan, pihaknya masih menunggu keputusan Pemerintah untuk menaikkan tarif KRL Jabodetabek.

Pasalnya, ketentuan tarif KRL Jabodetabek merupakan kewenangan Kemenhub selaku regulator. “Itu kebijakan dari Pemerintah ya. Kalau kami hanya eksekutor untuk melaksanakan apa yang menjadi keputusan Pemerintah. Usulan dan pembahasannya sudah dilakukan di Kemenhub,” ujarnya saat konferensi pers Angkutan Lebaran 2024 di Jakarta, Selasa lalu (24/4).

Baca Selengkapnya

BERITA

Sukamta: Kota Yogya Perlu Siapkan Peta Jalan Penanganan Sampah Jangka Panjang

Oleh

Fakta News
Sukamta: Kota Yogya Perlu Siapkan Peta Jalan Penanganan Sampah Jangka Panjang
Anggota DPR RI Sukamta. Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota DPR RI dari Dapil Provinsi DIY Sukamta menilai Kota Yogyakarta perlu menyiapkan peta jalan (roadmap) untuk penanganan sampah jangka panjang yang menyangkut peningkatkan kasadaran masyarakat. Edukasi secara terus menerus harus dilakukan baik di sekolah, rumah tangga, dan masyarakat.

Tak hanya itu peraturan yang kuat untuk pengurangan sampah juga sangat dibutuhkan. Sukamta mencontohkan perlunya kebijakan kantong plastik berbayar atau larangan penggunaaan kantong belanja plastik sekali pakai. Adapun jangka pendeknya saat ini bisa dengan optimalisasi penampungan di TPST Piyungan.

“Kalau saya dengar, TPST ini kalau ada alat dan SDM yang memamadai masih bisa dimanfaatkan secara optimal untuk sementara waktu hingga 200-300 ton per hari. Pemkot bisa komunikasikan hal ini dengan Pemda DIY. Rencana optimalisasi 3 TPS 3R di Nitikan, Karangmiri dan Kranon bisa segera direalisasi, meski daya tampung 3 TPS ini masih terbatas,” kata Sukamta sebagaimana keterangan kepada media, di Jakarta, Kamis (25/4/2024).

Di sisi lain, Politisi Fraksi PKS ini, menilai di level provinsi, di area perkotaan saat ini masih sering ditemukan sampah di jalan maupun tempat penampungan yang penuh. Menurutnya, Pemerintah perlu memberikan honor kepada para petugas pengambil sampah sebagai salah satu upaya mencegah buang sampah sembarangan.

“Menurut kami perlu ada stimulan atau honor untuk para petugas pengambil sampah rumah tangga, di level RT, RW dan kampung. Ini supaya masyarakat tidak buang sembarangan,” kata Anggota Komisi I DPR RI tersebut.

Sukamta meyakini dengan adanya dana stimulan atau honor tersebut maka para petugas pengambil sampah akan menjalankan tugasnya dengan baik khususnya pengambilan sampah dengan sistem terpilah. “Selama ini warga sudah diminta memilah, akan tetapi (saat) di  (tempat) pembuangan dicampur lagi. Ini perlu jadi perhatian, sehingga perlu ada petugas khusus memilah,” ujarnya.

Sukamta menegaskan dirinya banyak mendapatkan aspirasi dari masyarakat terkait penanganan sampah di Jogja. Hal ini kembali mencuat setelah rencana penutupan TPST secara permanen, sehingga banyak ditemukan sampah di pinggir jalan, salah satunya di perbatasan antara Kota Jogja dengan Bantul atau sebelah utara Gembira Loka.

Baca Selengkapnya

BERITA

Pemerintah Perlu Lakukan Dialog Multilateral Redam Konflik di Timur Tengah

Oleh

Fakta News
Pemerintah Perlu Lakukan Dialog Multilateral Redam Konflik di Timur Tengah
Anggota Komisi I DPR RI Helmy Faishal Zaini. Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota Komisi I DPR RI Helmy Faishal Zaini meminta pemerintah melakukan upaya untuk meredam konflik yang ada di Timur Tengah, salah satu caranya melalui jalur diplomasi.

“Pemerintah perlu mengambil pendekatan diplomasi yang kuat dengan mempromosikan perdamaian dan menekankan pentingnya dialog multilateral,” kata Anggota Komisi I DPR RI Helmy Faishal Zaini dalam keterangan kepada media, di Jakarta, Sabtu (27/4/2024).

Menurut Helmy, konflik tersebut harus diredam lantaran dampaknya sangat berpengaruh ke Indonesia, salah satunya dari segi perekonomian. “Stabilitas perekonomian Indonesia bisa terganggu lantaran terjadi fluktuasi harga minyak dan gangguan dari segi perdagangan,” ujar Politisi Fraksi PKB ini.

Jika kondisi ini dibiarkan, dia meyakini masyarakat akan merasakan dampak langsung lantaran tercekik harga kebutuhan pokok yang melambung. “Dengan memperkuat kerja sama internasional, meningkatkan keamanan domestik, dan memperkuat resiliensi ekonomi, Indonesia dapat mengurangi dampak negatif dari konflik di Timur Tengah,” kata Helmy.

Senada, Anggota Komisi I DPR RI Muhamad Farhan menjelaskan dampak dari konflik di Timur Tengah yang harus diwaspadai Indonesia.

Beberapa di antaranya terhambatnya impor minyak mentah dan bahan pangan dasar seperti beras, kedelai, dan gandum, jika perairan Teluk Persia, Hormuz dan Suez terganggu akibat dampak konflik itu. “Sebab akan mempengaruhi arus masuk kebutuhan pokok, akibatnya harga akan naik dan inflasi tinggi,” kata Farhan.

Maka dari itu, kata dia, Indonesia juga perlu melakukan antisipasi dengan mengeluarkan kebijakan ekonomi guna menghindari harga pangan yang tinggi.

Di tengah agresi Israel ke Jalur Gaza yang terus berlangsung sejak 7 Oktober 2023, kata Farhan, kawasan Timur Tengah semakin memanas akibat eskalasi perseteruan antara Iran dan Israel.

Permusuhan terbaru antara kedua musuh bebuyutan tersebut dipicu serangan Israel terhadap Konsulat Iran di Damaskus, Suriah pada 1 April lalu.

Iran menuding Israel bertanggung jawab atas serangan fatal terhadap fasilitas diplomatiknya yang menewaskan sedikitnya tujuh anggota Korps Garda Revolusi Islam Iran, termasuk dua jenderal penting.

Iran kemudian melancarkan serangan balasan dengan menembakkan puluhan rudal balistik dan ratusan pesawat nirawak ke Israel pada 13 April. Israel mengklaim serangan itu berhasil digagalkan dan hanya menyebabkan kerusakan ringan pada sebuah pangkalan militernya.

Baca Selengkapnya