Komisi VII Pertanyakan Keberlanjutan Ketersediaan Suplai Batu Bara
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Ramson Siagian mempertanyakan keberlanjutan ketersediaan suplai batu bara hingga 30-40 tahun yang akan datang. Hal tersebut diungkapkan Ramson dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VII dengan Direktur Utama PT PLN (persero) Zulkifli Zaini di ruang rapat Komisi VII DPR RI, Senayan Jakarta, Selasa (25/8/2020).
“Kalau tadi disampaikan proyek pembangkit listrik 35000 MW dengan 7000 MW akan selesai di tahun 2023. Kalau itu sudah selesai, nanti kebutuhan energi premier batubara berapa juta metrik ton per tahunnya. Karena dari pemaparan Pak Dirut bahwa kalau sudah selesai yang dibangun 35000 MW dan 7000 MW tersebut, baru akan berproduksi sekitar 30-40 tahun yang akan datang. Berarti dibutuhkan keterjaminan suplai batu bara sampai 30-40 tahun mendatang. Apa yang akan dilakukan PLN,” tanya Ramson.
Oleh karena itu, lanjutnya, pihaknya setuju jika PT PLN (persero) masuk ke sektor hulu energi primer batu bara untuk keamanan energi, karena memang porsinya masih banyak. Sehingga jika kelak kebutuhan batu bara sekitar 150 juta metrik ton, maka tidak akan masalah. Namun jika kemudian semua itu diekspor, maka akan sangat membahayakan kelanjutan ketersediaan listrik di Indonesia. Kecuali PT PLN (persero) merombak pembangkit listrik ini dengan energi baru terbarukan (EBT) dalam waktu cepat.
“Tapi saya lihat kemampuan untuk itu tidak ada. Negeri ini untuk membangun PLTA saja modalnya kurang pinjam sana, pinjam sini, anak perusahaan kerja sama dengan IPP (Independent power producer) atau unit pembangkit swasta. Kita harus realistis juga,” ujar politisi Fraksi Partai Gerindra.
Ditambahkannya, soal keberlanjutan ketersediaan energi listrik untuk masyarakat di Indonesia, pembangkit listrik tenaga air (PLTA) kita memang banyak potensinya, tapi PT PLN (persero) atau pemerintah belum mampu mengeksplorasinya, karena itu terpencar-pencar. Sekarang saja, Tahun 2020 ini Indonesia akan defisit Rp 1.050 triliun, sehingga membutuhkan Rp 1.400 triliun lagi, belum lagi utang negara ke pihak PT PLN (persero) sebesar Rp 45 triliun.
“Maksud saya ini harus dilihat kedepan, jangan akhirnya PLN dijual kalau tidak sanggup. Sekarang Pertamina di-subholding-kan saya masih setuju. Tapi kalau yang dijual itu maksudnya di IPO, hulu dan logistiknya saya tolak seratus persen. Karena kalau untuk kepentingan rakyat dari IPO tidak bisa lagi disubsidi. Oleh karena itu tadi saya katakan, diperlukan data itu untuk memikirkan kepentingan ketersediaan energi listrik dalam jangka waktu seperti yang disampaikan 30-40 tahun yang akan datang,”paparnya.
Di akhir rapat, dalam salah satu kesimpulannya, Komisi VII DPR RI mendesak Dirut PT PLN (persero) untuk menyampaikan data pembangunan program 35000 MW dan 7000 MW dan pembangkit listrik yang masih tertunda secara terperinci, termasuk analisa supply dan demand, lokasi, progres pemasaran dan rencana penyelesaiannya dalam pemenuhan kebutuhan listrik seluruh rakyat Indonesia untuk didalami pada panitia kerja (Panja) listrik Komisi VII DPR RI. (ayu/es)
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.