Connect with us

Pemerintah Akan Tempatkan Uang Negara pada Himbara untuk Percepatan Pemulihan Ekonomi

Menkeu Sri Mulyani saat saat memberikan keterangan pers kepada wartawan usai mengikuti Rapat di Kantor Presiden, Provinsi DKI Jakarta, Rabu (24/6).

Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan akan menempatkan uang negara pada Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) di dalam rangka percepatan pemulihan ekonomi nasional.

Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati (SMI) saat memberikan keterangan pers kepada wartawan usai mengikuti Rapat di Kantor Presiden, Provinsi DKI Jakarta, Rabu (24/6).

Lebih lanjut, Menkeu menjelaskan bahwa pada rapat tersebut Presiden, Wakil Presiden, juga dengan beberapa menteri, termasuk Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) serta aparat penegak hukum, yaitu dari unsur kejaksaan, kepolisian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

“Ini di dalam rangka untuk menyampaikan suatu keputusan pemerintah yang sangat penting di dalam rangka untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional,” ujar Menkeu.

Sebagaimana diketahui, Menkeu menyebutkan bahwa dengan adanya Covid-19, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2020 yang sekarang menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 untuk Penyelamatan Ekonomi Nasional dan juga Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional.

Untuk melengkapi aturan tersebut, Menkeu sampaikan telah mengeluarkan Peraturan Menkeu Nomor 70 Tahun 2020 tentang Penempatan Uang Negara pada Bank Umum dalam rangka Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional.

“Ini merupakan revisi atau penyesuaian dari PMK sebelumnya, yaitu Nomor 3/PMK05 Tahun 2014 mengenai penempatan uang negara dan penempatan uang negara di bank umum sebetulnya sudah secara rutin kita lakukan semenjak tahun 2014,” jelas Menkeu.

Dalam rangka untuk penanganan pandemi coronavirus disease dan untuk menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional, Menkeu sampaikan PMK tersebut direvisi untuk bisa mendukung langkah-langkah pemulihan ekonomi nasional.

Menurut Menkeu, Presiden dan seluruh kabinet terus melakukan evaluasi dan mengidentifikasi supaya segera melakukan percepatan pemulihan ekonomi nasional.

“Ini karena kita melihat aktivitas ekonomi terutama pada bulan April-Mei yang lalu menunjukkan suatu penurunan yang cukup tajam. Dan oleh karena itu, langkah-langkah untuk memulihkan ekonomi menjadi sangat penting,” ujarnya.

Penempatan di Himbara

Sementara itu, Menkeu jelaskan bahwa landasan hukum dari melakukan penempatan dana di bank umum adalah diatur dalam Undang-Undang Perbendaharaan Nomor 1 Tahun 2004 dan dengan Perpu Nomor 1 Tahun 2020 yang sekarang menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 serta Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007.

Untuk itu, Menkeu telah bersurat kepada Gubernur Bank Indonesia (BI) untuk menggunakan dana Pemerintah yang memang ada di BI untuk dipindahkan kepada bank umum nasional.

“Tujuannya seperti Bapak Presiden tadi tekankan khusus untuk mendorong ekonomi dan sektor riil agar kembali pulih. Jadi ini adalah agar bank segera dan terus mengakselerasi pemberian kredit dan berbagai upaya untuk pemulihan-pemulihan sektor riil,” ungkap Menkeu.

Penempatan dana pemerintah di bank umum tidak boleh, menurut Menkeu, karena ada dua larangan yaitu uang tersebut tidak boleh untuk membeli Surat Berharga Negara dan tidak boleh untuk transaksi valuta asing atau pembelian valuta asing.

Ia menegaskan bahwa dana ini memang khusus untuk mendorong ekonomi sektor riil.

Pada kesempatan itu, Menkeu sampaikan akan melakukan perjanjian kerja sama dengan para CEO Himbara dan untuk Kemenkeu diwakili oleh Dirjen Perbendaharaan.

“Tadi Bapak Presiden minta kepada Menteri BUMN untuk ikut memonitor penggunaan dana ini di dalam rangka untuk mendorong sektor riil. Bapak Presiden meminta kami berdua dan nanti didukung oleh BPKP untuk melihat evaluasi penggunaan dana itu mendorong sektor riil per tiga bulan,” ungkapnya.

Pemerintah, menurut Menkeu, akan pada Himbara akan melakukan mekanisme penempatan dana di deposito dengan suku bunga sama dengan seperti yang kita peroleh waktu kita tempatkan di Bank Indonesia, yaitu 80% dari 7-Days Repo Rate-nya BI.

“Suku bunga yang rendah ini diharapkan akan mampu mendorong Bank-bank Himbara ini melakukan langkah-langkah untuk mendorong sektor riil melalui kredit yang diberikan kepada para pengusaha dan dengan tingkat suku bunga yang juga lebih rendah,” ujarnya.

Menurut Menkeu, Pemerintah akan melakukan terus evaluasi dan Presiden meminta kepada Kemenkeu untuk melakukan berbagai persiapan apabila langkah ini bisa betul-betul meningkatkan dana yang ditempatkan di bank umum, terutama bank-bank umum sehat yang memiliki kemampuan untuk mendorong sektor riil ke depan.

“Untuk dana pertama ini kita tetapkan Rp30 triliun yang disampaikan atau ditetapkan untuk ditempatkan di Bank-bank Himbara tersebut. Dan masing-masing tentu akan kemudian menyampaikan apa rencana untuk penggunaan dana tersebut di dalam rangka pemulihan sektor riil-nya,” pungkas Menkeu akhiri pernyataan.

 

(zico)

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Legislator Ingatkan Pentingnya Batas-Batas Wilayah dalam 27 RUU Kabupaten/Kota

Oleh

Fakta News
Legislator Ingatkan Pentingnya Batas-Batas Wilayah dalam 27 RUU Kabupaten/Kota
Anggota Komisi II DPR RI Kamran Muchtar Podomi dalam Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Kepala Daerah Kabupaten/Kota, Provinsi Aceh di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Senin (20/5/2024). Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota Komisi II DPR RI Kamran Muchtar Podomi mengingatkan pentingnya memasukan batas-batas wilayah dalam RUU Kabupaten/Kota yang saat ini sedang dibahas oleh panitia kerja (panja) 27 RUU Kabupaten/Kota. Menurutnya, terkait batas wilayah ini akan menyangkut berbagai hal lain, termasuk diantaranya mengenai sumber daya alam (SDA).

”Kemudian menjadi sangat penting, karena kalau sekarang dulunya bareng ini. Tapi kalau sudah menyangkut sumber daya, berantem ini. Jadi sebaiknya kalau itu harus jelas dimuat di dalam undang-undang. Hubungannya langsung dengan RTRW (Rancang Tata Ruang Wilayah), dengan DAO (Decentralized Autonomous Organization). Ya, jadi itu harus, di undang-undang itu harus clear, batas-batas wilayah. Tidak boleh kita biarkan,” kata Karman dalam Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Kepala Daerah Kabupaten/Kota, Provinsi Aceh di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Senin (20/5/2024).

Politisi Fraksi Partai NasDem ini mengungkapkan, hal serupa pernah terjadi di Dapilnya, yang mana karena perebutan batas wilayah beberapa kepala daerah setempat sampai membawa kasus tersebut ke Mahkamah Agung.

”Karena di provinsi saya pengalaman, Pak. Nanti para bupati datang sampai di mahkamah agung. Untuk mempersoalkan kepada Kemendagri terkait dengan batas-batas wilayah. Jadi ini sangat substantif dan penting agar saudara-saudara kita di Aceh tidak berantem hanya karena persoalan sumber daya alam terkait dengan batas-batas,” kata Legislator Dapil Sulawesi Utara ini.

Lebih lanjut, Kamran mengungkapkan, masalah lain bisa berlanjut jika sudah masuk unsur politik di dalamnya, sehingga nantinya berbagai putusan terkait batas wilayah tersebut menjadi tidak objektif. Untuk itu, Kamran meminta terkait batas wilayah haruslah tertera jelas di UU.

”Berdasarkan pengalaman batas wilayah ini penting, karena ini nanti unsur politiknya akan masuk, bupatinya dari warna ini, gubernurnya dari ini, nantinya keputusannya tidak akan objektif oleh sebab itu selesaikan sejak UU ini, jangan kita bertengkar oleh warna-warna,” pungkasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Adang Tekankan Pentingnya Revisi Undang-Undang Narkotika

Oleh

Fakta News
Adang Tekankan Pentingnya Revisi Undang-Undang Narkotika
Anggota Komisi III DPR RI, Adang Daradjatun. Foto: DPR RI

Jakarta – Sebagai upaya menangani permasalahan narkotika di Indonesia Anggota Komisi III DPR RI, Adang Daradjatun, menyoroti urgensi revisi Undang-Undang Narkotika. Adang menekankan bahwa perkembangan jenis dan bentuk narkotika yang begitu pesat memerlukan penyesuaian regulasi agar penegakan hukum dapat berjalan efektif.

“Satu Undang-Undang yang perlu mendapat perhatian kita adalah masalah Undang-Undang Narkotika. Undang-undang yang ada saat ini tidak lagi memadai karena banyaknya macam narkotik yang telah berubah bentuk dan jenis, sehingga tidak tercantum dalam lampiran undang-undang yang ada sekarang. Oleh karena itu, diperlukan suatu perubahan,” papar Adang dalam rilis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Senin (20/5/2024).

Politisi dari Fraksi PKS ini juga menyoroti kondisi Lembaga Pemasyarakatan (LP) yang mayoritas penghuninya adalah pengguna narkotika. “Kita juga tahu bahwa di LP hampir seluruh LP rata-rata 60-70 persen isinya adalah pengguna narkotik. Oleh karena itu, kita bersama pemerintah ingin bisa menyelesaikan masalah tersebut melalui usaha preventif dan represif, khususnya yang berhubungan dengan rehabilitasi,” ungkap Adang.

Dia menekankan pentingnya rehabilitasi bagi pengguna narkotika, terutama bagi anak-anak muda yang baru mencoba-coba dan bukan merupakan bandar. “Untuk anak-anak kita yang baru coba-coba, anak-anak kita yang memang bukan bandar, sebaiknya direhabilitasi. Karena pada saat mereka masuk ke Lembaga Pemasyarakatan, setelah keluar masih saja melakukan hal yang sama. Sehingga perlu suatu rehabilitasi dan pendidikan agar generasi muda kita di masa yang akan datang tidak terkena masalah narkotika,” jelas Adang.

Melalui upaya ini, Adang Daradjatun berharap dapat memberikan solusi jangka panjang yang lebih efektif dalam menangani masalah narkotika di Indonesia. Rehabilitasi yang baik diharapkan mampu memutus rantai ketergantungan narkotika dan memberikan kesempatan bagi generasi muda untuk memiliki masa depan yang lebih baik.

Baca Selengkapnya

BERITA

Putu Rudana Supadma Suarakan Kearifan Lokal Lindungi Air Tetap Lestari

Oleh

Fakta News
Putu Rudana Supadma Suarakan Kearifan Lokal Lindungi Air Tetap Lestari
Wakil Ketua BKSAP DPR RI Putu Supadma Rudana saat menyampaikan sikap DPR RI dalam sesi pleno ke-2 pada agenda Pertemuan Parlemen dalam rangka Forum Air Dunia ke-10 Tahun 2024 di Nusa Dua, Bali, Senin (20/5/2024). Foto: DPR RI

Bali – Kolaborasi pemangku kepentingan, baik tingkat lokal, regional, dan internasional, harus diupayakan supaya isu air dan sanitasi bisa menjadi agenda politik negara. Pendekatan kearifan lokal yang diselaraskan dengan pemikiran maju serta kemauan untuk menerapkan inovasi terbaru menjadi penting untuk diterapkan.

Pernyataan ini diutarakan oleh Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Putu Supadma Rudana saat menyampaikan sikap DPR RI dalam sesi pleno ke-2 pada agenda Pertemuan Parlemen dalam rangka Forum Air Dunia ke-10 Tahun 2024 di Nusa Dua, Bali, Senin (20/5/2024). Ia sepakat bahwa air merupakan salah satu elemen vital yang bisa mewujudkan Tujuan Pembangunan yang Berkelanjutan (SDGs) menjadi nyata.

“Oleh karena itu, semua sektor, termasuk dunia usaha, pemerintah, parlemen, dan masyarakat sipil harus berpartisipasi aktif dan bekerja sama untuk memastikan pengelolaan dan alokasi sumber daya air yang lebih baik,” tegas Putu dalam sesi tersebut.

Di sisi lain, dirinya menyadari bahwa setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang, memiliki prioritas agenda politik yang berbeda. Walaupun begitu, memperoleh hak atas air layak dan bersih merupakan kebutuhan dasar yang tidak bisa dipungkiri oleh setiap negara.

Melalui sesi ini, setiap perwakilan parlemen dunia yang hadir perlu membuka diri dengan berbagai pengalaman, wawasan, dan masukan. Upaya ini patut diterapkan, menurutnya,  karena akan menjadi jembatan antarnegara supaya kebijakan yang nantinya dilahirkan bisa menciptakan solusi yang mangkus dan sangkil.

Menutup pernyataan, Putu menekankan kearifan lokal yang telah dilakukan oleh penduduk setempat selama ratusan tahun demi melindungi kelestarian air harus didukung oleh multipihak. Maka, ia meminta dukungan sejumlah pemangku kepentingan agar peduli sekaligus melindungi kearifan lokal tersebut dengan mengambil sikap melalui regulasi dan hukum.

“Saya pikir mungkin (kearifan lokal) ini penting bagi lembaga-lembaga tertentu, baik eksekutif, legislatif, atau mungkin internasional, untuk memberikan perlindungan hukum terhadap upaya pelestarian sumber air yang didasarkan pada norma-norma lokal,” tandas Ketua Kaukus Air DPR RI itu.

Baca Selengkapnya