Connect with us
Parlemen

Kebijakan Pemerintah Dinilai Nomorsatukan Keselamatan Siswa

Kebijakan Pemerintah Dinilai Nomorsatukan Keselamatan Siswa
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian. Foto : Runi/Man

Jakarta – Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian mengapresiasi keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri yang memutuskan untuk membuka kembali sekolah hanya di zona hijau, sehingga laju penularan virus Corona (Covid-19) dapat diminimalkan. Menurutnya, kebijakan Pemerintah ini menomorsatukan keselamatan siswa, agar terhindar dari virus Covid-19.

“Saya rasa itu keputusan yang tepat dan paling berhati-hati. Jika demikian, berarti 94 persen siswa Indonesia akan tetap menjalankan pembelajaran dari rumah. Hanya 6 persen siswa yang benar-benar daerahnya minim terpapar Corona yang boleh masuk, itupun syaratnya banyak sekali,” jelas Hetifah dalam siaran pers yang diterima Parlementaria, Senin (15/6/2020). Hetifah mengatakan, ke depannya kebijakan pendidikan dapat berfokus pada peningkatan kualitas pendidikan jarak jauh (PJJ).

“Mengingat mayoritas akan tetap melakukan pembelajaran dari rumah, maka kita harus berfokus pada peningkatan kualitas BDR. Antara lain dengan terus mendorong percepatan pembangunan infrastruktur telekomunikasi, peningkatan kapasitas guru secara digital, pengarusutamaan pendidikan parenting, serta peningkatan kualitas platform pendidikan daring,” papar politisi Partai Golkar itu.

Lebih lanjut, Hetifah menyampaikan bahwa pemenuhan syarat pembukaan sekolah di daerah zona hijau juga akan menjadi tantangan tersendiri. Menurutnya zona hijau sebanyak 6 persen itu asumsinya banyak yang merupakan daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar), yang minim terpapar Covid-19 karena aksesnya terbatas dan jauh dari perkotaan. Sementara, sarana prasarana termasuk fasilitas sanitasi mungkin justru paling buruk di daerah-daerah tersebut.

“Di sisi lain, untuk melaksanakan PJJ juga sulit karena akses internet terbatas. Oleh karena itu kabupaten/kota tersebut harus mendapatkan pemantauan khusus dari Kemendikbud, agar tidak kesulitan memenuhi checklist-nya,” pungkas legislator dapil Kalimantan Timur itu.

Seperti yang diketahui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan beserta Menteri Kesehatan, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri menggelar konferensi pers terkait Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran Baru di Masa Pandemi Covid-19, Senin (15/6/2020). Dalam pertemuan tersebut diumumkan bahwa hanya sekolah yang berada di zona hijau yang dapat menyelenggarakan pendidikan tatap muka.

“Untuk daerah zona kuning, oranye, dan merah yang mencakup 429 kabupaten/kota dilarang membuka sekolahnya. Hanya daerah yang berzona hijau yang boleh membuka sekolahnya, itupun setelah memenuhi checklist yang ketat,” ujar Mendikbud Nadiem Makarim. Menurut data dari gugus tugas Covid-19, hingga saat ini hanya 85 kabupaten/kota yang masuk ke dalam zona hijau.

Selain itu, pembukaan sekolah juga dilakukan bertahap, mulai dari tingkat yang lebih tinggi. “Kami akan memulai secara bertahap dari tingkat SMP/SMA dulu, baru 2 bulan kemudian tingkat SD, dan 2 bulan kemudian PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Hal ini karena akan lebih sulit menerapkan protokol kesehatan bagi murid-murid yang lebih kecil,” tambah Nadiem. (tn/sf)

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Legislator Ingatkan Pentingnya Batas-Batas Wilayah dalam 27 RUU Kabupaten/Kota

Oleh

Fakta News
Legislator Ingatkan Pentingnya Batas-Batas Wilayah dalam 27 RUU Kabupaten/Kota
Anggota Komisi II DPR RI Kamran Muchtar Podomi dalam Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Kepala Daerah Kabupaten/Kota, Provinsi Aceh di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Senin (20/5/2024). Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota Komisi II DPR RI Kamran Muchtar Podomi mengingatkan pentingnya memasukan batas-batas wilayah dalam RUU Kabupaten/Kota yang saat ini sedang dibahas oleh panitia kerja (panja) 27 RUU Kabupaten/Kota. Menurutnya, terkait batas wilayah ini akan menyangkut berbagai hal lain, termasuk diantaranya mengenai sumber daya alam (SDA).

”Kemudian menjadi sangat penting, karena kalau sekarang dulunya bareng ini. Tapi kalau sudah menyangkut sumber daya, berantem ini. Jadi sebaiknya kalau itu harus jelas dimuat di dalam undang-undang. Hubungannya langsung dengan RTRW (Rancang Tata Ruang Wilayah), dengan DAO (Decentralized Autonomous Organization). Ya, jadi itu harus, di undang-undang itu harus clear, batas-batas wilayah. Tidak boleh kita biarkan,” kata Karman dalam Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Kepala Daerah Kabupaten/Kota, Provinsi Aceh di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Senin (20/5/2024).

Politisi Fraksi Partai NasDem ini mengungkapkan, hal serupa pernah terjadi di Dapilnya, yang mana karena perebutan batas wilayah beberapa kepala daerah setempat sampai membawa kasus tersebut ke Mahkamah Agung.

”Karena di provinsi saya pengalaman, Pak. Nanti para bupati datang sampai di mahkamah agung. Untuk mempersoalkan kepada Kemendagri terkait dengan batas-batas wilayah. Jadi ini sangat substantif dan penting agar saudara-saudara kita di Aceh tidak berantem hanya karena persoalan sumber daya alam terkait dengan batas-batas,” kata Legislator Dapil Sulawesi Utara ini.

Lebih lanjut, Kamran mengungkapkan, masalah lain bisa berlanjut jika sudah masuk unsur politik di dalamnya, sehingga nantinya berbagai putusan terkait batas wilayah tersebut menjadi tidak objektif. Untuk itu, Kamran meminta terkait batas wilayah haruslah tertera jelas di UU.

”Berdasarkan pengalaman batas wilayah ini penting, karena ini nanti unsur politiknya akan masuk, bupatinya dari warna ini, gubernurnya dari ini, nantinya keputusannya tidak akan objektif oleh sebab itu selesaikan sejak UU ini, jangan kita bertengkar oleh warna-warna,” pungkasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Adang Tekankan Pentingnya Revisi Undang-Undang Narkotika

Oleh

Fakta News
Adang Tekankan Pentingnya Revisi Undang-Undang Narkotika
Anggota Komisi III DPR RI, Adang Daradjatun. Foto: DPR RI

Jakarta – Sebagai upaya menangani permasalahan narkotika di Indonesia Anggota Komisi III DPR RI, Adang Daradjatun, menyoroti urgensi revisi Undang-Undang Narkotika. Adang menekankan bahwa perkembangan jenis dan bentuk narkotika yang begitu pesat memerlukan penyesuaian regulasi agar penegakan hukum dapat berjalan efektif.

“Satu Undang-Undang yang perlu mendapat perhatian kita adalah masalah Undang-Undang Narkotika. Undang-undang yang ada saat ini tidak lagi memadai karena banyaknya macam narkotik yang telah berubah bentuk dan jenis, sehingga tidak tercantum dalam lampiran undang-undang yang ada sekarang. Oleh karena itu, diperlukan suatu perubahan,” papar Adang dalam rilis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Senin (20/5/2024).

Politisi dari Fraksi PKS ini juga menyoroti kondisi Lembaga Pemasyarakatan (LP) yang mayoritas penghuninya adalah pengguna narkotika. “Kita juga tahu bahwa di LP hampir seluruh LP rata-rata 60-70 persen isinya adalah pengguna narkotik. Oleh karena itu, kita bersama pemerintah ingin bisa menyelesaikan masalah tersebut melalui usaha preventif dan represif, khususnya yang berhubungan dengan rehabilitasi,” ungkap Adang.

Dia menekankan pentingnya rehabilitasi bagi pengguna narkotika, terutama bagi anak-anak muda yang baru mencoba-coba dan bukan merupakan bandar. “Untuk anak-anak kita yang baru coba-coba, anak-anak kita yang memang bukan bandar, sebaiknya direhabilitasi. Karena pada saat mereka masuk ke Lembaga Pemasyarakatan, setelah keluar masih saja melakukan hal yang sama. Sehingga perlu suatu rehabilitasi dan pendidikan agar generasi muda kita di masa yang akan datang tidak terkena masalah narkotika,” jelas Adang.

Melalui upaya ini, Adang Daradjatun berharap dapat memberikan solusi jangka panjang yang lebih efektif dalam menangani masalah narkotika di Indonesia. Rehabilitasi yang baik diharapkan mampu memutus rantai ketergantungan narkotika dan memberikan kesempatan bagi generasi muda untuk memiliki masa depan yang lebih baik.

Baca Selengkapnya

BERITA

Putu Rudana Supadma Suarakan Kearifan Lokal Lindungi Air Tetap Lestari

Oleh

Fakta News
Putu Rudana Supadma Suarakan Kearifan Lokal Lindungi Air Tetap Lestari
Wakil Ketua BKSAP DPR RI Putu Supadma Rudana saat menyampaikan sikap DPR RI dalam sesi pleno ke-2 pada agenda Pertemuan Parlemen dalam rangka Forum Air Dunia ke-10 Tahun 2024 di Nusa Dua, Bali, Senin (20/5/2024). Foto: DPR RI

Bali – Kolaborasi pemangku kepentingan, baik tingkat lokal, regional, dan internasional, harus diupayakan supaya isu air dan sanitasi bisa menjadi agenda politik negara. Pendekatan kearifan lokal yang diselaraskan dengan pemikiran maju serta kemauan untuk menerapkan inovasi terbaru menjadi penting untuk diterapkan.

Pernyataan ini diutarakan oleh Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Putu Supadma Rudana saat menyampaikan sikap DPR RI dalam sesi pleno ke-2 pada agenda Pertemuan Parlemen dalam rangka Forum Air Dunia ke-10 Tahun 2024 di Nusa Dua, Bali, Senin (20/5/2024). Ia sepakat bahwa air merupakan salah satu elemen vital yang bisa mewujudkan Tujuan Pembangunan yang Berkelanjutan (SDGs) menjadi nyata.

“Oleh karena itu, semua sektor, termasuk dunia usaha, pemerintah, parlemen, dan masyarakat sipil harus berpartisipasi aktif dan bekerja sama untuk memastikan pengelolaan dan alokasi sumber daya air yang lebih baik,” tegas Putu dalam sesi tersebut.

Di sisi lain, dirinya menyadari bahwa setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang, memiliki prioritas agenda politik yang berbeda. Walaupun begitu, memperoleh hak atas air layak dan bersih merupakan kebutuhan dasar yang tidak bisa dipungkiri oleh setiap negara.

Melalui sesi ini, setiap perwakilan parlemen dunia yang hadir perlu membuka diri dengan berbagai pengalaman, wawasan, dan masukan. Upaya ini patut diterapkan, menurutnya,  karena akan menjadi jembatan antarnegara supaya kebijakan yang nantinya dilahirkan bisa menciptakan solusi yang mangkus dan sangkil.

Menutup pernyataan, Putu menekankan kearifan lokal yang telah dilakukan oleh penduduk setempat selama ratusan tahun demi melindungi kelestarian air harus didukung oleh multipihak. Maka, ia meminta dukungan sejumlah pemangku kepentingan agar peduli sekaligus melindungi kearifan lokal tersebut dengan mengambil sikap melalui regulasi dan hukum.

“Saya pikir mungkin (kearifan lokal) ini penting bagi lembaga-lembaga tertentu, baik eksekutif, legislatif, atau mungkin internasional, untuk memberikan perlindungan hukum terhadap upaya pelestarian sumber air yang didasarkan pada norma-norma lokal,” tandas Ketua Kaukus Air DPR RI itu.

Baca Selengkapnya