OJK Rilis Tata Cara Pengajuan Keringanan Kredit Bank dan Leasing
Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis tata cara pengajuan keringanan kredit bank dan perusahaan pembiayaan (leasing). Lembaga tersebut meminta agar pada debitor tidak langsung ke kantor-kantor bank atau leasing untuk mengurangi penyebaran virus corona (Covid-19) karena pengajuan keringanan kredit bisa dilakukan secara online.
“Tunggu dan ikuti pengumuman yang akan disampaikan bank atau leasing melalui website dan atau call center resmi,” kata juru bicara OJK, Sekar Putih Djarot, dalam keterangan tertulisnya, Minggu (29/3/2020).
Prioritas debitor yang bisa mendapatkan keringanan kredit harus memenuhi persyaratan minimal sebagai berikut:
- Debitor terkena dampak Covid-19 dengan nilai kredit atau leasing di bawah Rp 10 miliar untuk antara lain pekerja informal, penghasilan harian, usaha mikro dan usaha kecil (kredit UMKM dan KUR).
- Keringanan dapat diberikan dalam periode maksimal satu tahun dalam bentuk penyesuaian pembayaran cicilan pokok/bunga, perpanjangan waktu, atau hal lain yang ditetapkan oleh bank/leasing.
- Mengajukan kepada bank/leasing dengan menyampaikan permohonan melalui saluran komunikasi bank/leasing.
- Jika dilakukan secara kolektif, misalnya melalui perusahaan, maka direksi wajib memvalidasi data yang diberikan kepada bank/leasing. Untuk debitor yang tidak termasuk dalam poin yang disebutkan di atas, bank/leasing memiliki kebijakan keringanan kredit/leasing, sehingga debitor dapat berkontak langsung melalui sarana komunikasi yang selama ini digunakan dan tetap tidak perlu hadir atau tatap muka.
OJK sangat mengharapkan agar debitor selalu mengikuti informasi resmi dari bank/leasing. Tidak mudah percaya dengan informasi yang bersifat hoaks.
OJK juga mengimbau nasabah melaporkan kepada bank/leasing jika ada pihak debt collector yang melakukan teror atau tidak sesuai ketentuan. Laporan ke OJK dapat diajukan via telepon 157, Whatsapp (WA) 081 157 157 157, atau email ke konsumen@ ojk.go.id dengan menyebutkan nama, perusahaan bank/leasing, dan masalah yang dihadapi.
Sekar mengungkapkan, relaksasi kredit bukan untuk semua debitor maupun nasabah yang memiliki kewajiban untuk membayar kreditnya. Relaksasi kredit hanya untuk pihak yang benar-benar terdampak usahanya karena virus corona.
“POJK-nya jelas, hindari moral hazard. Jangan sampai debitor yang mampu membayar jadi tidak mau bayar utang, atau pun debitor yang sudah macet sebelum Covid-19 kemudian semakin menghindari kewajibannya,” tegas Sekar.
Saat ini, kata dia, OJK masih dalam tahap finalisasi produk hukum untuk perusahaan leasing. Pihaknya bakal terus berkoordinasi dengan asosiasi terkait.
“Untuk leasing, kami sedang finalisasi produk hukumnya dan terus koordinasi dengan Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia untuk merumuskan langkah-langkah lanjutan terkait penerapannya,” tambahnya.
Relaksasi Kredit
Sebelumnya, OJK memberikan kelonggaran pembayaran kredit, termasuk kelonggaran pembayaran kredit UMKM hingga cicilan kendaraan bermotor.
Dalam keterangannya, OJK menjelaskan bahwa restrukturisasi kredit bisa bermacam-macam bentuknya, mulai dari penurunan suku bunga, perpanjangan waktu, hingga pengurangan tunggakan pokok, pengurangan tunggakan bunga, penambahan fasilitas kredit, dan konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara.
Pemberian jangka waktu pun bisa bervariasi, disesuaikan dengan kesepakatan antara debitor dengan bank maupun leasing. Bisa 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan, sampai maksimal 1 tahun.
Untuk restrukturisasi kredit perbankan, OJK telah mengeluarkan POJK 11/POJK.03/2020 yang di dalamnya memuat jelas tentang relaksasi kredit.
Selain mengeluarkan peraturan, OJK telah berkomunikasi dengan industri perbankan soal restrukturisasi kredit ini. Meskipun demikian, kata Sekar, perbankan perlu waktu untuk menerapkannya.
“Perbankan juga memiliki pedoman internal yang akan disesuaikan dengan penilaian/analisa masing-masing bank. Seperti contohnya, menganalisa dan menetapkan kriteria debitor mana yang benar-benar terdampak Covid-19 dan mana yang tidak,” sebut Sekar.
(zico)
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.