Risma, Sang Fenomena
Di dunia sepak bola, ada sosok il phenomenon alias sang fenomena, yakni Ronaldo Luis Nazario de Lima. Pemain sepak bola asal Brasil itu memang memiliki keahlian mengolah bola di atas rata-rata. Semasa berkarier, baik untuk klub maupun negaranya, Ronaldo adalah striker tajam yang sangat ditakuti lawan-lawannya.
Prestasinya pun seabrek dan kerap nangkring di puncak daftar pencetak gol terbanyak di setiap turnamen atau liga yang ia ikuti. Sempat beberapa kali mengalami cedera parah yang nyaris mengakhiri kariernya, Ronaldo mampu bangkit dan kembali mengguncang jagat sepak bola dengan menjuarai Piala Dunia. Atas capaian itulah ia dijuluki Sang Fenomena.
Nah, di Indonesia, ada juga sosok yang patut menyandang julukan tersebut. Sang fenomenal yang dimaksud adalah Tri Rismaharini. Seperti diketahui bersama, dalam berbagai tulisan dan kegiatan, nama Wali Kota Surabaya ini kerap ditambah embel-embel fenomenal, lebih tepatnya tokoh perempuan fenomenal. Apa sebabnya?
Dulu, namanya mungkin masih terasa asing di telinga sebagian besar masyarakat. Namun perlahan tapi pasti, dedikasi dan sumbangsihnya mampu membawa perubahan besar di Surabaya. Bahkan ibu kota Jawa Timur itu kian terkenal hingga mancanegara. Kini, potensi Surabaya sudah disegani bagi banyak investor internasional.
Mundur ke belakang sejenak, sisi fenomena Risma sebenarnya mulai terpancar saat dirinya menjadi perempuan pertama yang terpilih jadi Wali Kota Surabaya sepanjang sejarah. Bahkan setelah mengisi jabatan pada periode 2010-2015, Risma kembali terpilih pada pemilihan kepala daerah serentak untuk periode 2016–2021.
Tak dipungkiri lagi, dalam genggamannya, Surabaya memang bersolek diri. Semasa menjabat, Risma seperti memiliki kekuatan “magis” yang mampu mengubah Surabaya menjadi kian memesona. Perubahan itu pun sebenarnya sudah dimulai sebelum menjadi wali kota. Tepatnya saat dirinya menduduki posisi sebagai Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Surabaya dan Kepala Badan Perencanaan Kota Surabaya (Bappeko) hingga 2010. Di bawah kepemimpinannya, ia menerapkan strategi utama pada perencanaan pembangunan kota yang bersih dan asri.
Mimpi besar ini jelas patut diapresiasi. Meski tak memiliki keindahan alam atau sumber daya alam seperti kota lainnya, Risma tetap mengejar cita-cita membangun Surabaya sejajar dengan kota di negara-negara maju di dunia. “Surabaya harus merdeka dari sampah,” ujar pemegang Sarjana Arsitektur dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (1987) dan Master Manajemen Pembangunan Kota Surabaya, ITS (2002) ini.
Dalam pengejarannya, ibu dua anak ini pun pun rela turun langsung ke lapangan. Ia berperan dalam pembangunan pedestrian bagi pejalan kaki dengan konsep modern di sepanjang Jalan Basuki Rahmat yang kemudian dilanjutkan hingga Jalan Tunjungan, Blauran, dan Panglima Sudirman. Tak hanya itu, dirinya juga yang memimpin pemugaran beberapa taman di Surabaya.
Sebut saja seperti Taman Bungkul di Jalan Raya Darmo dengan konsep all-in-one entertainment park, Taman Persahabatan, Taman Skate dan BMX, Taman Flora, Taman Undaan, Taman Bundaran Dolog, Taman Bawean, serta beberapa tempat lainnya. Taman-taman dan jalur pedestrian itu menjadi tempat yang nyaman bagi warga untuk melepas kepenatan.
Khusus Taman Bungkul yang berada di tengah kota bahkan terbilang paling mendapat perhatian. Sebab dulunya area tersebut tidak layak disebut taman. Namun kini, Taman Bungkul diakui dunia dan menjadi taman terbesar se-Asia Tenggara. Sah-sah saja rasanya jika menyebut Risma adalah wali kota yang “gila taman”. Sejumlah taman memang telah dibangun guna menyegarkan pemandangan sekaligus menambah ruang terbuka hijau. Bahkan bukan sekadar itu saja. Di Taman Bulak dan Taman Ronggolawe, Pemkot Surabaya memasang fasilitas WiFi. Tujuannya, mengajak warga agar betah beraktivitas di taman sembari berselancar di dunia maya.
Ada juga taman yang dilengkapi perpustakaan. Tak hanya bersantai, warga juga didorong untuk mau membaca dan menambah pengetahuan. Risma menargetkan, nantinya setiap kelurahan di Kota Surabaya punya taman. Target satu kelurahan, satu taman ini sejalan dengan rencana Pemkot Surabaya untuk menambah luas ruang terbuka hijaunya secara bertahap.
Saat ini, Ruang terbuka hijau atau RTH di Kota Surabaya mencapai 20,70%. Risma menargetkan RTH di kota ini kelak mencapai 35%. “Saat ini, kami juga sedang membangun taman kota seluas 60 hektare. Baru lima hektar yang selesai dibangun. Konsepnya adalah taman berbunga dan berbuah,” ujarnya.
Bukan hanya hanya taman. RTH di Surabaya juga diperluas dengan mengembangkan hutan kota. Hutan kota Balasklumprik dan Pakal menjadi contoh nyata upaya Pemkot Surabaya mengembangkan paru-paru udara bagi kota terbesar kedua di Indonesia ini. “Seluruh buah di Indonesia ada di hutan Pakal ini,” ujarnya bangga.
Segudang Penghargaan
Selain dinilai berhasil menata Surabaya menjadi kota yang bersih dan penuh taman hijau, wanita kelahiran Kediri ini juga sukses memberi Surabaya meraih kembali Piala Adipura. Tak cuma itu, penghargaan yang didapat Kota Pahlawan ini juga sukses meraihnya tiga tahun berturut-turut, yakni 2011, 2012, dan 2013 untuk kategori Kota Metropolitan. Capaian itu pun menjadi semakin sempurna saat Surabaya sudah lima tahun tak lagi memperolehnya.
Belum cukup sampai di situ, dalam tiga tahun kepemimpinannya, Surabaya juga meraih predikat menjadi kota yang terbaik partisipasinya se-Asia Pasifik 2012 versi Citynet. Predikat itu pun tak terlepas dari kedekatan Risma dengan rakyat sehingga ia bersama punggawa Pemerintah Kota bisa mendorong rakyat antusias berpartisipasi dalam mengelola lingkungan.
Dalam menjaga kedekatannya itu, Risma menerapkan gaya pemimpin masa kini, yakni blusukan. Dirinya mengaku sangat tidak betah bila hanya duduk di kursi ruang kerjanya. Ia juga punya rasa peduli terhadap rakyat kecil. Benaknya selalu memikirkan solusi pemecahan masalah kemiskinan yang menghimpit kaum marginal. “Mereka yang selalu aku pikirin,” katanya berulang kali.
Risma berpandangan pembangunan kualitas warga tidak kalah penting dengan pembangunan infrastruktur kota. Pembangunan kualitas warga membuat pembangunan kota lebih cepat tercapai dan dapat dinikmati. “Untuk apa pemerintah kota membangun infrastruktur kalau yang menikmati bukan warganya. Warga asli kota harus menikmati, menjadi tuan dan nyonya di kotanya sendiri,” ujarnya.
Berkat itu, pada Oktober 2013, Surabaya memperoleh penghargaan tingkat Asia-Pasifik, yaitu Future Government Awards 2013 untuk dua bidang sekaligus. Adapun dua bidang itu adalah data center dan inklusi digital. Hebatnya lagi, Surabaya menyisihkan 800 kota di seluruh Asia-Pasifik.
Walhasil, keberhasilannya itu semakin mengangkat namanya. Wanita kelahiran 20 November 1961 ini juga masuk dalam daftar nominasi wali kota terbaik di dunia, 2012 World Mayor Prize, yang digelar oleh The City Mayors Foundation. Ia menjadi kandidat wali kota terbaik asal Indonesia bersama dua orang lainnya, yakni Syahrul Yasin Limpo, Gubernur Sulawesi Selatan, dan Joko Widodo (Jokowi) saat masih menjabat sebagai Wali Kota Solo.
Dua tahun kemudian, atas capaian prestasinya selama menjabat sebagai Wali Kota Surabaya, wanita yang terkenal tegas dan tak kenal kompromi ini lalu resmi terpilih sebagai Wali Kota Terbaik Dunia 2014. Jelaslah sekarang mengapa Risma dianggap sebagai kepala daerah perempuan pertama di Indonesia yang berulang kali masuk dalam daftar pemimpin terbaik dunia.
Malah beberapa waklu lalu, ia juga sukses membawa pulang Ideal Mother Award dari Universitas Kairo di Mesir. Penghargaan tersebut diberikan oleh Universitas Kairo yang bekerja sama dengan Rashid Al Maktoum Foundation.
Risma pun juga dikenal sebagai wali kota yang sukses memangkas anggaran birokrasi berbelit. Dia memberikan tunjangan kesehatan bagi warga yang kurang mampu serta menambah anggaran pendidikan sebesar 35% dari APBD. Ide-ide kreatifnya itu membuat pertumbuhan ekonomi Surabaya meningkat lebih dari 7,5% sejak ia pimpin. Akhirnya, ia diganjar penghargaan bergengsi, Women Leader Award 2012 dari Globe Asia.
Rajin Turun Langsung
Risma memang wali kota bersahaja. Ia tak segan berbecek-becekan bersama rakyat ketika banjir menggenangi Surabaya. Pernah suatu hari ia kedapatan mengatur kemacetan lalu lintas. Pernah juga hujan-hujanan bersama anak buahnya membersihkan got dari ranting-ranting yang patah diterjang angin dan hujan.
Tatkala terjadi kerusuhan pertandingan sepak bola di Stadion Gelora 10 Nopember, Risma juga tak segan-segan menghadapi para Bonek dan juga pengurusnya. Seorang supoter tewas dalam peristiwa tersebut. “Cukup sudah Rek, ini yang terakhir. Sampai kapan lagi harus seperti ini. Lihat keluarganya, kasihan. Ini korban anak tunggal,” ujar Risma kepada para Bonekmania dari Asosiasi Suporter Persebaya.
Jangan juga lupakan saat Ibu yang hobi naik gunung ini pernah mendatangi tersangka pemerkosa di kantor Mapolresta. Ia mendatangi dan memberi nasehat para tersangka yang masih anak-anak itu. Risma juga pernah menemui dan melabrak tersangka penjual gadis anak baru gede.
Ya, sikap tak kenal kompromi dalam menjalankan tugasnya inilah yang jua membuatnya kerap “dimusuhi” lawan-lawannya. Tak sedikit yang berusaha melengserkannya. Sikapnya kerap mengundang pro-kontra. Apalagi karakternya juga dikenal berani, misalnya saat mendorong penutupan lokalisasi prostitusi yang menjadi ikon Surabaya, yakni kompleks Gang Dolly dan Jarak. Saat itu, dirinya siap mati demi ditutupnya area lokalisasi tersebut.
Namun toh Risma menutup Gang Dolly dengan solusi. Para Pekerja Seks Komersial (PSK) dididik dinas sosial kotamadya. Ada juga PSK yang dipulangkan ke daerah asalnya. Saat memulangkan para PSK itu Risma berujar, “Jangan pernah berpikir, saya bukan bagian dari sampeyan (kalian), tapi berpikirlah bahwa sampeyan-sampeyan itu juga bagian dari saya, sehingga bisa berbuat baik seperti yang orang lain lakukan.” Kini, Gang Dolly menjadi pusat industri kecil berkat sang fenomena, Tri Rismaharini.
W. Novianto
BERITA
Sosok K’tut Tantri yang Terlupakan, Wanita yang Berjasa bagi NKRI di Masa Perjuangan
“Saya mungkin akan dilupakan oleh Indonesia…Tapi Indonesia adalah bagian hidup saya”
K’TUT TANTRI……
Masih sangat di sayangkan banyak yng tidak tahu perjuangan wanita bule untuk negeri ini. Disiksa Jepang nyaris membuat ia gila bahkan tewas… Tapi tak menyurutkan hati nya untuk memperjuangkan negeri barunya itu…
Bahkan Bung Tomo terkesiap saat menyaksikan bagaimana dengan tenang nya K’tut Tantri menyiarkan bombardir tentara Inggris pada kota Soerabaia dengan menulis catatan…..
“Saja tidak akan melupakan detik-detik dikala Tantri dengan tenang mengutjapkan pidatonja dimuka mikropon, sedangkan bom-bom dan peluru2 mortir berdjatuhan dengan dahsjatnja dikeliling pemantjar radio pemberontakan,” tulis Bung Tomo…..
K’tut Tantri lahir di Glasgow Skotlandia dengan nama Muriel Stuart Walker, pada 18 Februari 1899. Ia adalah anak satu-satunya dari pasangan James Hay Stuart Walker dan Laura Helen Quayle.
Setelah Perang Dunia I, bersama sang ibu, ia pindah ke California, Amerika Serikat (AS). Kelak di Negeri Paman Sam, Tantri bekerja sebagai penulis naskah dan antara 1930 hingga 1932 ia menikah dengan Karl Jenning Pearson.
Tantri memutuskan pindah ke Bali setelah ia menonton film berjudul, “Bali, The Last Paradise”. Hal itu ia ungkapkan gamblang dalam bukunya, “Revolt in Paradise” yang terbit pada 1960.
“Pada suatu sore saat hujan rintik-rintik, saya berjalan di Hollywood Boulevard, saya berhenti di depan sebuah gedung bioskop kecil yang memutar film asing, mendadak saya memutuskan untuk masuk. Film asing tersebut berjudul “Bali, The Last Paradise”. Saya menjadi terpesona,” tulis Tantri.
“Sebuah film yang menunjukkan contoh kehidupan penduduk yang cinta damai, penuh rasa syukur, cinta, dan keindahan. Ya, saya merasa telah menemukan kembali hidup saya. Saya merasa telah menemukan tempat di mana saya ingin tinggal,” ujar dia dalam bukunya.
Selang beberapa bulan kemudian, Tantri tiba di Pulau Dewata. Kala itu ia bersumpah mobil yang dikendarainya hanya akan berhenti jika sudah kehabisan bensin dan kelak ia akan tinggal di tempat pemberhentian terakhirnya itu.
Ternyata mobil Tantri kehabisan bensin di depan sebuah istana raja yang pada awalnya ia yakini adalah pura. Dengan langkah hati-hati ia memasuki tempat itu dan tak berapa lama kemudian perempuan itu diangkat sebagai anak keempat oleh Raja Bangli Anak Agung Gede –sejumlah sumber menyebut ia menyamarkan nama asli sang raja.
Tantri menetap di Bali sejak 1934 dan ketika Jepang mendarat di Pulau Dewata, ia berhasil melarikan diri ke Surabaya. Di kota inilah ia mulai membangun hubungan dengan para pejuang kemerdekaan.
Di Surabaya, Tantri bergabung dengan radio yang dioperasikan para pejuang pimpinan Sutomo atau akrab disapa Bung Tomo. Dan ketika pecah pertempuran hebat pada 10 November 1945, tanpa gentar, Tantri berpidato dalam bahasa Inggris sementara hujan bom dan peluru mortir terjadi di sekeliling pemancar radio.
“Aku akan tetap dengan rakyat Indonesia, kalah atau menang. Sebagai perempuan Inggris barangkali aku dapat mengimbangi perbuatan sewenang-wenang yang dilakukan kaum sebangsaku dengan berbagai jalan yang bisa kukerjakan,”..tulisnya dalam Revolt in Paradise.
Pilihannya untuk bergabung dalam perjuangan bangsa Indonesia meraih kemerdekaan itu membuat kalangan pers internasional menjulukinya “Surabaya Sue” atau penggugat dari Surabaya.
Ia diketahui mulai akrab dengan dunia politik setelah menjalani diskusi intens dengan Anak Agung Nura — putra tertua raja yang mengangkatnya sebagai anak.
Menyadari dirinya menjadi target Jepang, Tantri memutuskan sembunyi di Solo. Namun nahas, keberadaanya diketahui Jepang dan akhirnya ia pun ditahan Kempetai –satuan polisi militer Jepang.
Perempuan itu dibawa ke sebuah penjara di daerah Kediri. Kondisi selnya sangat memprihatinkan di mana tempat tidurnya hanya beralaskan tikar kotor, bantal yang terbuat dari merang sudah menjadi sarang bagi kutu busuk, sementara berfungsi sebagai jamban adalah lubang di tanah dengan seember air kotor di sampingnya.
Tantri hanya diberi makan dua hari sekali, itu pun hanya segenggam nasi dengan garam. Hasilnya, berat badannya turun 5 kilogram dalam minggu pertama.
Kelaparan dan kejorokan memang menjadi senjata andalan Jepang ketika itu. Ini ditujukan untuk mematahkan semangat para tahanan sehingga mereka mau memberi informasi yang dibutuhkan.
Kendati mengalami bertubi-tubi penyiksaan bahkan nyaris dieksekusi, Tantri memilih tetap bungkam ketika disodori pertanyaan terkait dengan aktivitas bawah tanahnya. Dan setelah ditahan kurang lebih selama tiga minggu, ia pun dibebaskan.
Pasca-kebebasannya, ia diberi dua pilihan. Kembali ke negerinya dengan jaminan pengamanan tentara Indonesia atau bergabung dengan para pejuang. Tantri memilih opsi kedua.
Pada satu waktu, ia diculik oleh sebuah faksi tentara Indonesia dan diminta untuk siaran di “radio gelap” yang mereka kelola. Namun ia berhasil dibebaskan oleh pasukan Bung Tomo.
Ketika pemerintahan Indonesia pindah ke Yogyakarta, ia pun bergabung sebagai penyiar di Voice of Free Indonesia era 1946-1947. Dan ia dilaporkan pernah menjadi mata-mata yang berhasil menjebak sekelompok pengkhianat.
Mara bahaya senantiasa mengincar Tantri. Sementara ketenaran dan kerelaannya untuk berkorban membuatnya menjadi rebutan sejumlah faksi politik.
Ia diutus oleh pemerintah Indonesia ke sebuah konferensi pers yang dihadiri wartawan dan koresponden kantor berita dan media massa asing untuk mengisahkan bagaimana rakyat begitu bersemangat mendukung perjuangan kemerdekaan. Berbeda dengan propaganda Belanda yang menyebutkan bahwa pemerintahan Sukarno – Hatta tak mendapat dukungan.
Tantri juga pernah dikirim ke Singapura dan Australia dalam rangka menggalang solidaritas internasional. Tanpa visa ataupun paspor dan dengan hanya bermodal kapal tua yang dinakhodai seorang pria berkebangsaan Inggris, ia berhasil lolos dari blokade laut Belanda.
Dari Singapura ia bergerak ke Belanda demi menggalang dana dan melakukan propaganda. Ia berhasil, sebuah demonstrasi mahasiswa terjadi di perwakilan pemerintahan Belanda di Negeri Kanguru itu.
K’tut Tantri menetap di Indonesia selama 15 tahun, sejak 1932 hingga 1947.
Pada tanggal 10 November 1998, pemerintah Indonesia mengganjarnya dengan Bintang Mahaputra Nararya atas jasanya sebagai wartawan sekaligus pegawai di Kementerian Penerangan pada 1950.
Tantri yang juga memiliki darah bangsa Viking –sehingga dikenal sebagai pemberani dan gemar petualangan– tutup usia pada Minggu 27 Juli 1997. Perempuan yang perjalanan hidupnya akan segera difilmkan itu, meninggal dunia di sebuah panti jompo di pinggiran Kota Sydney, Australia, di mana ia menjadi permanen resident sejak 1985.
Perempuan yang disebut sebagai salah satu perintis hubungan persahabatan Indonesia – Australia itu memang tak pernah mengangkat senjata atau tutup usia sebagai warga negara Indonesia. K’tut Tantri justru memanfaatkan identitasnya sebagai orang asing berbahasa Inggris untuk mengambil peran dalam ranah diplomasi yang mengedepankan komunikasi dan jelas apa yang dilakukannya itu penuh risiko.
Dalam tulisan di buku catatan harian nya sebelum meninggal ia menulis…..
“Apa yang aku lakukan untuk Indonesia mungkin tak tercatat di buku sejarah Indonesia, mungkin Indonesia akan melupakan ku, namun indonesia adalah bagian hidup ku, jika aku mati tabur abu ku di pantai Bali”……
Saat wanita gagah ini meninggal di peti jenasahnya ditutupi bendera Merah Putih dan di beri renda renda khas Bali seperti permintaannya….
Mengenang sejarah sekitar orang-orang yang berjasa bagi NKRI dimasa masa perjuangan.
BERITA
Kabar Duka: Tio Hui Eng, Istri Indrajono Sangkawang Meninggal Dunia
Surabaya – Kabar duka datang dari keluarga besar Indrajono Sangkawang, istri tercintanya Tio Hui Eng dikabarkan telah meninggal dunia pada Sabtu (5/2/2022) di Mayapada Hospital, Surabaya, pukul 00.58 WIB.
Almarhumah Tio Hui Eng meninggal dunia pada umur 62 tahun. Dari pernikahannya dengan Indrajono Sangkawang, beliau meninggalkan empat anak tercintanya.
Rencananya upacara tutup peti akan dilaksanakan pada hari Senin, 7 Februari 2022, pukul 09.00-11.00 WIB di Adijasa, Ruang E, F, dan G. Sementara pemakaman akan dilaksanakan berangkat dari rumah duka pada hari Jumat 11 Februari 2022, pukul 09.00 WIB.
Kami segenap keluarga besar redaksi Fakta.News mengucapkan duka yang sangat mendalam bagi almarhumah dan keluarga yang ditinggal.
Semoga almarhumah diberikan tempat yang terbaik di sisiNya dan untuk keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan oleh Allah Yang Maha Pengasih untuk menghadapi cobaan ini.
GAYA HIDUP
Kisah Changpeng Zhao si Pendiri Binance
Jakarta – Apa itu Binance? Binance adalah coin exchange atau juga dapat dikatakan pertukaran koin dari satu koin ke koin lainnya seperti dari Bitcoin ke Altcoin (dulu). Sekarang, anda bisa menggunakan kartu kredit atau uang fiat.
Salah satu platform perdagangan mata uang kripto yang sukses besar adalah Binance, yang didirikan oleh Changpeng Zhao. Bagaimana kisahnya yang menarik?
Zhao saat ini adalah salah satu orang terkaya dengan harta USD 1,9 miliar, sekitar Rp 27 triliun. Lelaki yang bermukim di Singapura ini lahir di China tapi kemudian berkewarganegaraan Kanada.
Zhao besar di Jiangsu, kedua orang tuanya adalah guru. Ketika beranjak remaja, Zhao sempat kerja di McDonald’s memasak burger dan tugas lainnya. Pada malam hari, dia juga bekerja di pom bensin.
Pada akhir 1980-an, Zhao dan keluarganya pindah ke Kanada. Ayahnya yang seorang profesor diasingkan karena bermasalah dengan negaranya. Zhao kemudian kuliah di MacGill University di Kota Montreal jurusan Ilmu Komputer.
Dia kemudian bekerja mengembangkan sistem perdagangan di bursa saham Tokyo di mana karirnya cepat menanjak. Namun pada tahun 2005, Zhao memutuskan keluar, pindah ke Shanghai, dan mendirikan perusahaan keuangan bernama Fusion Systems.
Tak puas dengan itu, Zhao mencium peluang bisnis besar di dunia kripto hingga mendirikan Binance di tahun 2017. Platform Binance bisa digunakan untuk memperdagangkan mata uang kripto ataupun untuk menyimpannya.
Binance juga punya uang kripto sendiri bernama BNB, terbesar ketiga di dunia dengan kapitalisasi pasar USD 54 miliar. Pada 2017 itu, Binance mengumpulkan pendanaan USD 15 juta dan mereka cepat berkembang. Pada tahun berikutnya, penggunanya mencapai 6 juta user.
Zhao dan Binance makin terkenal. Tahun 2020, Binance memperoleh pendapatan USD 800 juta dan volume total perdagangan tembus USD 2 triliun.
Zhao punya tato Binance di lengannya. Saking fanatik dengan bisnis kripto, dia mengklaim menginvestasikan seluruh uangnya dalam bentuk mata uang kripto.
“Barang-barang fisik yang aku punya mungkin tak ada artinya dibandingkan kekayaanku. Aku tidak menggunakan mata uang kripto untuk beli mobil, beli rumah. Aku hanya ingin menyimpannya. Aku tak berencana menukarnya menjadi uang di masa depan,” klaimnya.
Ya, dia mengaku hidup biasa-biasa saja. Dalam wawancara dengan Forbes di 2018, Zhang menyatakan tak punya kendaraan, jam mewah atau kapal pesiar. Tapi ia kadang memborong laptop, kadang enam unit sekaligus karena ia sering merusaknya.