Connect with us

PDIP Umumkan 45 Wilayah dan Cakada Tahap Kedua, Gibran Rakabuming Diusung di Pilkada Solo

PDIP Tertinggi

Jakarta – Hari ini, Jumat (17/7) siang, DPP PDI Perjuangan telah mengumumkan daftar 45 wilayah dan nama-nama calon pilkada serentak tahun 2020 yang diumumkan pada tahap kedua.

Nama-nama yang mendapat rekomendasi dari PDIP diumumkan Ketua DPP PDIP Bidang Politik dan Keamanan Puan Maharani, Jumat (17/7/2020). Puan membacakan nama-nama yang diberikan rekomendasi mulai dari wilayah Indonesia Timur.

“Pada kesempatan ini atas izin Ibu Ketua Umum, maka saya akan mengumumkan nama-nama yang kemudian sudah menjadi keputusan dari DPP partai untuk insyaallah maju dan berjuang untuk memenangkan dalam Pilkada tahun 2020,” ujar Puan.

Gibran Rakabuming dan Teguh Prakosa secara resmi mendapat rekomendasi dari DPP PDIP sebagai pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota dalam Pilkada Solo 2020. 

Selain mengumumkan calon kepala daerah Solo, DPP PDIP juga mengumumkan calon-calon lain yang maju untuk beberapa daerah lainnya.

Gibran Rakabuming dalam sambutannya menyatakan bersyukur dan menghaturkan terima kasih atas rekomendasi yang diberikan Ibu Megawati Soekarnoputri kepadanya.

“Ini adalah kehormatan tanggung jawab untuk saya. Saya dan Pak Teguh akan komunikasi intensif dengan jajaran dan mengikuti arahan dari Pak Rudy selaku Ketua DPC PDIP,” ucap Gibran.

Sebelumnya di Kantor DPP PDIP, Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto, membuka acara pengumuman tahap kedua calon kepala daerah dan wakil kepala daerah Pilkada serentak 2020.

Hasto Kristiyanto dalam sambutannya menyatakan saat ini berpolitik harus menyelamatkan bumi dan isinya.

“Pandemi Covid-29 adalah momentum PDIP untuk menangis bersama rakyat,” ujar dia.

Adapun daftar wilayah berikut nama-namanya yang dibacakan oleh Puan Maharani, sebagai berikut:

Prov. Papua Barat

  1. Kab. Manokwari Selatan: Markus Waran, ST, MSi dan Wempi Welly Rengkung, SE, MSi

Prov. Papua

  1. Kab. Boven Digoel: Martinus Wagi, SP dan Isak Bangri, SE

Prov. Maluku Utara

  1. Kota Ternate: Merlisa, SE dan Juhdi Taslim, SH, MH

Prov. Sulawesi Tenggara

  1. Kab. Wakatobi: Haliana, SE dan Ilmiati Daud, SE, MSi
  2. Kab. Konawe Utara: DR Ir Ruksamin, ST, MSi, IPM dan Abu Haera, SSos, MSi

Prov. Sulawesi Selatan

  1. Kab. Gowa: Adnan Purucita Ichsan dan Abdul Rauf Mallagani
  2. Kota Makassar: DR Syamsul Rizal MI, SSos, MSi dan dr Fadli Ananda, SpOG, MKes
  3. Kab. Pangkajene Kepulauan: Dr H Abdul Rahman Assegaf dan Ir Muammar Muhayang, ST, MM, IPM ASEAN, Eng

Prov. Sulawesi Tengah

  1. Kab. Sigi: Mohamad Irwan, SSos, MSi dan Dr Samuel Y Pongi, SE, MSi
  2. Kab. Banggai Laut: Drs H Wenny Bukamo dan Ridaya La Ode Ngkowe, SSi, MA
  3. Kota Palu: Drs Hidayat, MSi dan Hj Habsa Yanti Ponulele, ST, MSi
  4. Kab. Toli-toli: H Muchtar Deluma, SH, MH dan Drs Bakri Irus, Apt, MM

Prov. Sulawesi Utara

  1. Kab. Bolmong Selatan: Hi Iskandar Kamaru, SPt dan Deddy Abdul Hamid
  2. Kota Bitung: Ir Maurits Mantiri dan Hengky Honandar, SE
  3. Kab. Minahasa Selatan: Franky D Wongkar, SH dan Pdt Petra Rembang, MTh
  4. Kab. Minahasa Utara: Joune JE Ganda, SE dan Kevin W Lotulung, SH, MH

Prov. Kalimantan Utara

  1. Kab. Malinau: Drs Jhonny Laing Impang, MSi dan Muhrim, SE
  2. Kab. Bulungan: Dr H Sigit Muryono, MPd, Kons dan Markus Juk
  3. Kab. Tanatidung: Markus, SE, MM dan Hamjah M

Prov. Kalimantan Timur

  1. Kab. Kutai Kertanegara: Drs Edi Damansyah, MSi dan H Rendi Solihin

Prov. Kalimantan Selatan

  1. Kab. Banjar: H Rusli dan KH M Fadhlan Asy‘ari

Prov. Kalimantan Barat

  1. Kab. Ketapang: H Eryanto Harun dan Mateus Yudi, SE, MSi
  2. Kab. Melawi: H Dadi Sunarya Usfa Yursa, AMd dan Drs Kluisen
  3. Kab. Kapuas Hulu: Fransiskus Diaan, SH dan Wahyudi Hidayat, ST

Prov. Jawa Tengah

  1. Kota Surakarta: Gibran Rakabuming Raka dan Teguh Prakosa
  2. Kab. Sukoharjo: Etty Suryani, SE, MM dan Drs Agus Santosa
  3. Kab. Pekalongan: Fadia Arafiq, SE, MM dan H Riswadi, SH
  4. Kab. Purworejo: Agustinus Susanto dan Rahmat Kabuli Jarwinto, SPd
  5. Kab. Wonosobo: Afif Nurhidayat, Sag dan H Muhammad Albar

Prov. DI Yogyakarta

  1. Kab. Sleman: Dra Hj Kustini Sri Purnomo dan Danang Maharsa, SE
  2. Kab. Gunung Kidul: Bambang Wisnu Handoyo dan Benyamin Sudarmaji

Prov. Jawa Timur

  1. Kab. Kediri: Hanindhito Himawan Pramana dan Dewi Mariya Ulfa
  2. Kota Pasuruan: Raharto Teno Prasetyo dan H. Mochammad Hasjim Asjari, ST
  3. Kota Blitar: Drs Santoso MPd dan Ir Tjutjuk Sunaryo, MM
  4. Kab. Trenggalek: M Nur Arifin dan Syah Muhammad Natanegara
  5. Kab. Blitar: Drs Rijanto, MM dan Marhaenis Urip Widodo
  6. Kab. Mojokerto: H Pungkasiadi, SH dan Titik Mas’udah, SAg

Prov. Jawa Barat

  1. Kab. Pangandaran: H Jeje Wiradinata dan H Ujang Endin Indrawan, SH
  2. Kota Depok: Pradi Supriyatna dan Hj Afifa Alia, ST

Prov. Lampung

  1. Kab. Lampung Tengah: Loekman Djoyosoemarto dan Ilyas Hayani Muda
  2. Kab. Pesisir Barat: Pieter, SE dan H Fahrurrazi, SE, MM

Prov. Sumatera Selatan

  1. Kab. OKU Timur: H Lanosin Hamzah ST dan HM Adi Nugraha Purna Yudha

Prov. Riau

  1. Kab. Kuantan Singigi: H. Halim dan Konferensi, SP, MSi

Prov. Sumatera Utara

  1. Kota Pematang Siantar: Ir. Asner Silalahi, MT dan Dra. Susanti Dewayani, Sp.A
  2. Kab. Serdang Bedagai: Darma Wijaya dan H. Adlin Umar Yusri Tambunan, ST, MSP
Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal

Oleh

Fakta News
Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat kunjungan kerja reses di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap mahalnya biaya pendidikan tinggi di perguruan tinggi negeri. Menurutnya, dengan mahalnya biaya pendidikan tinggi itu dapat menghambat pencapaian target pemerintah dalam meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tinggi. Menurut data tahun 2023, APK untuk laki-laki hanya 29,12 persen dan untuk perempuan 33,87 persen, angka yang jauh dari target yang diharapkan.

Konsekuensinya, tambah Ledia, dengan biaya pendidikan yang sangat mahal  itu banyak calon mahasiswa yang terhambat untuk melanjutkan pendidikan. “Dengan mahalnya perguruan tinggi negeri ini, bagaimana mungkin kita bisa mencapai target APK yang lebih baik jika banyak anak-anak kita yang tidak mampu melanjutkan pendidikan karena biaya?” ujar Ledia kepada Parlementaria, di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024).

Diketahui, Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi (PT) adalah perbandingan antara jumlah penduduk yang masih bersekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (tanpa memandang usia penduduk tersebut) dengan jumlah penduduk yang memenuhi syarat resmi penduduk usia sekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (umur 19- 23 tahun).

Ledia pun mengkritik sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang berlaku di banyak perguruan tinggi, yang menurutnya masih memberatkan bagi sebagian besar calon mahasiswa. “Ada perguruan tinggi dengan sistem UKT yang sangat tinggi, dan ada pula yang menengah namun tetap mahal, belum lagi adanya uang pangkal yang harus dibayar di awal,” ujar politisi Alumni Master Psikologi Terapan dari Universitas Indonesia ini.

Ledia juga menyoroti perlunya sebuah sistem pendidikan tinggi yang lebih pro kepada masyarakat, terutama bagi warga negara Indonesia yang memiliki kemampuan akademis namun ada keterbatasan ekonomi. “Kita perlu membuat sistem yang lebih baik, yang lebih mendukung anak-anak kita untuk bisa kuliah tanpa dibebani biaya yang tidak mampu mereka tanggung,” ujar Politisi Fraksi PKS ini.

Lebih lanjut, Ledia menegaskan bahwa pendidikan tinggi harus diakses oleh semua lapisan masyarakat. “Kita membuat kampus itu mandiri, namun bukan berarti kita bisa mengabaikan warga negara Indonesia, terutama anak-anak muda kita yang sebenarnya punya kemampuan dalam akademisnya tapi tidak dalam ekonominya,” ujarnya.

Kebijakan saat ini, menurut Ledia, harus segera dibahas dan diperbaiki, dengan keterlibatan langsung dari kampus-kampus dan pemerintah untuk mencari solusi yang efektif. “Perlu ada diskusi serius antara pemerintah dengan perguruan tinggi untuk menata ulang sistem pendanaan pendidikan tinggi di negara kita,” tutur Ledia.

Dalam mencari solusi, Ledia juga menyarankan agar perguruan tinggi negeri bisa terhubung lebih baik dengan program beasiswa dan bantuan finansial lainnya yang bisa membantu meringankan beban mahasiswa. “Harus ada lebih banyak opsi beasiswa dan bantuan finansial yang dapat diakses oleh mahasiswa yang membutuhkan,” ucap Ledia.

Ledia berharap bahwa dengan perbaikan sistem yang lebih inklusif dan mendukung, Indonesia bisa mencapai tujuan menjadi negara dengan sumber daya manusia yang unggul pada 2045. “Ini semua tentang membangun fondasi yang kuat untuk pendidikan tinggi di Indonesia, memastikan semua anak berhak dan mampu mendapatkan pendidikan yang layak,” pungkasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah

Oleh

Fakta News
Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah
Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Maros – Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin mengecam kebijakan terkait sertifikat tanah yang merugikan masyarakat. Dalam pernyataannya, ia menyampaikan keprihatinannya terhadap biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang melonjak drastis setelah penerbitan sertifikat tanah.

“Sangat disayangkan melihat betapa besarnya biaya PBB yang harus ditanggung masyarakat setelah memiliki sertifikat tanah. Hal ini menjadi hambatan besar bagi petani dan pengguna lahan lainnya untuk mendaftarkan tanah mereka,” ujar Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024).

Menurutnya, masyarakat enggan membuat sertifikat tanah karena adanya komponen biaya PBB yang meningkat secara signifikan setelah kepemilikan tanah tersebut bersertifikat. Hal ini berdampak negatif terutama bagi para petani dan pengguna lahan lainnya yang mayoritas hidup dengan penghasilan terbatas.

Rosiayati pun menyerukan pentingnya koordinasi antara pemerintah daerah dan Dinas Pajak untuk meninjau ulang kebijakan terkait tarif PBB. “Saya berharap agar Dinas Pajak dapat mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat yang terdampak dan menyesuaikan tarif PBB dengan lebih adil,” tambahnya.

Kemudian, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu juga menegaskan bahwa pembenahan terhadap kebijakan tersebut penting dilakukan agar masyarakat merasa lebih terbantu dan terjamin hak-haknya atas tanah yang mereka miliki.

“Pemerintah harus fokus pada upaya mempermudah akses masyarakat terhadap kepemilikan tanah dengan biaya yang terjangkau, sehingga tidak menghambat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat,” tutupnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!

Oleh

Fakta News
PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat mengikuti Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi X DPR RI, di Kota Medan Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto: DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah mengungkapkan, kekhawatirannya terkait kesiapan pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI yang dijadwalkan pada September 2024 di Aceh dan Sumatera Utara. Ledia menyatakan bahwa meskipun pemerintah daerah telah berkomitmen dengan mengalokasikan dana besar, masih terdapat kekurangan yang perlu ditangani oleh pemerintah pusat.

“Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah mengeluarkan anggaran sekitar Rp2,1 triliun, dan belum lagi dari Pemerintah Kabupaten/Kota dari APBD untuk pembangunan venue dan lain-lain. Namun, ada beberapa hal penting yang masih harus di-cover oleh pemerintah pusat,” ujar Ledia, Medan, Sumatera Utara, Senin (6/5/2024).

Menurutnya, masih ada kebutuhan dana tambahan untuk menyelesaikan infrastruktur yang belum rampung. “Persoalnnya ada hal yang harus dicover oleh pemerintah pusat, apakah itu bisa selesai atau enggak. Kita belum tahu sampai sekarang pemerintah daerah juga enggak bisa apa-apa, itu sangat tergantung dari pusat,” ujarnya.

Ledia juga menyampaikan bahwa Komisi X DPR RI telah mengusulkan agar penundaan PON hingga awal tahun 2025 untuk memastikan semua persiapan bisa tuntas. “Beberapa dari kami sudah mengusulkan untuk ditunda sampai Januari atau Februari 2025 sehingga penyelenggaraannya bisa berjalan dengan baik dan tidak terburu-buru,” tegas Ledia.

Selain itu, Ledia menekankan bahwa ada kesamaan situasi dengan PON sebelumnya di Papua, yang juga harus diundur karena pandemi COVID-19. “Situasinya serupa dengan apa yang terjadi di Papua. Jika memang belum siap, jangan dipaksakan,” tegasnya.

Ledia juga berharap dengan waktu yang masih ada, bisa di optimalkan dengan baik. “Harapan nanti penyelenggarannya bisa berjalan dengan baik, karena ini baru pertama kali diselenggarakan di dua  provinsi, belum lagi setelah itu ada peparnas untuk disabilitas. Nah jadi memang harusnya lebih matang, kalau memang belum siap jangan dipaksakan,” ungkap Ledia.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah berkomitmen untuk juga menggunakan venue yang sudah ada dengan memperbaikinya. Namun, Ledia menyatakan, “Sekarang ini yang ditunggu adalah dukungan anggaran dari pemerintah pusat, bisa atau tidak,” ungkapnya.

Ditambah lagi, menurut Ledia, “Telah dianggarkan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga sebanyak Rp300 miliar untuk biaya operasional seperti pembayaran wasit dan juri, namun untuk infrastruktur, kecepatan penyelesaian dari pemerintah pusat masih menjadi tanda tanya”.

Kekhawatiran terus mengemuka seiring dengan mendekatnya waktu pelaksanaan PON XXI, dengan banyak pihak berharap agar pemerintah pusat dapat segera mengambil tindakan untuk menyelesaikan persiapan yang masih tertunda.

Baca Selengkapnya