Connect with us

Tak Gelar Salat Jumat hingga Pekan Depan, Ini Pernyataan Lengkap Imam Besar Istiqlal

Imam Besar Masjid Istiqlal KH Nasaruddin Umar

Jakarta – Masjid Istiqlal pada hari ini dan Jumat pekan depan tidak menggelar salat Jumat seiring imbauan Presiden Jokowi dan diperkuat Gubernur DKI Jakarta. Keputusan ini diambil untuk mencegah virus corona COVID-19.

Imam Besar Masjid Istiqlal KH Nasaruddin juga berbicara mengenai fatwa MUI mengenai kegiatan beribadah di tengah wabah COVID-19. Nasaruddin menilai dalil-dalil yang dikeluarkan MUI sudah tepat.

“Saya kira fatwa Majelis Ulama sudah dikenal kita semuanya, dan saya pribadi sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal, saya sudah mengalalisis secara mendalam, dasar-dasar atau dalil-dalil yang digunakan MUI pusat itu sudah sangat tepat. Oleh karena itu, bagi kita umat beragama, tidak ada cara lain yang kita lakukan kecuali mengikuti ulama dan umara kita. Tidak mungkin kedua institusi akan memberikan suatu fatwa yang tidak berjalan dengan keadaan di masyarakat kita,” ujar Nasaruddin di Grha BNPB, Jakarta, Jumat (20/3/2020).

Nasaruddin pun menambahkan bahwa Masjid Istiqlal tidak menggelar salat Jumat hingga pekan depan. Pihaknya sudah mempertimbangkan ini berdasarkan imbauan Jokowi dan Anies serta melihat kondisi wabah COVID-19 secara global.

Berikut pernyataan lengkap Nasaruddin Umar:

Saya ingin menyampaikan hari ini hari Jumat. Hari yang sangat mulia bagi umat Islam, kita dianjurkan memperbanyak ibadah hari ini. Sehubungan keadaan darurat yang sedemikian mencemaskan ini, agama menganjurkan kita untuk melakukan ikhtiar-ikhtiar. Setiap kali kita berbicara tentang takdir, maka setiap itu pula kita berbicara tentang ikhtiar. Kita tidak boleh berbicara tentang takdir, tanpa dengan ikhtiar. Sama halnya serta merta kita berbicara tentang ikhtiar, tapi tanpa mengembalikan persoalan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atau takdir.

Apa yang sebaiknya kita lakukan sebagai umat Islam dalam era seperti sekarang ini?

Saya kira fatwa Majelis Ulama sudah dikenal kita semuanya, dan saya pribadi sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal, saya sudah mengalalisis secara mendalam, dasar-dasar atau dalil-dalil yang digunakan MUI pusat itu sudah sangat tepat. Oleh karena itu, bagi kita umat beragama, tidak ada cara lain yang kita lakukan kecuali mengikuti ulama dan umara kita. Tidak mungkin kedua institusi akan memberikan suatu fatwa yang tidak berjalan dengan keadaan di masyarakat kita.

Karena itu, pada hari ini, terutama setelah ada imbauan dari Bapak Presiden dan diperkuat lagi kemarin sore oleh imbauan dari Bapak Gubernur DKI Jakarta, ditambah lagi setelah kami komunikasi dengan imam-imam besar di sejumlah negara Islam yang juga melakukan hal yang sama, maka barulah kami menetapkan bahwa hari ini untuk 2 Jumat yang akan datang, Masjid Istiqlal itu kita tidak menggunakannya untuk salat Jumat.

Sebetulnya ada alasan objektif dan subjektif. Kami melakukan penutupan Masjid Istiqlal untuk salat Jumat, alasan objektifnya. Objektifnya ada imbauan dari MUI fatwanya yang saya berharap tokoh-tokoh Islam, khususnya betul-betul membaca dan imbauan Presiden dan Gubernur DKI. Itu alasan objektifnya. Kami juga pelajari perkembangan di dunia luar, dunia lain seperti di Iran, Korea Selatan, Italia yang dalam 2-3 hari terakhir ini sangat-sangat memprihatinkan.

Oleh karena itu, kita mencegah itu terjadi di tanah air kami. Kami selaku Imam Besar Istiqlal mengimbau kepada seluruh umat islam, terutama yang berada di wilayah yang sangat banyak masalah ini, virus berkembang, maka sudah cukup alasan dasar majelis ulama untuk tidak lakukan pertemuan dalam keadaan berjemaah, termasuk salat Jumat dan salat jemaah subuh, zuhur, asar, magrib, isya. Kalau pun misalnya mau melakukan salat jemaah karena mungkin dianggap daerah aman, kita perlu perhatikan imbauan internasional, jarak satu dengan lainnya sekitar 2 meter.

Kami Istiqlal melakukan hal seperti itu. Ini tidak ada cara lain, untuk upaya menghindari virus. Karena kata medis satu kali bersin dalam tempo 2 menit itu maka akan terjangkiti dalam cukup luas. Kita sangat dianjurkan mencegah sesuatu yang sifatnya mudarat.

Maka itu ada kaidah seperti yang dikutip oleh majelis ulama yaitu mencegah kemudaratan itu lebih penting daripada mengejar manfaat. Karena itu, para pemirsa di manapun berada, kita serahkan ini kepada Allah SWT. Kita ingin salat Jumat seperti kewajiban yang sangat kita cintai. Tapi dalam kondisi memprihatinkan seperti ini, Nabi pun juga mengingatkan kita. Jangankan virus sebesar ini, banjir atau hujan deras pun, Rasulullah SAW suatu saat meminta umatnya untuk salat di rumah, tidak perlu ke masjid.

Kita sangat cinta terhadap agama kita, tapi kita juga ditegaskan dalam Al-Qur’an: Jangan menceburkan diri kalian dalam kebinasaan. Jika ada bahaya yang sangat besar, maka kita untuk menghindari jangan ke tempat itu.

Tentu kita juga harus berdoa dan bagi para laki-laki yang tidak salat Jumat hari ini, sangat dianjurkan untuk memperbanyak ibadahnya di rumah masing-masing, mungkin bisa mengaji, bisa berdoa lebih banyak, berwirid, salat-salat sunah dan berdoa. Insya Allah, Allah Maha Mengerti dan tahu tentang kondisi kita.

Semoga apa yang kami sampaikan ini bisa mendapatkan perhatian dari umat Islam di Tanah Air.

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Fikri Faqih Minta Pemerintah Perketat Pengawasan Tur Belajar

Oleh

Fakta News
Fikri Faqih Minta Pemerintah Perketat Pengawasan Tur Belajar
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih. Foto: DPR RI

Jakarta – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih meminta pemerintah memperketat pengawasan terhadap kegiatan study tour (tur belajar) yang sudah menjadi kegiatan ‘wajib’ di sekolah-sekolah. Hal tersebut Fikri sampaikan menyusul tragedi kecelakaan bus yang membawa siswa SMK Lingga Kencana Kota Depok saat melakukan study tour ke Ciater, Subang, Jawa Barat, baru-baru ini.

“Perlu dievaluasi menyeluruh mengenai tujuan, manfaat, dan kelayakan program yang sudah menjadi agenda tahunan di sekolah tersebut,” kata Fikri dalam rilis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Rabu (15/5/2024).

Lebih lanjut, ia menyampaikan belasungkawa kepada para keluarga korban tragedi kecelakaan tersebut. Maka dari itu, dirinya mendesak pihak yang bertanggung jawab dihukum sesuai dengan perundangan yang berlaku. Ia pun meminta pemerintah pusat dan daerah untuk mengevaluasi kegiatan study tour agar lebih terarah dan sesuai dengan asas, tujuan, dan kemanfaatan dalam Pendidikan para siswa.

“Misalnya perjalanan tur ke museum, pusat konservasi alam, atau instansi yang memberi edukasi dalam bidang-bidang tertentu,” imbuh Politisi Fraksi PKS ini.

Selain itu, kegiatan study tour yang bertujuan ke lokasi yang jauh, bahkan lintas provinsi dan lintas pulau sebaiknya ditinjau ulang. “Kegiatan ini tentu berbiaya besar dan bisa memberatkan bagi orangtua/wali siswa, kemudian ada faktor kelayakan dan keamanan yang harus dipenuhi dalam perjalanan tur jarak jauh tersebut,” urai Mantan Kepala Sekolah di suatu SMK di daerah Tegal tersebut.

Kegiatan study tour yang dilakukan di dalam kota juga dapat menjadi opsi yang terbaik, selain lebih murah dan lebih singkat waktu tempuhnya. “Tentu disesuaikan dengan tujuan dan manfaat yang mau diambil, karena kemungkinan besar masih banyak potensi di sekitar kota atau kabupaten sesuai domisili sekolah yang dapat menambah wawasan bagi siswa,” tambah dia.

Dengan begitu, sebenarnya kegiatan study tour dalam kota  juga dapat membantu meningkatkan perekonomian UMKM di wilayah asal/ domisili sekolah tersebut. “Wawasan siswa juga tetap diperkaya melalui pengenalan potensi alam, ekonomi, sosial dan budaya di daerahnya sendiri,” tutupnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Tak Hanya Kriteria Fisik, Penerapan KRIS Harus Pastikan Ketersediaan Tenaga Kesehatan dan Obat

Oleh

Fakta News
Tak Hanya Kriteria Fisik, Penerapan KRIS Harus Pastikan Ketersediaan Tenaga Kesehatan dan Obat
Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani. Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani menyatakan perlu ada kajian lebih lanjut pasca dihapuskannya kelas BPJS Kesehatan menjadi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang diwajibkan terhadap rumah sakit. Sebab, menurutnya, perubahan sistem tersebut, pasti akan memunculkan beberapa konsekuensi dari masyarakat yang menjadi peserta BPJS Kesehatan. Konsekuensi tersebut tidak hanya terkait keharusan memenuhi kriteria fisik, melainkan juga harus memastikan adanya ketersediaan tenaga kesehatan dan juga obat-obatan yang terstandardisasi.

“Banyak rumah sakit yang tidak siap untuk mengimplementasikan Kelas Rawat Inap Standar. Kenapa? Karena memang kalau kita bicara tentang kemampuan rumah sakit, (maka juga terkait) cash flow rumah sakit untuk membuat penyesuaian. Jadi kita minta untuk dilakukan kajian, kenapa? karena ketika kelas rawat inap standar ini diterapkan, diimplementasikan sudah pasti akan terjadi beberapa fenomena ya,” ujar Netty kepada Parlementaria di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (15/5/2024).

Diketahui, penghapusan Kelas BPJS Kesehatan menjadi KRIS tersebut merupakan amanat UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). UU tersebut lalu diturunkan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.  Salah satunya yakni mengatur penerapan fasilitas ruang perawatan rumah sakit dengan 12 kriteria. Namun implementasinya selalu diundur oleh Pemerintah karena banyak rumah sakit yang tidak siap.

Konsekuensi yang akan terjadi di antaranya yakni adanya gejolak di antara peserta BPJS Kesehatan. Adanya KRIS ini bisa diartikan akan tidak adanya perbedaan antara kelas satu, dua dan tiga karena setiap kelas akan mendapatkan layanan yang sama dengan kamar yang sama. Untuk itu perlu pengkajian, baik mengenai Premi BPJS, Imigrasi Peserta, dan Insentif untuk rumah sakit swasta.

“Jika semua peserta akan mendapatkan layanan yang sama, berarti kan kita harus mulai menghitung atau melibatkan aktuaria untuk menghitung paket INA-CBG. Apakah betul jarum suntiknya, obatnya, alat infusnya itu sama? kalau kemudian semuanya mendapatkan layanan yang sama. Nah ini saya minta kemarin supaya dilakukan kajian apakah Premi BPJS nya masih seperti itu?,” ujarnya.

Imigrasi peserta juga dikhawatirkan akan terjadi, karena pasti banyak peserta yang menganggap tidak adanya perbedaan pelayanan yang didapatkan antara kelas satu, dua dan tiga sehingga semua akan memilih kelas yang rendah saja. “Karena (masyarakat) pasti berpikirnya sama-sama? (Ibaratnya) kok Tuan dengan Pekerja, (bayar preminya) sama. Atasan dengan bawahan (bayar preminya) sekarang  sama gitu, bisa di ruangan yang sama, itu analoginya yang paling mudah,” jelas Politisi Fraksi PKS itu.

Kemudian insentif untuk rumah sakit swasta juga perlu dipikirkan, karena dengan adanya KRIS ini membuat rumah sakit swasta juga perlu melakukan penyesuaian. “Karena kan enggak ada anggaran dari pemerintah untuk rumah sakit swasta, berbeda dengan rumah sakit pemerintah. Ya pastinya mereka mendapatkan anggaran untuk bisa melakukan penyesuaian ruangan, tirai, kamar mandi dan seterusnya,” tambahnya

Namun, menurut Legislator dapil Jawa Barat VIII itu, catatan penting dalam penerapan KRIS ini bukan hanya soal kriteria fisik mengenai fasilitas pelayanan ruang inap saja, yang terpenting juga ketersediaan tenaga kesehatan dan obat bagi para pasien.

“Jadi jangan cuma kemudian kita merasa sudah memberikan layanan terbaik ketika kita bicara fisik, padahal kemudian ada dokter yang tidak datang pada jam prakteknya atau ketika pasien masih banyak dokter sudah pulang atau obat-obatan sebagiannya masih cost sharing, harus ambil dari kocek pasien. Nah hal seperti ini menurut saya perlu dibenahi. Kenapa? karena bagaimanapun ketika kita bicara kesehatan, yang sakit tidak bisa menunggu, yang miskin tidak dapat diabaikan,” tegasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Forum WWF 2024 Diharapkan Turunkan Konflik Air di Seluruh Dunia

Oleh

Fakta News
Forum WWF 2024 Diharapkan Turunkan Konflik Air di Seluruh Dunia
Wakil Ketua BKSAP Putu Supadma Rudana, saat mengikuti rapat bersama Ms. Yoon Jin selaku Director of 10th World Water Forum di Ruang Delegasi Nusantara III, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (7/5/2024). Foto: DPR RI

Jakarta – Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Putu Supadma Rudana mengatakan, melalui WWF 2024 diharapkan akan melahirkan komitmen bersama terkait air yang disepakati oleh seluruh Parlemen yang ada. Hal ini disampaikan dalam rangka World Water Forum (WWF) 2024 yang akan diselenggarakan di Bali pada 18-25 Mei 2024 mendatang.

“Yang pertama kan jelas untuk meng-evaluasi SDGs Nomor 6 tentang Air dan Sanitasi. Yang kedua bagaimana perspektif ini masa lalu ini harus dihadirkan. Contoh di Bali, karena saya orang Bali, ada Tri Hita Karana hubungan harmoni antara alam manusia dan Sang Pencipta. Yang kedua bagaimana di Bali, air yang disebut tirta selalu dimuliakan ada tempat sucinya, ada bagaimana kita melakukan penyucian dengan air juga, ada bagaimana air ini juga sangat dihormati, dihargai,” kata Putu usai rapat di ruang delgasi, Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (15/5/2024).

Putu menilai pengelolaan air yang benar dapat menurunkan potensi terjadi konflik. Menurutnya, sudah banyak negara yang mengalami konflik karena air contohnya di Sungai Nil. Sementara itu telah terjadi perselisihan selama 10 tahun antara Mesir dan Ethiopia mengenai pasokan air di Sungai Nil. Kedua pihak mencari solusi internasional, namun perundingan yang dipimpin oleh Departemen Luar Negeri AS – dan diikuti oleh Uni Eropa dan PBB – hanya menghasilkan sedikit kesepakatan setelah empat tahun.

“Nah tentu kita harus merawat menata air bagaimana kita juga jangan sampai air ini menimbulkan konflik. Karena banyak negara sudah mulai ada konflik terhadap air di Sungai Nil, jadi Afrika ini sudah menjadi konflik. Nah tentu karena belum menuju potensi itu tentu kita harus mengelola bersama. Kita cari komitmen bersama agar akses terhadap air ini khususnya air bersih bisa diterima oleh masyarakat. Jadi artinya bisa diterima langsung dan masyarakat mendapat kesejahteraan jangan ada beban biaya yang tinggi untuk akses terhadap air,” ungkapnya.

“Nah tentu forum ini sangat monumental sehingga kita berpikir awal sudah baik kita tentu harus sukseskan ke depan. Dan forum ini juga kita memiliki komitmen bagaimana menggerakkan aksi parlemen untuk peduli terhadap air dan pada akhirnya memberikan kesejahteraan kepada masyarakat,” tambahnya. Dengan tema WWF kali ini, “Mobilizing Parliamentary Action on Water For Shared Prosperity”, Putu menjelaskan Parlemen di WWF ingin mengeluarkan sebuah dokumen antara komitmen bersama maupun deklarasi.

Baca Selengkapnya