Connect with us
DPR RI

My Esti Apresiasi Capaian Kinerja KemenPPPA TA 2022

My Esti Apresiasi Capaian Kinerja KemenPPPA TA 2022
Anggota Komisi VIII DPR RI My Esti Wijayanti saat mengikuti Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI dengan Menteri Kemen PPPA I Gusti Ayu Bintang Darmawati di Ruang Rapat Komisi VIII DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/9/2023). Foto : DPR RI

Jakarta – Anggota Komisi VIII DPR RI My Esti Wijayanti mengapresiasi capaian kinerja Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI (Kemen PPPA) Tahun 2022 dalam meningkatkan  pemberdayaan perempuan, perlindungan hak perempuan, pemenuhan HAK dan perlindungan khusus anak.

“Kami apresiasi  Indeks Pembangunan Gender (IPG) sebesar 91,63 meningkat 0,36 poin dari tahun 2021 dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) sebesar 76,59 meningkat 0,33 point dibanding 2021,” jelasnya saat mengikuti Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI dengan Menteri Kemen PPPA I Gusti Ayu Bintang Darmawati di Ruang Rapat Komisi VIII DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/9/2023).

Keterbatasan, tantangan dan hambatan yang dihadapi di tahun 2022, lanjut My Esti perlu jadikan sebagai peluang untuk melakukan berbagai inovasi dan terobosan ke depan.

Salah satunya yang perlu diperbaiki menurut My Esti adalah pemilahan data pada gender dan anak sebagai bahan dalam penentuan arah program kegiatan pembangunan kedepan.

“Dengan data yang terpilah berdasarkan jenis kelamin, maka akan dijadikan sebagai dasar penyusunan kebijakan dan program untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut,” katanya.

Sebelumnya, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, I Gusti Ayu Bintang Darmawati  mengatakan Realisasi anggaran Kemen PPPA tahun 2022 berdasarkan data OM SPAN Kemenkeu per tanggal 20 Januari 2023 sebesar Rp242.428.323.019 atau sebesar 99,19%.

Capaian kinerja Kemen PPPA Tahun 2022 dalam Meningkatkan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Hak Perempuan, Pemenuhan Hak dan Perlindungan Khusus Anak adalah sebagai berikut: Indeks Pembangunan Gender (IPG), sebesar 91,63, Indeks Pemberdayaan Gender (IDG), sebesar 76,59, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Perempuan (TPAK), sebesar 53,41 mengalami kenaikan dari tahun 2021 sebesar 53,34.

Indeks Perlindungan Anak (IPA), mengalami peningkatan 1,92 poin dari tahun 2021 yaitu 63,30. Peningkatan ini menunjukkan terdapat perbaikan kondisi pasca Covid-19. Prevalensi kekerasan terhadap perempuan (KtP). Survey Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) tahun 2021 menunjukkan hasil yang menggembirakan, dimana prevalensi kekerasan terhadap perempuan mengalami penurunan 7,3% dalam kurun waktu 5 tahun.

Prevalensi kekerasan terhadap Anak (KtA). Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) tahun 2021 menunjukkan prevalensi anak yang mengalami satu jenis kekerasan atau lebih di sepanjang hidupnya, turun 24,87% bagi anak laki-laki dan turun 16,75% bagi anak perempuan dalam kurun waktu 3 tahun;

Persentase Perempuan Korban Kekerasan yang mendapatkan layanan komprehensif, mencapai 92,33% dari 2.338 kasus yang dilaporkan. Persentase Anak Korban Kekerasan yang Mendapat Layanan Komprehensif, mencapai 672 kasus atau sebesar 80,7% dari 832 kasus yang dilaporkan. Kemen PPPA juga mendapatkan opini WTP atas laporan keuangan selama 6 bulan berturut–turut.

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Legislator Ingatkan Pentingnya Batas-Batas Wilayah dalam 27 RUU Kabupaten/Kota

Oleh

Fakta News
Legislator Ingatkan Pentingnya Batas-Batas Wilayah dalam 27 RUU Kabupaten/Kota
Anggota Komisi II DPR RI Kamran Muchtar Podomi dalam Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Kepala Daerah Kabupaten/Kota, Provinsi Aceh di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Senin (20/5/2024). Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota Komisi II DPR RI Kamran Muchtar Podomi mengingatkan pentingnya memasukan batas-batas wilayah dalam RUU Kabupaten/Kota yang saat ini sedang dibahas oleh panitia kerja (panja) 27 RUU Kabupaten/Kota. Menurutnya, terkait batas wilayah ini akan menyangkut berbagai hal lain, termasuk diantaranya mengenai sumber daya alam (SDA).

”Kemudian menjadi sangat penting, karena kalau sekarang dulunya bareng ini. Tapi kalau sudah menyangkut sumber daya, berantem ini. Jadi sebaiknya kalau itu harus jelas dimuat di dalam undang-undang. Hubungannya langsung dengan RTRW (Rancang Tata Ruang Wilayah), dengan DAO (Decentralized Autonomous Organization). Ya, jadi itu harus, di undang-undang itu harus clear, batas-batas wilayah. Tidak boleh kita biarkan,” kata Karman dalam Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Kepala Daerah Kabupaten/Kota, Provinsi Aceh di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Senin (20/5/2024).

Politisi Fraksi Partai NasDem ini mengungkapkan, hal serupa pernah terjadi di Dapilnya, yang mana karena perebutan batas wilayah beberapa kepala daerah setempat sampai membawa kasus tersebut ke Mahkamah Agung.

”Karena di provinsi saya pengalaman, Pak. Nanti para bupati datang sampai di mahkamah agung. Untuk mempersoalkan kepada Kemendagri terkait dengan batas-batas wilayah. Jadi ini sangat substantif dan penting agar saudara-saudara kita di Aceh tidak berantem hanya karena persoalan sumber daya alam terkait dengan batas-batas,” kata Legislator Dapil Sulawesi Utara ini.

Lebih lanjut, Kamran mengungkapkan, masalah lain bisa berlanjut jika sudah masuk unsur politik di dalamnya, sehingga nantinya berbagai putusan terkait batas wilayah tersebut menjadi tidak objektif. Untuk itu, Kamran meminta terkait batas wilayah haruslah tertera jelas di UU.

”Berdasarkan pengalaman batas wilayah ini penting, karena ini nanti unsur politiknya akan masuk, bupatinya dari warna ini, gubernurnya dari ini, nantinya keputusannya tidak akan objektif oleh sebab itu selesaikan sejak UU ini, jangan kita bertengkar oleh warna-warna,” pungkasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Adang Tekankan Pentingnya Revisi Undang-Undang Narkotika

Oleh

Fakta News
Adang Tekankan Pentingnya Revisi Undang-Undang Narkotika
Anggota Komisi III DPR RI, Adang Daradjatun. Foto: DPR RI

Jakarta – Sebagai upaya menangani permasalahan narkotika di Indonesia Anggota Komisi III DPR RI, Adang Daradjatun, menyoroti urgensi revisi Undang-Undang Narkotika. Adang menekankan bahwa perkembangan jenis dan bentuk narkotika yang begitu pesat memerlukan penyesuaian regulasi agar penegakan hukum dapat berjalan efektif.

“Satu Undang-Undang yang perlu mendapat perhatian kita adalah masalah Undang-Undang Narkotika. Undang-undang yang ada saat ini tidak lagi memadai karena banyaknya macam narkotik yang telah berubah bentuk dan jenis, sehingga tidak tercantum dalam lampiran undang-undang yang ada sekarang. Oleh karena itu, diperlukan suatu perubahan,” papar Adang dalam rilis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Senin (20/5/2024).

Politisi dari Fraksi PKS ini juga menyoroti kondisi Lembaga Pemasyarakatan (LP) yang mayoritas penghuninya adalah pengguna narkotika. “Kita juga tahu bahwa di LP hampir seluruh LP rata-rata 60-70 persen isinya adalah pengguna narkotik. Oleh karena itu, kita bersama pemerintah ingin bisa menyelesaikan masalah tersebut melalui usaha preventif dan represif, khususnya yang berhubungan dengan rehabilitasi,” ungkap Adang.

Dia menekankan pentingnya rehabilitasi bagi pengguna narkotika, terutama bagi anak-anak muda yang baru mencoba-coba dan bukan merupakan bandar. “Untuk anak-anak kita yang baru coba-coba, anak-anak kita yang memang bukan bandar, sebaiknya direhabilitasi. Karena pada saat mereka masuk ke Lembaga Pemasyarakatan, setelah keluar masih saja melakukan hal yang sama. Sehingga perlu suatu rehabilitasi dan pendidikan agar generasi muda kita di masa yang akan datang tidak terkena masalah narkotika,” jelas Adang.

Melalui upaya ini, Adang Daradjatun berharap dapat memberikan solusi jangka panjang yang lebih efektif dalam menangani masalah narkotika di Indonesia. Rehabilitasi yang baik diharapkan mampu memutus rantai ketergantungan narkotika dan memberikan kesempatan bagi generasi muda untuk memiliki masa depan yang lebih baik.

Baca Selengkapnya

BERITA

Putu Rudana Supadma Suarakan Kearifan Lokal Lindungi Air Tetap Lestari

Oleh

Fakta News
Putu Rudana Supadma Suarakan Kearifan Lokal Lindungi Air Tetap Lestari
Wakil Ketua BKSAP DPR RI Putu Supadma Rudana saat menyampaikan sikap DPR RI dalam sesi pleno ke-2 pada agenda Pertemuan Parlemen dalam rangka Forum Air Dunia ke-10 Tahun 2024 di Nusa Dua, Bali, Senin (20/5/2024). Foto: DPR RI

Bali – Kolaborasi pemangku kepentingan, baik tingkat lokal, regional, dan internasional, harus diupayakan supaya isu air dan sanitasi bisa menjadi agenda politik negara. Pendekatan kearifan lokal yang diselaraskan dengan pemikiran maju serta kemauan untuk menerapkan inovasi terbaru menjadi penting untuk diterapkan.

Pernyataan ini diutarakan oleh Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Putu Supadma Rudana saat menyampaikan sikap DPR RI dalam sesi pleno ke-2 pada agenda Pertemuan Parlemen dalam rangka Forum Air Dunia ke-10 Tahun 2024 di Nusa Dua, Bali, Senin (20/5/2024). Ia sepakat bahwa air merupakan salah satu elemen vital yang bisa mewujudkan Tujuan Pembangunan yang Berkelanjutan (SDGs) menjadi nyata.

“Oleh karena itu, semua sektor, termasuk dunia usaha, pemerintah, parlemen, dan masyarakat sipil harus berpartisipasi aktif dan bekerja sama untuk memastikan pengelolaan dan alokasi sumber daya air yang lebih baik,” tegas Putu dalam sesi tersebut.

Di sisi lain, dirinya menyadari bahwa setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang, memiliki prioritas agenda politik yang berbeda. Walaupun begitu, memperoleh hak atas air layak dan bersih merupakan kebutuhan dasar yang tidak bisa dipungkiri oleh setiap negara.

Melalui sesi ini, setiap perwakilan parlemen dunia yang hadir perlu membuka diri dengan berbagai pengalaman, wawasan, dan masukan. Upaya ini patut diterapkan, menurutnya,  karena akan menjadi jembatan antarnegara supaya kebijakan yang nantinya dilahirkan bisa menciptakan solusi yang mangkus dan sangkil.

Menutup pernyataan, Putu menekankan kearifan lokal yang telah dilakukan oleh penduduk setempat selama ratusan tahun demi melindungi kelestarian air harus didukung oleh multipihak. Maka, ia meminta dukungan sejumlah pemangku kepentingan agar peduli sekaligus melindungi kearifan lokal tersebut dengan mengambil sikap melalui regulasi dan hukum.

“Saya pikir mungkin (kearifan lokal) ini penting bagi lembaga-lembaga tertentu, baik eksekutif, legislatif, atau mungkin internasional, untuk memberikan perlindungan hukum terhadap upaya pelestarian sumber air yang didasarkan pada norma-norma lokal,” tandas Ketua Kaukus Air DPR RI itu.

Baca Selengkapnya