Connect with us

Satgas Covid-19: Pembukaan Sekolah Harus Melalui 5 Tahapan

Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito

Jakarta – Sebelum pembukaan sektor dalam masa pandemi COVID-19, ada sejumlah tahapan yang harus dilakukan. Tahapan ini berlaku bagi semua sektor kegiatan di tengah masyarakat, tidak terkecuali sektor pendidikan.

Prinsip pembukaan sektor sosial ekonomi dalam masa pandemi ini dilakukan untuk menjaga masyarakat agar tetap bisa produktif dan aman COVID-19.

“Secara prinsip ada 5 tahapan yang harus dilalui sebelum melakukan pembukaan sektor pendidikan,” ungkap Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito saat memberi keterangan pers perkembangan penanganan COVID-19 di Graha BNPB, Kamis (25/3/2021) yang juga disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden.

Secara lebih rinci, 5 tahapan itu diantaranya tahap Pra Kondisi, Timing, Prioritas, Koordinasi Pusat – Daerah serta Monitoring dan evaluasi. Untuk tahap pertama, Prakondisi secara sederhana dipahami sebagai adaptasi kebiasaan baru. Pemerintah berusaha menjamin proses adaptasi berjalan dengan baik melalui sosialisasi dan fasilitasi sarana dan prasarana pendukung penerapan protokol kesehatan untuk memudahkan masyarakat.

Tahap kedua, Timing atau proses dalam menentukan waktu yang tepat. Proses ini mengacu pada data-data epidemiologi, kesiapan institusi pendidikan, dan ketersediaan fasilitas kesehatan.

“Sebelumnya di awal tahun 2021, hanya sebagian daerah yang dianggap siap dan diizinkan melakukan kegiatan tatap muka secara bertahap. Kemudian ditambah dengan instruksi Menteri Dalam Negeri terkait PPKM Mikro di 15 provinsi,” imbuhnya.

Tahap ketiga, penentuan Prioritas yang mencakup simulasi pembukaan oleh institusi percontohan terlebih dahulu. Sebagai bahan pembelajaran bagi institusi lain untuk dapat diperluas cakupannya secara bertahap. Dan seluruh elemen yang terlibat harus memastikan seluruh aspek kegiatan belajar, mulai dari siswa berangkat sampai pulang ke rumah. Karena peluang penularan dapat terjadi dimana saja.

Dan dengan kelonggaran yang diberikan pemerintah, dalam ksanannyaannya harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian, disertai pengawasan ketat oleh pemerintah daerah.

“Transparansi operasional institusi percontohan harus mampu menjadi bahan evaluasi kebijakan bagi insiusi pendidikan lainnya, daerah maupun kebijakan di tingkat nasional,” lanjut Wiku.

Tahap keempat, adalah tahapan koordinasi pusat dan daerah. Yaitu koordinasi implementasi timbal balik antara pemerintah pusat dan pihak daerah, diantaranya dinas kesehatan, dinas pendidikan, serta institusi pendidikan dan orang tua murid. Koordinasi yang baik menjadi kunci identifikasi masalah sedini mungkin, agar dapat dicarikan solusinya segera dengan gotong royong antar elemen masyarakat maupun pemerintah.

Tahap kelima, ialah tahapan monitoring dan evaluasi pemantauan pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan evaluasi sesuai skenario pengendalian COVID-19 dengan prinsip kebijakan gas dan rem.

“Setiap pelaporan yang dilakukan akan menjadi input yang berharga dalam tahapan perluasan pembukaan sektor pendidikan maupun sektor lainnya. Maka dari itu, faktor transparansi memegang peranan penting dalam tahapan ini,” ia menekankan.

Disamping itu, bagi institusi pendidikan yang sudah membuka kegiatan pendidikan agar tetap waspada dengan perkembangan terkini dari penanganan COVID-19.

“Dan sewaktu-waktu bersiap melakukan pengetatan kembali jika diperlukan melalui skrining secara berkala,” pungkas Wiku.

Sekedar mengetahui, merujuk pada pernyataan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada Januari lalu, ada 14 provinsi dinyatakan siap membuka sekolah. Provinsi-provinsi dimaksud ialah Jawa Barat, DI Yogyakarta, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Bali, Nusa Tenggara Barat, Maluku Utara, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, dan Sulawesi Barat.

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Mulyanto Desak Pemerintah Usut Kasus Tambang Emas Ilegal di Kalimantan

Oleh

Fakta News
Mulyanto Desak Pemerintah Usut Kasus Tambang Emas Ilegal di Kalimantan
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto. Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mendesak pemerintah mengusut tuntas kasus penggerebekan tambang emas ilegal di kalimantan. Pihaknya menilai perbuatan melawan hukum yang dilakukan warga asing ini tidak mungkin terjadi tanpa ‘bekingan’ oknum dalam negeri.

“Pemerintah harus menangkap pelaku serta semua ‘bekingan’ yang memungkinkan terjadinya perbuatan ilegal ini,” ujar Mulyanto kepada Parlementaria, Rabu (15/5/2024). Apalagi perbuatannya dilakukan di kawasan yang mudah diketahui masyarakat dan menggunakan peralatan berat. Oleh karenanya Ia berharap perlu diusut aktor intelektual dan para bekingnya.

Politisi Fraksi PKS ini mendesak pemerintah segera mewujudkan pembentukan satgas terpadu tambang ilegal yang sejak lama digembar-gemborkan. Selain itu pemerintah juga harus mengangkat Dirjen Pertambangan definitif yang sudah lama kosong agar bisa melakukan pengawasan kegiatan penambangan di seluruh wilayah Indonesia.

Lebih dari itu, Ia juga berharap pemerintah menjadikan peristiwa ini sebagai peringatan bahwa penambangan ilegal sudah sangat mengkhawatirkan. Pelakunya bukan hanya warga negara sendiri tapi juga warga negara asing.

Mulyanto khawatir kasus seperti ini ibarat fenomena gunung es, di mana yang terungkap baru puncaknya saja. Sementara di bawahnya masih banyak kasus lain yang lebih besar. Jika hal itu terjadi, menurutnya, maka menjadi wajar kalau fenomena kutukan negara yang dikaruniai sumber daya alam namun tetap miskin bahkan hancur lingkungannya.

Justru, Mulyanto menekankan yang menikmatinya justru orang asing dengan cara ilegal. “Dengan begitu cita-cita konstitusi tidak pernah tercapai, dimana SDA dikuasai negara dan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Ini sungguh ironis,” tegasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

DPR RI Dorong Partisipasi Aktif Parlemen Dunia Atasi Isu Air

Oleh

Fakta News
DPR RI Dorong Partisipasi Aktif Parlemen Dunia Atasi Isu Air
Wakil Ketua DPR RI Rachmad Gobel dalam Rapat Paripurna DPR RI Pembukaan Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024 di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (14/5/2024). Foto: DPR RI

Jakarta – DPR RI akan menggelar rangkaian pertemuan antarparlemen dalam ‘Forum Air Sedunia ke-10’ (Parliamentary Meeting of the 10th World Water Forum) sepanjang 19-21 Mei 2024 di Nusa Dua, Bali mendatang. Melibatkan multipihak, pertemuan tersebut diadakan, baik pada tingkat pertemuan bilateral, regional, dan internasional.

Demikian hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua DPR RI Rachmad Gobel dalam Rapat Paripurna DPR RI Pembukaan Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024 di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (14/5/2024). Ia menekankan setiap elemen pendukung perlu terlibat dan berpartisipasi dengan aktif.

“Sebagai tuan rumah kegiatan sidang, DPR RI berfokus untuk menyukseskan kegiatan tersebut, baik dari aspek penyelenggaraan maupun sukses subtansi dalam memperkuat tata kelola air bagi kesejahteraan rakyat,” ucap Gobel membacakan pidato rapat paripurna.

Dirinya pun berharap anggota parlemen dari seluruh dunia yang hadir bisa berkontribusi melalui gagasan, aspirasi, dan masukan guna melahirkan solusi lugas sekaligus komprehensif. Keterlibatan ini, ungkapnya, turut menjadi kunci kesuksesan Forum Air Sedunia itu.

“Melalui tema ‘Mobilizing Parliamentary Action on Water for Shared Prosperity’, anggota parlemen dari seluruh dunia akan berkesempatan mengambil langkah untuk mengatasi kelangkaan air, meningkatkan kerja sama parlemen dalam memperluas akses terhadap air bersih, serta memobilisasi tindakan terhadap air untuk keamanan dan kemakmuran global,” tutup Politisi Fraksi NasDem itu.

Baca Selengkapnya

BERITA

Pengelolaan Pertanian Kian Tidak Jelas, Proyek Food Estate di Kalimantan Libatkan Cina

Oleh

Fakta News
Pengelolaan Pertanian Kian Tidak Jelas, Proyek Food Estate di Kalimantan Libatkan Cina
Anggota Komisi IV DPR RI Slamet, saat interupsi Rapat Paripurna DPR RI ke-16 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024 di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (14/05/2024). Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota Komisi IV DPR RI Slamet menyoroti mengenai rencana Pemerintah untuk kembali melakukan impor beras sebanyak 3,6 juta ton dan melakukan kerja sama dengan Cina dalam pengembangan proyek ketahanan pangan di Kawasan food estate di Kalimantan. Ia mengungkapkan kekecewaannya kepada Pemerintah yang bukan merekonstruksi pengelolaan pangan, melainkan malah membuat kebijakan yang bertentangan dengan nilai-nilai kedaulatan dan kemandirian pangan.

“Pemerintah sudah dan akan kembali memecahkan rekor impor beras tertinggi dalam sejarah, di mana kami menilai hal tersebut merupakan dampak dari buruknya tata kelola pangan selama lima tahun terakhir ini. Akan tetapi alih-alih merekonstruksi pengelolaan pangan Pemerintah malah terus membuat kebijakan yang bertentangan dengan nilai-nilai kedaulatan dan kemandirian pangan,” ungkap Slamet dalam interupsi Rapat Paripurna DPR RI ke-16 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024 yang dilaksanakan di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (14/05/2024).

Tambahnya, pengelolaan pertanian saat ini semakin tidak jelas arah dan tujuannya. Hal ini tidak sesuai dengan Nawacita yang dijanjikan Presiden Jokowi pada kampanyenya di tahun 2014. Termasuk dengan rencana kerja sama Indonesia dan Cina dalam pengembangan proyek ketahanan pangan nasional di Kawasan food estate di Kalimantan. Menurutnya, rencana ini mendiskriminasi peneliti dan perguruan tinggi pertanian di Indonesia. Ia juga khawatir dengan adanya kemungkinan impor petani suatu hari nanti.

“Menurut kami rencana ini merupakan bentuk diskriminasi terhadap peneliti dan perguruan tinggi pertanian yang hampir tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Selain itu dugaan kami, kegiatan tersebut dapat menjadikan jalan eksodus Petani Tiongkok berupa impor petani seperti yang kita lihat saat ini terjadi di sektor pertambangan. Jika ini terjadi maka akan membuktikan prediksi kami sebelumnya bahwa suatu saat nanti yang diimpor bukan lagi komoditas pertaniannya saja melainkan petani pun akan diimpor,” pungkas Politisi Fraksi PKS itu.

Baca Selengkapnya