Connect with us

Covid-19 Gugah Kesadaran Akan Pentingnya Membangun Kemandirian Industri Kesehatan Nasional

Penulis:
M Asrul
Ketua Umum LMND

Dunia lagi diguncang oleh Coronavirus disease-2, Setiap hari jumlah yang terinfeksi dan meninggal akibat virus ini terus bertambah. Dalam laman wordometers jumlah yang terinfeksi sebesar 4,7 juta jiwa, Meninggal 316.434 jiwa serta yang sembuh berjumlah 1.849.628 orang.

Sementara untuk Indonesia berdasarkan laporan gugus tugas, jumlah yang terinfeksi sebanyak 18.010 orang, Meninggal 1.191Jiwa dan yang dinyatakan sembuh sebanyak 4.324 orang. Data ini per tanggal 18 Mei 2020.

Dari data korban diatas, akibat Covid-19 baik didunia maupun nasional terus mengalami peningkatan setiap harinya. Selain penyebaran virus yang begitu cepat dan tak terdeteksi dini, kebijakan pemerintah yang kurang cepat dan tegas menjadi penyebab terus bertambahnya korban akibat coronavirus ini.

Sementara negara-negara dengan cepat mendeteksi dan tegas dalam menerapkan protokol pencegahan berhasil memutus mata rantai penyebaran virus ini.

Selain respon yang cepat dan tegas negara-negara yang berhasil tentunya didukung oleh infrastruktur dan industri kesehatan yang memadai. Seperti Infrastruktur Rumah Sakit, Ruang Isolasi, Tenaga Medis, Industri Farmasi, Industri Alkes sebagai instrumen atau benteng pertahanan penting dalam proses penanggulangan Covid-19.

Negara-negara dengan kemajuan industri kesehatan dan didukung dengan respon cepat dan tegas dari pemerintah akan dengan mudah keluar dari serangan Covid-19 ini.

Mungkin dunia bisa mengambil pelajaran dari Cina dengan kemajuan industrinya bisa membangun rumah sakit dalam waktu 10 hari, mendeteksi penyebaran virus dengan memanfaatkan kemajuan teknologi, memiliki tenaga medis dengan kuantitas dan mutu memadai. Memiliki industri farmasi dan alkes yang cukup maju, sama halnya dengan Singapura.

Selain itu dunia juga bisa belajar dari Vietnam dengan disiplin nasional dan respon cepat pemerintah mampu dengan cepat menanggulangi penyebaran Covid-19 ini dengan baik. Untuk tenaga medis, dunia bisa belajar dari Kuba yang memanfaatkan situasi Covid-19 ini untuk misi kemanusiaan dengan mengirimkan tenaga-tenaga medisnya di beberapa negara yang membutuhkan akibat kuantitas tenaga medis mereka melimpah sebagai output dari keberhasilannya dalam menata dan mengelola sektor pendidikan paska revolusi yang terjadi di negaranya.

Terus muncul pertanyaan bagaimana dengan Indonesia dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini???

Sebenarnya Indonesia adalah negara dengan sumber daya manusia serta sumber daya alam yang mendukung, jika pemerintah sejak dulu bisa melihat potensi tersebut. Namun di saat pandemi Covid-19 ini, Indonesia dalam segala sektor kewalahan dalam menanggulangi jumlah korban dan memutus mata rantai penyebaran.

Hal ini bisa kita lihat dari kebijakan pemerintah yang saling tumpang tindih, miskomunikasi dengan pemerintah daerah, infrastruktur yang tidak memadai, industri alkes dan farmasi masih mengandalkan impor, serta minimnya tenaga medis sebagai bentuk ketidaksiapan kita dalam menghadapi situasi darurat seperti sekarang ini.

Dari semua penyebab tadi, faktor yang perlu kita soroti adalah ketergantungan akan impor pemerintah terhadap alkes dan produk farmasi.

Berdasarkan data BPS 2019 nilai impor bahan baku pemerintah sebesar USD 1 Milyar atau lebih dari Rp15 Triliun. Dengan mengimpor alat elektronik untuk medis sebesar USD 358,8 juta, perangkat elektronik medis dan perangkat radiologi sebesar USD 268 juta, alat X-Ring medis USD 87,2 Juta.

Kemudian alat bedah, cetakan plastic dan perangkat higienis sebesar USD 53,5 juta, alat scanning ultrasonic sebesar USD 48,4 juta, caheter besarannya USD 38,9 juta dan steriliser medis, beda atau laboratorium sebesar USD 32,3 juta. Belum lagi kebutuhan alkes saat pandemic Covid-19. Sementara total impor untuk produk farmasi asal Cina selama 2020 mencapai USD 6,8 Juta dan mengalami kenaikan sebesar 2,8 % dibandingkan bulan sebelumnya.

Dari data diatas, sudah seharusnya pemerintah mendorong adanya kemandirian kesehatan nasional dengan memperhatikan beberapa hal yang perlu dipersiapkan dan didukung antara lain:

Pembangunan Industri Kesehatan Nasional

Diawal pandemi Covid-19 di Indonesia, pemerintah sangat kewalahan dalam memenuhi Alat Pelindung Diri (APD) tenaga medis bahkan untuk memenuhinya harus mengimpor dari negara Cina. Padahal didalam negeri kita punya kemampuan untuk memproduksi APD.

Selain APD, Indonesia juga mengimpor alat Rapid Test, Ventilator, obat-obatan dalam upaya penanggulangan Covid-19. Padahal menurut Menteri BUMN Sebagian alat Kesehatan ini bisa diproduksi dalam negeri dengan memanfaatkan peran strategis BUMN. Misalnya PTDI, PT. PINDAD dan PT. LAN bisa memproduksi ventilator, Bio Farma dan Indofarma bisa memproduksi alat tes Covid-19 serta Kimia Farma dalam urusan produksi obat-obatan.

Sub Holding BUMN ini harus terus didorong untuk mempersiapkan industri kesehatan nasional lewat kebijakan Health Security Nasional. Kebijakan ini tentunya selain menjadi benteng pertahanan nasional dalam menghadapi pandemi, juga bisa mendorong daya saing industri kesehatan nasional.

Pembangunan industri kesehatan ini sangat penting lantaran Indonesia belum memiliki kemandirian di dalam memproduksi alkes dan obat-obatan yang 90% masih bergantung pada impor, khususnya impor bahan baku. Ketergantungan pada impor bahan baku ini menjadi bukti tidak adanya kemandirian Kesehatan nasional.

Dalam upaya mendorong kemajuan industri kesehatan nasional, kementerian BUMN juga harus wajib melibatkan Perguruan Tinggi, Peneliti, Akademisi untuk bisa bersinergi dalam kemajuan industri nasional. Karena tanpa keterlibatan Perguruan Tinggi, maka kualitas industri nasional tidak akan mungkin bisa bersaing dan bertahan ditengah pertarungan industri kesehatan global, lebih-lebih saat terjadi pandemi.

Selain itu juga pemerintah sudah seharusnya mempersiapkan Masterplan dan road map pembangunan Industri Kesehatan Nasional, agar bisa dipastikan tahapan pembangunannya. Baik dari hulu sampai ke hilir sebagai satu langkah progresif jangka panjang untuk mendorong daya saing global industri kesehatan nasional dan bisa mewujudkan kedaulatan dalam dunia alkes dan farmasi. Karena alkes dan farmasi ini, bagi negara yang sudah berdaulat dari keduanya, bisa meraup keuntungan yang signifikan dengan memanfaatkan ruang pasar global serta masih banyaknya negara dengan keterbatasan alkes dan obat-obatan.

Pemberantasan Mafia

Selain tidak mendukungnya industri kesehatan nasional, problem lain yang menyebabkan kita selalu tergantung pada hasil impor kesehatan adalah banyaknya mafia yang bermain. Para mafia kesehatan ini biasanya menggunakan jejaring politik mereka, agar pemerintah membuka kran impor alkes dan obat-obatan. Karena dengan membuka kran impor, para mafia ini akan memainkan peran dan meraup keuntungan sebanyak-banyaknya serta membiarkan produk kesehatan dalam negeri tidak bisa maksimal untuk berproduksi dan hasil produksinya tidak terserap. Untuk itu pemerintah, khususnya kementerian BUMN setidaknya harus mendorong instansi dibawah naungan kementerian BUMN untuk bisa memaksimalkan penyerapan produksi.

Dalam proses pemberantasan mafia kesehatan ini, pemerintah juga harus menggandeng aparat penegak hukum serta menetapkan regulasi dan sanksi yang tegas, jika masih ada pihak yang bermain-main soal alkes dan obat-obatan. Butuh ketegasan dan keberanian dalam memberangus mafia kesehatan ini. Karena sejak dulu, alkes dan obat-obatan menjadi ladang subur investasi serta bisnis yang sudah mengakar yang membuat industri farmasi dan alkes nasional tidak berkembang dan maju serta masih mengandalkan impor.

Utamakan Produk Kesehatan Dalam Negeri

Faktor ketiga ini harus diprioritaskan oleh Menteri BUMN jika betul-betul memiliki keinginan besar dalam membangun industri kesehatan nasional. Produk dari sub holding BUMN harus diserap di lingkungan kesehatan, karena dengan penyerapan produk ini, akan mendorong kemajuan industri.

Langkah ini harus didukung dengan kebijakan kementrian BUMN maupun Kementerian Kesehatan serta Kementerian Perindustrian dan Perdagangan agar supaya bisa memaksimalkan industri dari dalam negeri serta mulai perlahan-lahan melepaskan diri dari ketergantungan produk impor. Karena dengan terus menerus tergantung pada produk impor maka akan semakin membuat industri nasional kita tidak terbangun dan maju lantaran produksinya tidak terserap.

Penyerapan produksi ini bisa dimulai dari instansi dibawah naungan Kementerian Kesehatan mulai menyerap dan menggunakan produk kesehatan dalam negeri. Selanjutnya hal ini bisa diikuti oleh rumah sakit-rumah sakit negeri. Dengan seperti ini maka kedaulatan kesehatan nasional akan terbangun dan secara perlahan-lahan mulai terlepas dari ketergantungan impor yang tentunya merugikan negara dan menguntungkan para mafia kesehatan.

 

M Asrul
Ketua Umum LMND

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

DPR RI Minta Jepang Ajarkan ‘Smart Farming’ kepada Petani Muda Indonesia

Oleh

Fakta News
DPR RI Minta Jepang Ajarkan ‘Smart Farming’ kepada Petani Muda Indonesia
Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel, saat menerima delegasi dari partai berkuasa di Jepang, Liberal Democratic Party (LDP), di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara III, DPR RI, Jakarta, Jumat (3/5/2024). Foto: DPR RI

Jakarta – DPR RI, melalui Wakil Ketua DPR RI Bidang Koordinator Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmat Gobel, meminta Jepang untuk menerima petani muda Indonesia untuk belajar bertani dengan metode smart farming di negara tersebut. Hal itu ia sampaikan saat menerima delegasi dari partai berkuasa di Jepang, Liberal Democratic Party (LDP), di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara III, DPR RI, Jakarta, Jumat (3/5/2024).

“Bukan untuk bekerja dan juga bukan untuk sekolah, tapi belajar praktik bertani yang baik dan berkualitas serta smart farming kepada petani muda Indonesia. Cukup satu tahun saja,” kata Gobel.

Gobel mengatakan, dunia sedangkan dihadapkan pada krisis pangan akibat perubahan iklim dan konflik geopolitik dunia. Perubahan iklim berdampak pada hadirnya cuaca panas yang tinggi atau curah hujan yang berlebihan dan tidak pasti. Sedangkan, konflik geopolitik berdampak pada kenaikan harga pupuk yang tinggi.

“Semua itu berakibat Indonesia melakukan impor beras dengan jumlah yang sangat besar. Padahal Indonesia adalah negara agraris, memiliki lahan yang luas, tanah yang subur, dan jumlah petani yang besar. Namun faktanya Indonesia harus impor beras dari berbagai negara seperti Myanmar, Vietnam, Thailand, India, dan Cina,” jelas Politisi Fraksi Partai NasDem itu.

Di sisi lain, kata Gobel, Jepang adalah negara yang memiliki keunggulan teknologi sehingga bisa menghasilkan produktivitas pertanian yang besar dan kemampuan menghadapi perubahan iklim. Selain itu, katanya, produk pertanian Jepang dikenal dengan cita rasa yang lezat dan memiliki harga yang bagus. Ia juga meminta Jepang mengajarkan pembuatan pupuk organik dan smart farming. Teknologi penggilingan beras Jepang, katanya, juga menghasilkan beras yang berkualitas.

Walaupun sudah melakukan impor beras dengan jumlah sangat besar, kata Gobel, secara ironis harga beras di Indonesia tetap tinggi.

“Harga beras premium di Indonesia mendekati harga beras di Jepang. Padahal kualitasnya sangat berbeda. Tentu ini memprihatinkan,” kata pria yang pernah ditunjuk Presiden Jokowi sebagai Utusan Khusus untuk Jepang tersebut.

Selain itu, katanya, karena jumlah petani di Indonesia sangat besar maka membangun pertanian akan secara otomatis akan meningkatkan kesejahteraan penduduk Indonesia.

“Jumlah penduduk Indonesia juga sangat besar. Jadi memecahkan masalah kebutuhan pokok ini akan sangat fundamental bagi kemajuan dan stabilitas Indonesia. Untuk itu, saya berharap Jepang dan Indonesia bisa meningkatkan kerja sama yang lebih erat di bidang pertanian ini,” jelasnya.

Selain itu, Gobel juga menyampaikan tentang pentingnya Jepang membagi teknologinya dalam pengolahan air bersih. Hingga saat ini, katanya, masalah penyediaan air bersih yang sehat masih merupakan tantangan besar bagi Indonesia.

“Air bersih higienis sangat penting dalam mengatasi stunting dan penyakit kulit. Dua hal ini masih merupakan problem mendasar bagi masyarakat lapis bawah Indonesia dan bagi peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Jepang memiliki kemampuan dan teknologi pengolahan air bersih yang sehat,” katanya.

Jika masalah pertanian dan penyediaan air bersih bisa diatasi Indonesia, kata Gobel, maka ekonomi Indonesia akan tumbuh lebih baik lagi. “Ini tentu saja juga akan baik bagi ekonomi kawasan di Asia Tenggara dan akan memiliki dampak yang baik pula bagi ekonomi Jepang. Jadi ini kerja sama yang sifatnya saling menguntungkan,” katanya.

Adapun Delegasi Jepang itu dipimpin oleh Ketua Badan Riset Kebijakan LDP, Tokai Kisaburo. Sedangkan anggota delegasinya antara lain Ketua Harian Badan Riset Kebijakan LDP Shibayama Masahito dan Kepala Sekretariat Badan Riset Kebijakan LDP Nakai Toyoron. Hadir pula Wakil Dirjen untuk urusan Asia Tenggara dan Asia Barat Daya Kementerian Luar Negeri Jepang Hayashi Makoto serta Duta Besar Jepang untuk Indonesia Yasushi Masahi.

Baca Selengkapnya

BERITA

Tindakan Penyimpangan Turis Nakal di Bali Harus Ditangani secara Bijaksana

Oleh

Fakta News
Tindakan Penyimpangan Turis Nakal di Bali Harus Ditangani secara Bijaksana
Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta dalam foto bersama usai mengikuti pertemuan Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI di Denpasar, Bali. Foto: DPR RI

Denpasar – Tim Komisi III DPR RI melakukan Kunjungan Kerja Reses ke Denpasar, Bali. Salah satu yang disoroti Komisi III dalam Kunker Reses ini adalah banyaknya turis yang melakukan tindakan penyimpangan, seperti pelanggaran adat maupun tindakan semena-mena lainnya. Tak ayal,  tindakan tersebut kerap menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat setempat.

Menanggapi hal itu, Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta berharap kepada Kapolda Bali Ida Bagus Kade Putra Narendra agar penanganan yang bijak terhadap pelanggaran, sambil tetap memperhatikan dan menghormati adat serta budaya Bali.

Oleh karena, menurut I Wayan, bahwa Bali memiliki cara tersendiri untuk menangani turis yang berulah. Sehingga, tidak bisa serta merta langsung dilakukan deportasi.

“Karena bagaimana pun orang Bali hidup dari sektor pariwisata. Sehingga sudah tidak asing dengan keberadaan turis. Namun, jangan juga sampai terlalu lemah karena turis yang berulah akan mengotori pariwisata-pariwisata yang ada, sehingga malah Bali bisa jatuh perekonomiannya. Jadi harus dicari solusi yang bijak,” ungkap I Wayan dalam pertemuan di Denpasar, Bali, Jumat (3/5/2024).

Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu pun menyampaikan apresiasinya terhadap Kapolda Bali beserta segenap jajarannya karena telah berhasil menangani banyak kasus dengan pendekatan restorative justice. Selain itu, Polda Bali juga dinilai telah bekerja sama baik dengan lembaga imigrasi yang berada di bawah lingkup Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkumham Provinsi Bali dalam penanganan kasus penyimpangan turis.

“Saya juga tentunya mengapresiasi Kapolda Bali dan segenap jajaran atas kinerjanya. Bagaimana mereka mengawasi, serta menindak pelaporan-pelaporan yang ada rerlebih mengedepankan restorative justice sebagai jalan keluar penanganan kasus,” pungkasnya.

Menanggapi masukan tersebut, Kapolda Bali Ida Bagus Kade Putra Narendra juga sepakat dengan gagasan I Wayan Sudirta bahwa penanganan terhadap turis yang berulah harus dilakukan dengan hati-hati. Khususnya, mempertimbangkan dampaknya terhadap sektor pariwisata dan kelestarian budaya Bali.

“Kami akan bekerja sama, jika diperlukan lintas sektoral untuk menemukan solusi yang menghormati adat, budaya, dan kepentingan ekonomi masyarakat Bali,” ujar Ida Bagus.

Kunjungan kerja reses ini diharapkan dapat menjadi langkah awal menuju penanganan yang lebih baik terhadap turis nakal di Bali. Dengan pendekatan yang bijaksana dan kolaborasi lintas sektoral antara Kapolda Bali, institusi terkait, serta pemerintah daerah, diharapkan akan tercipta lingkungan pariwisata yang lebih aman, nyaman, dan berkelanjutan bagi wisatawan dan masyarakat setempat.

Baca Selengkapnya

BERITA

Peredaran Narkoba Beralih ke Ranah Daring, Johan Budi Minta Perkuat BNNP

Oleh

Fakta News
Peredaran Narkoba Beralih ke Ranah Daring, Johan Budi Minta Perkuat BNNP
Anggota Komisi III DPR Johan Budi saat bertukar cenderamata usai Rapat Kerja Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI dengan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) di Denpasar, Bali, Kamis (02/05/2024). Foto: DPR RI

Denpasar Komisi III DPR RI mengungkapkan kekhawatirannya terhadap meningkatnya modus operandi peredaran narkoba yang beralih ke ranah daring (online) melalui platform media sosial dengan menggunakan modus kamuflase. Pernyataan ini disampaikan Anggota Komisi III DPR Johan Budi dalam Rapat Kerja Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI dengan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) di Denpasar, Bali, Kamis (02/05/2024).

“Menarik sekali yang disampaikan BNN Provinsi Bali. Mereka menjelaskan adanya jual beli narkoba melalui online. Nah ini cukup mengagetkan buat saya, kok bisa narkoba ini diperjual belikan melalui online, hal ini terungkap ketika BNNP Bali menangkap tersangka di lapangan,” ungkapnya.

Dalam konteks ini, Johan Budi menekankan perlunya penguatan pada Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk menghadapi perubahan modus operandi tersebut. Menurutnya, modus operandi peredaran narkoba akan selalu berubah-ubah. Untuk itu, perlu penguatan-penguatan kepada BNN agar lebih maksimal dalam memberantas peredaran narkoba ini. Selain itu, lanjutnya, kekurangan sumber daya manusia menjadi salah satu faktor, terutama di daerah, ada sebagian yang juga pegawainya atau penyidiknya cuma sedikit.

“Ini problem laten yang perlu segera diperbaiki. Saya sendiri ketika rapat dengan BNN di Komisi III mengusulkan, agar BNN ini diberi penguatan, termasuk penyediaan sumber daya manusia, infrastruktur yang ada di daerah, termasuk soal rehabilitasi,” pungkas Legislator Dapil Jatim VII ini.

Johan menambahkan, pusat rehabilitasi narkoba ini juga menjadi sangat penting dalam kaitannya dengan restorative justice bagi para pengguna narkoba. Pengguna narkoba, tambahnya, di beberapa negara itu dikategorikan sebagai korban, bukan pelaku, bukan tersangka, sehingga pusat rehabilitasi menjadi penting. Jadi yang sebetulnya tersangka itu seharusnya pengedar dan bandar.

“Menurut saya untuk pengguna narkoba dapat diselesaikan melalui restorative justice, dengan mendapatkan kesempatan untuk dilakukan rehabilitasi medis ataupun sosial, tanpa harus menunggu putusan dari pengadilan,” tutup Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.

Johan berharap pertemuan Kunker Reses ini diharapkan dapat menjadi momentum bagi berbagai pihak, termasuk pemerintah dan lembaga terkait. Selain itu juga untuk mengimplementasikan strategi yang lebih efektif dalam mengatasi peredaran narkoba yang semakin canggih dan menyebar melalui platform digital. Langkah-langkah preventif dan represif yang terintegrasi diharapkan dapat mengurangi dampak negatif peredaran narkoba di masyarakat.

Baca Selengkapnya