BUMN&UMKM dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional (Sebuah Tanggapan Terhadap Gagasan Adian Napitupulu)
Beberapa waktu lalu, beredar tulisan Bung Adian Napitupulu berjudul “BUMN & UMKM dalam Cerita dan Angka Siapa Pahlawan Sesungguhnya”. Sebuah kritik tajam dan lugas yang memantik polemik.
Tentu saja itu hal biasa, dan meluruskan beberapa opininya pun hal yang lumrah. Beberapa hal perlu diklarifikasi karena tidak sesuai dengan isi regulasi dan intensi kebijakan terkait Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Mari kita tilik satu per satu.
Bung Adian mempersoalkan jumlah utang BUMN yang katanya berjumlah Rp5.600 T, sementara total ULN Malaysia di kisaran Rp3.500 T. Benar dan tepatkah perbandingan ini?
Jika yang dimaksud adalah total utang BUMN, berdasarkan laporan tahun 2019, total utang BUMN adalah Rp 6.070 T termasuk di dalamnya dana pihak ketiga sebagai liabilitas bank BUMN sebesar Rp 2.842 T. Sehingga utang usaha BUMN 2019 sebesar Rp 3.228 T. Dengan demikian jelas ULN Malaysia lebih tinggi dibandingkan utang usaha BUMN.
Terlepas dari itu, rasanya kurang tepat membandingkan nominal utang antar dua negara yang ukuran ekonominya berbeda, apalagi utang sebuah negara dengan BUMN. Di tahun 2018 (World Economic Outlook-IMF 2018), rasio utang pemerintah Malaysia adalah 56,3% atau peringkat 80, jauh di atas Indonesia yang berada di peringkat 158 dunia dengan ratio 29,3% dari 184 negara.
Lebih lanjut, untuk posisi Utang Luar Negeri (ULN) kedua negara, di tahun 2019, ULN Malaysia sebesar USD227,1 miliar atau setara dengan 62,6% PDB Malaysia (Laporan Tahunan Bank Negara Malaysia). Sedangkan ULN Indonesia USD404,5 miliar atau setara dengan 36,1% terhadap PDB Indonesia (SULNI-Bank Indonesia).
Baiklah, rasanya itu cuma bumbu karena Bung Adian tak hendak mengatakan itu.
Bumbu perbandingan pun diracik sedemikian kontras supaya lebih sedap. Ide bagi-bagi duit ke pelaku UMKM, termasuk helicopter money, memang memukau. Kalkulus yang dilambari keberpihakan pada yang lemah biasanya tak membutuhkan penjelasan lanjutan.
Justru di sinilah jantung perkaranya. Membagi uang, taruhlah Rp 152 T ke pelaku UMKM tentu baik dan bermanfaat. Namun tanpa didasari pertimbangan matang, khususnya mengukur kemampuan diri, menghitung luasan dan kedalaman dampak pandemi, daya tahan menghadapi guncangan, tata kelola yang baik – boleh jadi kita justru menggali lubang baru.
Maka Pemerintah menyusun prioritas, tangani aspek kesehatan dan perkuat perlindungan sosial. Hingga kini, alokasi Rp 87 T disiapkan untuk sektor kesehatan dan Rp 203,9 T untuk perlindungan sosial yang menjangkau 50% penduduk Indonesia. Untuk lebih berdaya ungkit, disiapkan pula program padat karya Kementerian/Lembaga sebesar Rp 18,44 T.
Seolah, menurut Bung Adian, UMKM dibiarkan terseok tanpa bantuan. Padahal, berdasarkan kalkulasi terbaru, dukungan pemulihan ekonomi nasional untuk UMKM sebesar Rp 123,45 T, jauh lebih besar daripada untuk BUMN sebesar Rp 52,57 T.
Sektor UMKM merupakan sektor terbesar kedua setelah perlindungan sosial sebesar Rp 203,9 T. Rinciannya, subsidi bunga mencapai Rp 35,28 T, penempatan dana untuk restrukturisasi sebesar Rp 78,78 T, Belanja Imbal Jasa penjaminan (IJP) sebesar Rp 5 T, penjaminan untuk modal kerja (stop loss) sebesar Rp 1 T, dan pembiayaan investasi kepada koperasi melalui LPDB KUMKM sebesar Rp 1,00 T.
Selain itu, bagi para pelaku UMKM diberi insentif PPh UMKM sebesar Rp 2,4 T ditanggung Pemerintah hingga September 2020.
Sedangkan untuk BUMN, rencana alokasi penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 20,5 T dan pinjaman untuk modal kerja sebesar Rp 29,65 T. Jika ditelusuri lebih dalam, PMN yang diberikan kepada BUMN juga bermuara ke UMKM. Misalnya anggaran untuk PT Permodalan Nasional Madani sebesar Rp 1,5 T nantinya digunakan untuk program perempuan prasejahtera lewat Mekaar dan ULaMM. Hal yang sama, PMN ke PT BPUI sebesar Rp 6 T (Askrindo dan Jamkrindo) juga digunakan untuk penjaminan penyaluran kredit ke UMKM.
Tentang dukungan untuk BUMN, Pemerintah saat ini masih berjibaku merumuskan yang terbaik. Berdasarkan UU No. 2 Tahun 2020 dan PP Nomor 23 Tahun 2020, pemulihan ekonomi nasional dilaksanakan dengan penyertaan modal negara (PMN), penempatan dana, investasi pemerintah, dan penjaminan. Untuk investasi, PMK Nomor 53/PMK.05/2020 mengatur sumber investasi pemerintah sendiri dapat berasal dari APBN, imbal hasil, pendapatan dari layanan/usaha, hibah, dan/atau sumber lain yang sah.
Investasi Pemerintah dapat dilakukan dalam bentuk saham, surat utang, dan/atau investasi langsung (pemberian pinjaman, kerja sama investasi, bentuk investasi langsung lainnya). Apa yang belakangan ini disebut dana talangan – sekadar istilah untuk memudahkan – sesungguhnya adalah pinjaman modal kerja kepada BUMN, sesuai dengan ketentuan.
Kita masih terus menghitung dan berhitung. Belum ada yang tahu keluasan dan kedalaman dampak pandemi ini, termasuk bagi BUMN. Bagaimanapun BUMN adalah pilar penyangga pelayanan publik dan penyangga perekonomian, maka perlu ditolong. Itulah mengapa strategi terbaik adalah berjaga-jaga dengan skema berbagi beban (burden sharing). Semua terluka, sebagaimana semua punya harapan yang sama untuk bangkit. Ada yang perlu suntikan modal karena Pemerintah punya kepentingan untuk memenuhi hajat hidup orang banyak, selain penugasan khusus seperti penjaminan untuk UMKM.
Bagi BUMN lainnya, skema pinjaman modal kerja lebih rasional karena harus mengukur dampak, risiko, dan prospek – sehingga tidak justru merugikan. Bagaimana dengan right issue? Dalam situasi pasar yang sangat dinamis dan masih diliputi ketidakpastian, rasanya ini bukan obat mujarab yang dapat diharapkan. Jika kondisi sudah normal kita bisa mengkaji bersama, opsi mana yang lebih baik: meminta pinjaman itu dikembalikan atau mengubah pinjaman menjadi penyertaan modal. Justru ini kuncinya: dengan tata kelola yang baik dan kondisi yang stabil, keputusan terbaik dapat dipetik.
Dengan demikian cukup terang, tak ada perbedaan signifikan antara concern Bung Adian dan apa yang saat ini sedang dikerjakan Pemerintah. Jika ada nuansa, itu sebatas diksi dan artikulasi. Kritik itu pengingat, kita perlu merapatkan barisan mengawal program PEN supaya sungguh-sungguh tepat sasaran tanpa penyimpangan. Selebihnya, saya anggap sekadar riak yang amat wajar dalam sebuah persahabatan otentik. Ikhtiar menjaga Presiden Jokowi dan memastikan Pemerintah berhasil mengatasi dampak pandemi pun ikhtiar para pembantu Presiden yang merancang Program PEN ini, dan semua orang yang berkehendak baik.
Itulah kenapa sejak awal Pemerintah selalu berkonsultasi dengan DPR, meminta dukungan dan arahan BPK, melibatkan lembaga penegak hukum dan pengawasan, serta mengundang partisipasi publik secara luas melalui publikasi setiap rencana dan kemajuannya. Koordinasi antar-kementerian dan lembaga dan Pusat-Daerah pun semakin baik.
Kita sungguh berterima kasih pada kritik dan gugatan Bung Adian. Hentakan interupsi ini membangunkan kita dari jebakan rutinitas dan belaian teknokrasi yang kadang meninabobokan. Ini politik, dan adrenalin musti kembali berdenyut dan berdegup, seiring detak perjuangan keseharian rakyat Indonesia. Memandang yang lemah, papa dan miskin – kita selalu diingatkan pada cita-cita yang belum tergapai, pada misi yang belum tuntas. Untuk itulah kita dipanggil terlibat, semata-mata bagi kebaikan Republik yang kita cintai. Panggilan paradoksal: “kritiklah pemerintah sekeras-kerasnya, dan bantulah ia sekuat-kuatnya!”
Yustinus Prastowo
Staf Khusus Kemenkeu
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.