Connect with us

Didi Kempot dan Fenomena Pertahanan Identitas

Jakarta – Pagi ini, Selasa (5/5), langit seakan-akan runtuh. Saat berada di puncak popularitas, ia harus menutup layar kehidupan hingga ke tanah. Jutaan penggemar lintas etnis dan bangsa yang sedang gandrung kapilangu, lekas ditinggalkannya tanpa pamit, tak seperti di atas panggung dibarengi lagu penutup dan sejumput pesan arif.

Dengan tembang berbahasa Jawa, seniman berambut gondrong itu melumerkan perbedaan kelas. Lagu sederhana dan njawani yang keluar dari mulutnya laksana sirep Sunan Kalijaga. Buahnya, semua pendengar diajak bergoyang tanpa canggung.

Didi Kempot tanpa diikuti kabar sakit berat, akhirnya “neruske lampah”: bercampursari di kayangan. Siapa sangka, bulan April bangsa Indonesia dihujam kesedihan. Grafik pagebluk korona belum melorot, hari ini kita tertunduk sedih atas kehilangan pelantun lagu campursari masyur itu. Lelaki asal Kota Bengawan itu baru saja menggalang dana kemanusiaan untuk korban terdampak Covid-19.

Sorot mata serta cara berbicaranya tak mampu menyembunyikan bahwa dia masih merasa sebagai wong cilik. Penyanyi yang berangkat dari arena jalanan, ngamen ke sana kemari berteman sengatan mentari. Mundur ke belakang, jauh sebelum populer di Tanah Air, adik pelawak Mamiek Prakoso ini lebih dulu kondang di Suriname. Tahun 1993, “Raja Campursari” ini kali pertama berangkat ke negara itu. Didi Kempot mengaku, sudah belasan kali mengajak berdendang masyarakat Suriname.

Dalam konteks ini, Didi Kempot laksana penyambung tali paseduluran sekaligus pengobat rindu keturunan wong Jawa di tlatah Suriname dengan orang Jawa di Indonesia. Sepotong pertanyaan yang menarik adalah bagaimana pandangan orang Jawa diwakili Didi Kempot sendiri terhadap “Jawa Suriname”? Menjawab sepenggal pertanyaan ini memang butuh turun lapangan, tak cukup bila bekerja di belakang meja.

Beberapa tahun lalu, saya berbekal metode sejarah lisan mengorek keterangan Didi Kempot, ditambahi informasi dari maestro keroncong Waljinah demi menjawab pertanyaan di atas. Tahun 1971, Waljinah tampil mengenalkan lagu keroncong Jawa. Biduan cantik yang bertanggal lahir 7 November 1943 itu kaget lantaran warga Suriname sebagian besar hafal lagu Walang Kekek, Jangkrik Genggong, dan Titit Tuit. Alhasil, Waljinah tidak mlindher gandang di depan publik. Gandang merupakan terminologi lokal Suriname untuk menyebut kegiatan menyanyi seseorang. Tahun 1991, Waljinah kembali bersemuka dengan mereka.

Sementara untuk pentas Didi Kempot, para fansnya di Suriname hafal banyak lagu miliknya. Mereka ikut larut terbuai tatkala mendengar bait lagu buah hati seniman Edy Gudel itu. Mereka ikut bergoyang mengikuti alunan lagu yang dipentaskan Didi Kempot, seraya melambaikan tangan maupun menyentuh dada. Perlu disadari bahwa keberadaan Didi Kempot berikut lagu campursarinya turut membantu generasi muda di sana “ora lali Jawane”. Berdendang seraya melestarikan bahasa Jawa seperti para leluhurnya.

Menurut pengakuan Didi Kempot maupun Waljinah, sikap grapyak (ramah) yang menubuh dalam dirinya merupakan modal utama orang untuk berhubungan sosial yang berkualitas. Masyarakat lokal Suriname memiliki sikap yang terbuka sebagaimana orang Jawa (Indonesia) umumnya.

Sebagai orang yang sama-sama berkultur Jawa, maklum Didi Kempot dan Waljinah dianggap sebagai saudara yang datang dari tanah Jawa. Di satu pihak, Didi Kempot pentas ke Suriname dimaknai sebagai momentum niliki sedulur lawas. Dalam konsep kebudayaan Jawa, realitas sosial ini merupakan bukti historis betapa orang Jawa (Didi Kempot-warga lokal) ora kepaten obor alias tidak sudi kelangan aluran pasedulurane (kehilangan silsilah leluhur). Karena bagaimanapun darah yang mengalir di dalam tubuh sebagian masyarakat Suriname tersebut ialah darah Jawa. Sementara Jawa asli ada di Indonesia. Kendati mereka sudah menjadi warga negara Suriname, namun jalinan batin tetap dipelihara seperti leluhurnya dan budaya yang melekat masih tetap Jawa.

Di samping sikap grapyak, bahasa Jawa ngoko yang dipakai masyarakat Suriname bikin Waljinah mudah berkawan. Pada prinsipnya, bahasa Jawa ngoko tidak memperjelas jurang stratifikasi sosial dan umur. Berkebalikan dengan bahasa Jawa krama inggil atau halus di Surakarta dan Yogyakarta. Bagi Didi Kempot serta Waljinah yang dilahirkan di Surakarta (lokus kebudayaan Jawa keraton), situasi ini semula dirasakan tidak nyaman lantaran dia melihat pemakaian bahasa Jawa ngoko seorang anak kepada ayahnya dalam lingkungan keluarga dinilai sebagai “tindakan yang berani” atau tak sopan (Heri Priyatmoko, 2015).

Orang Jawa Suriname memanggil orang lain atau kepada penyanyi dari Kota Bengawan ini dengan menyebut “kowe”. Bagi orang yang dilahirkan di Surakarta seperti Didi Kempot, panggilan itu dirasa kurang mengenakkan, dianggap tidak punya tatakrama atau ora ngajeni. Mestinya, memanggil “panjenengan” (lebih tua dan senior) atau “sampeyan” (lebih muda). Penggunaan bahasa Jawa krama (halus), dipastikan mereka tidak mudheng. Waljinah memilih mengikuti arus bahasa yang berlaku.

Suasana yang dihadirkan dengan berkomunikasi memakai bahasa Jawa ngoko di Suriname cenderung wak-wakan atau braok atau keras. Wak-wakan atau braok, menurut kultur Jawa di Surakarta yang halus dipandang tidak baik dan mengarah pada kurang sopannya orang yang berbicara. Namun seiring waktu, Didi Kempot bisa beradaptasi dengan lingkungan dan memahami budaya (bahasa) Jawa ala Suriname. Basa pedinan (bahasa sehari-hari) masyarakat Jawa di Suriname jelas proses sejarahnya.

Demikianlah, Didi Kempot (dan Waljinah) turut berkontribusi besar dalam mengajak masyarakat Suriname nggondheli Jawane. Begitu besar kecintaan masyarakat Suriname terhadap warisan budaya nenek moyangnya disemaikan kembali oleh penyanyi itu. Keturunan imigran dari Jawa yang bermukim di Suriname tidak malu menggunakan bahasa Jawa dan berjoged lagu campursari.

Kesedihan kali ini bukan hanya dimonopoli bangsa Indonesia. Meninggalnya Didi Kempot pantas membuat pipi penduduk Suriname berlinang air mata hangat. Berkat pelantun tembang Stasiun Balapan ini, mereka tidak kehilangan identitas kejawaan, sebuah fenomena pertahanan identitas yang sangat jelas. Minimal dengan berdendang dan nanggap Didi Kempot ke Suriname, mereka menunjukkan dinamisasi budaya Jawa di wilayah yang dijuluki “Indonesia Sebelah Barat” itu.

Sugeng tindak, Mas Didi! Saatnya ganti menghibur barisan dewa di kayangan.

 

Heri Priyatmoko

Dosen Prodi Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma, founder Solo Societeit

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Hetifah Sjaifudian Apresiasi Kemenangan Timnas Indonesia Bantai Vietnam 3-0

Oleh

Fakta News
Hetifah Sjaifudian Apresiasi Kemenangan Timnas Indonesia Bantai Vietnam 3-0
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian. Foto : DPR RI

Jakarta – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian mengapresiasi kemenangan gemilang Timnas Indonesia dalam pertandingan tandang melawan Vietnam. Ia mengungkapkan bahwa kemenangan ini menjadi berkah dan kegembiraan di bulan puasa bagi seluruh rakyat Indonesia, serta juga membawa semangat bagi para pemain.

Dalam pertandingan yang berlangsung di Stadion My Dinh, Vietnam, Timnas Indonesia berhasil meraih kemenangan dengan skor 3-0 dengan gol yang tercipta berasal dari Jay Idzes, Ragnar Oratmangoen, dan Ramadhan Sananta. Para pemain berhasil menunjukkan performa maksimal di tengah keterbatasan waktu persiapan yang sangat singkat.

“Kemenangan yang diracik oleh Pelatih Shin Tae Yong di tengah keterbatasan waktu mempersiapkan Tim yang sangat singkat. Timnas Indonesia bisa menunjukan performa maksimal. Kita menikmati tontonan apik yang menghibur, dengan level permainan yang berbeda dari permainan sebelumnya,” kata Hetifah Sjaifudian melalui keterangan resmi yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Rabu (27/03/2024).

Lebih lanjut, kata Hetifah, juga mengingatkan tentang kejayaan Timnas Indonesia di masa lalu. Hal ini mengingat pada Piala Dunia 1986, saat itu Indonesia hampir berhasil lolos ke Meksiko sebelum dikalahkan oleh Korea Selatan.

“Tentunya kita sangat bersyukur dengan situasi ini. Berarti semakin dekat pada tujuan akhir untuk lolos fase grup, seperti yang pernah dicapai oleh Timnas Indonesia ketika diracik oleh Pelatih Sinyo Aliandoe dengan pemain di antaranya Kapten Team Hery Kiswanto pada PPD 1986,” ujarnya.

Meskipun bertanding di kandang lawan yang dikenal angker, Politisi Partai Golkar itu menilai bahwa Timnas Indonesia mampu tampil dengan percaya diri yang tinggi. Tak hanya itu, para pemain berhasil menunjukkan permainan yang berbeda dan menghibur, serta mampu mengatasi tekanan dari suporter lawan.

“Tentunya dengan kerendahan hati, bertanding di kandang macan Stadion My Dinh Vietnam yang dikenal angker, ternyata Timnas Indonesia tampil sangat percaya diri. Semoga level permainan ini terus bertahan sampai fase grup berakhir dan kita bisa lolos ke tahap berikutnya,” ucapnya.

Dengan demikian, Legislator Dapil Kalimantan Timur berharap melalui kemenangan ini, tidak hanya menjadi kebanggaan bagi Timnas Indonesia, tetapi juga menjadi kebanggaan bagi bangsa Indonesia. Baginya, melalui prestasi gemilang ini dapat terus membangkitkan kebanggaan dan semangat nasionalisme di tengah masyarakat.

“Jalan masih terjal jangan berpuas diri, kita semua doakan selalu hasil terbaik buat Timnas kita. Kita selalu berikan dukungan terbaik untuk Timnas kita. IsnyaAllah pride (harga diri) Bangsa Indonesia selalu terjaga. Bravo sepakbola Indonesia,” pungkasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Komisi XI: Pelaporan Dugaan Korupsi LPEI ke Kejaksaan Beri Efek Jera

Oleh

Fakta News
Komisi XI: Pelaporan Dugaan Korupsi LPEI ke Kejaksaan Beri Efek Jera
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fathan Subchi. Foto : DPR RI

Jakarta – Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fathan Subchi menilai pelaporan yang dilakukan Menteri Keuangan terkait kasus dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) merupakan langkah yang tepat. Menurutnya, langkah ini untuk memberikan efek jera bagi praktik patgulipat di LPEI yang seolah terus terulang.

“Kami menilai langkah Menteri Keuangan, Sri Mulyani menunjukkan keseriusan pemerintah agar proses pembiayaan ekspor benar-benar bisa meningkatkan volume ekspor Indonesia, bukan sekadar praktek hengky pengky antara oknum pejabat LPEI dan pihak ketiga sehingga memicu fraud yang merugikan keuangan negara,” ujar Fathan dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Rabu (27/3/2024).

Pada Senin (18/3/2024) lalu Sri Mulyani bertandang ke Kejaksaan Agung untuk melaporkan temuan tim Kemenkeu terkait indikasi adanya fraud dalam kredit yang dikucurkan oleh LPEI. Sejumlah debitur diduga melakukan tindak pidana korupsi yang diduga menyebabkan kerugian negara hingga Rp2,5 triliun. Ada empat perusahaan yang diduga terlibat dalam kasus tersebut. Keempat perusahaan tersebut bergerak dalam usaha sawit, nikel, batu bara, dan perkapalan.

Fathan mengungkapkan dugaan korupsi di LPEI dengan berbagai modus ibarat kaset rusak yang terus berulang. Politisi Fraksi PKB ini menyebut pada 2022 Kejagung pernah menetapkan tersangka kasus dugaan korupsi pembiayaan ekspor nasional oleh LPEI selama periode 2013-2019. Saat itu kerugian negara diperkirakan mencapai Rp2,6 triliun yang berasal dari kredit macet ke delapan grup usaha yang terdiri dari 27 perusahaan.

“BPK juga pernah melakukan pemeriksaan investigatif terkait kasus dugaan korupsi LPEI dan menemukan kerugian negara hingga puluhan miliar,” tambahnya.

Lebih lanjut, Fathan menyampaikan di antara modus yang paling sering terjadi adalah LPEI tidak menerapkan prinsip tata kelola yang baik saat mengucurkan kredit kepada calon debitur. LPEI seolah gampangan dalam menyalurkan kredit kepada pihak ketiga dan akibatnya terjadi kredit macet yang merugikan LPEI dan keuangan negara.

“Saat ditelusuri lebih dalam ternyata ada hengky pengky antara oknum LPEI dengan pengusaha atau eksportir sehingga penyaluran kredit tidak memenuhi unsur prudent,” ungkapnya.

Anggota Badan Akuntabilitas Keuangan negara (BAKN) DPR RI ini pun mendukung upaya “bersih-bersih” sehingga LPEI kembali kepada khittah-nya. Menurutnya pembentukan LPEI awalnya untuk menciptakan ekosistem baik terhadap kegiatan ekspor produk-produk unggulan dalam negeri. Dengan LPEI, eksportir akan dibantu dari segi pembiayaan, penjaminan, dan asuransi.

“Namun faktanya seringkali proses penyaluran pembiayaan ini dilakukan secara serampangan bahkan minim pengawasan saat kredit telah dikucurkan. Maka saat ini kami menilai LPEI ini direformasi agar bisa kembali ke tujuan awal bisa mendorong iklim ekspor yang baik bagi produk unggulan Indonesia baik dari sektor UMKM maupun korporasi,” pungkasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Workshop Kepemimpinan, Sekjen DPR Tekankan Pembinaan Disiplin Interpersonal di Era Parlemen Modern

Oleh

Fakta News
Workshop Kepemimpinan, Sekjen DPR Tekankan Pembinaan Disiplin Interpersonal di Era Parlemen Modern
Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar foto bersama usai membuka workshop dengan tema "Pendekatan Kepemimpinan Situasional Dalam Rangka Peningkatan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Ruang Rapat KK II, Gedung Nusantara DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (27/3/2024). Foto : DPR RI

Jakarta – Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR RI melalui Bagian Manajemen Kinerja dan Informasi Aparatur Sipil Negara (ASN) dibawah Biro Sumber Daya Manusia Aparatur (SDMA) secara resmi menggelar kegiatan workshop dengan tema “Pendekatan Kepemimpinan Situasional Dalam Rangka Peningkatan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS)” di Ruang Rapat KK II, Gedung Nusantara DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (27/3/2024).

Dalam acara yang dihadiri segenap Pejabat JPT Madya, JPT Pratama, Administrator dan Pengawas itu, Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar menyatakan disiplin merupakan pondasi utama dalam menjaga produktivitas sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021. Indra menekankan disiplin tidak hanya soal penjatuhan hukuman tapi juga pembinaan disiplin secara interpersonal.

“Kewenangan pemimpin dalam penegakan disiplin dimulai dari pemeriksaan hingga penjatuhan hukuman disiplin. Namun tidak semua pemimpin atau pejabat berwenang mampu melaksanakan penegakan disiplin dengan baik dan benar, karena penegakan disiplin bukan hanya terkait hukum pelanggaran disiplin tetapi juga pembinaan disiplin secara interpersonal,” ujar Indra saat pidato pembukaan.

Terlebih, di lingkup kerja yang kompleks serta dinamis seperti halnya di Setjen DPR RI, memerlukan adanya pembinaan disiplin secara khusus di tengah gagasan menuju Parlemen Modern dengan Work From Anywhere (WFA) yang mulai dikenal sejak era pandemi Covid.

Terkait hal itu, Indra mengungkapkan Setjen DPR RI menghadirkan solusi adanya berbagai gagasan perkantoran modern yang sedang terus dibangun di Kompleks Parlemen dalam mengakomodir WFA. Diantaranya mulai dari Kantin Demokrasi dengan fasilitas Wi-Fi hingga kedepannya konsep Ecopark di kawasan Taman Jantung Sehat yang desainnya kini masih dalam tahap menunggu finalisasi.

Kesemuanya itu, ungkap Indra, dalam mewujudkan PNS di lingkungan Setjen DPR RI yang berintegritas bermoral, profesional akuntabel sehingga dapat mendorong PNS untuk lebih produktif untuk menunjang karirnya di era Parlemen Modern yang akan akan terus diwujudkan kedepannya.

Dengan demikian, diharapkan skor indeks Survei Penilaian Integritas (SPI) Setjen DPR RI kedepannya dapat semakin meningkat secara  maksimal. Apalagi, ungkap Indra, SPI nantinya juga berkaitan dengan secara keseluruhan Reformasi Birokrasi (RB) yang akan terus dievaluasi setiap tahunnya.

Turut hadir segenap pejabat tinggi Setjen DPR RI antara lain Deputi Bidang Administrasi Sumariyandono, Pelaksana Harian (Plh) Inspektur Utama Furcony Putri Syakura dan Kepala Biro SDMA Asep Ahmad Saefuloh. Hadir pula narasumber dari Direktur Perundang-Undangan Badan Kepegawaian Negara (BKN) Julia Leli Kurniati dan Analis Hukum Ahli Madya BKN Muhammad Syafiq.

Baca Selengkapnya