Connect with us

Mbak Puan, Aset Bangsa yang Diuji dan Teruji

Mbak Puan Maharani?, Kenapa saya memakai istilah “Mbak”, bukan ibu atau sebutan lainnya.

Saya sendiri sudah pernah melihat Mbak Puan secara langsung pada sebuah acara, walaupun agak dari kejauhan, namun untuk berkomunikasi belum pernah sekalipun secara langsung, namun saya mungkin termasuk yang rutin membaca dan mengikuti langkah dan statement tentang mbak Puan lewat berbagai media dan cerita, dari situ saya memahami pikiran, ide, gagasan dan sepak terjang bagaimana mbak Puan berdialektika dengan sejarah mengenai diri dan visi kebangsaannya.

Sebutan “Mbak” bagi saya selain lebih familiar juga terasa lebih dekat dan lebih mudah memahami bathin, harapan dan fikiran-fikirannya.

Dari literasi yang ada, mbak Puan lahir pada tahun 1973, dan dalam jangkauan pengetahuan saya, zaman tersebut sungguh tidak mudah bagi keluarga sang Proklamator Bung Karno, mbak Puan sebagaimana anak kecil semasanya juga beraktivitas seperti biasa anak kecil pada umumnya, namun tentunya dengan pengawasan politik rezim pada masa itu.

Sosok Ibu Megawati yang kita kenal sosok perempuan yang gigih, bertekad kuat dan insting yang tajam, tahun-tahun sulit itu mampu di lalui dengan baik dan tentunya menjadi inspirasi karakter spirit politik kekuasaan dan visi kebangsaan sejarah perjalanan Mbak Puan.

Sejarah telah membuktikan, Mbak Puan kecil tidak serta merta membuat hidup mbak Puan penuh keistimewaan. Mbak puan telah belajar kepemimpinan melalui tempaan sejarah yang panjang, misalnya ada sebuah cerita ketika mbak Puan duduk di bangku sekolah SMP, pernah menyaksikan didepan matanya sendiri bagaimana ibu Megawati ditekan oleh rezim pada masa itu untuk tidak masuk dunia politik.

Dari sini saja sudah jelas, secara tempaan sejarah melalui geneologis , asal usul mbak Puan sangat valid, lahir dari nasab Bung Karno sebagai kakeknya, Ibu Megawati Soekarnoputri sebagai ibunya, dan tentunya besar tumbuh dari gerakan dan budaya politik yang selalu melekat pada nasab yang mengalirinya.

Marwah dan idiologi nilai-nilai kebangsaan dan nilai-nilai Pancasila Mbak Puan sangat jelas dan didalamnya ada spirit nasionalisme, komitmen politik dan kesejarahan Bung Karno.

Mbak Puan, ketika paska Reformasi 1998 mulai sering terlihat menemani Ibu Megawati Soekarnoputri dalam pertemuan dan konsolidasi tokoh-tokoh politik nasional dan berpengaruh. Mbak Puan sendiri pada waktu itu belum terlibat langsung dalam kancah politik nasional, namun sebagaimana yang kita ketahui beliau sering menemani  ibu Megawati dalam mengikuti proses transisi demokrasi yang sedang terjadi,

Mbak Puan telah banyak bersinggungan soal kepemimpinan nasional, kondisi kebangsaan dan belajar kematangan kepemimpinan.

Pada 2008 mbak Puan mulai muncul sebagai politisi nasional, di DPP PDI Perjuangan mbak Puan dipercaya sebagai Ketua Bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan.

Kemudian di pemilu 2009, Mbak Puan mencalonkan diri sebagai anggota legislatif melalui PDI Perjuangan di daerah pemilihan Jateng V (Sukoharjo, Klaten, Boyolali dan Surakarta). Dengan mendapatkan 250 ribuan suara yang didapat berhasil mengantarkan Mbak Puan duduk di senayan.

Tahun 2013 Mbak Puan dipercaya duduk sebagai ketua fraksi DPR RI dari PDI Perjuangan. Disini skill manajerial dan kepemimpinan (leadership) Mbak Puan mulai terlihat ke publik, sebagai ketua fraksi waktu itu mbak Puan mampu mensolidkan fraksi PDI Perjuangan secara baik dalam garis oposisi diparlemen.

Tahun 2016 Mbak Puan dipercaya sebagai Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan pada pemerintahan Jokowi-JK, kemudian pada 2019 setelah PDI Perjuangan kembali memenangkan kontestasi pemilu dengan suara terbanyak, Mbak Puan dipercaya duduk sebagai ketua DPR RI periode 2019-2024.

Jabatan demi jabatan yang disandang mbak Puan semakin membuat kita paham, Mbak Puan sosok tipe pemimpin yang tidak gemar dengan gimmick-gimmick politik seperti politisi lainnya. Barangkali Mbak Puan sadar bahwa gimmick politik itu diperlukan dalam skala tertentu, namun beliau lebih memilih tampil apa adanya dan lebih suka berkompetisi dengan ukuran kinerja dan kebijakan dibanding dengan hanya bergelut dengan gimmick politik yang ukurannya pencitraan.

Sosok perempuan sebagai Menko termuda, menurunkan angka kemiskinan dan ketimpangan, meningkatkan kesejahteraan, meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia, Revitalisasi BKKBN, hingga efektifitas  konsolidasi dan koordinasi antar kementerian adalah torehan nyata skill kepemimpinan mbak Puan. Selain itu, Mbak Puan juga sebagai ketua DPR RI perempuan pertama di Indonesia, sebuah catatan tersendiri yang layak di banggakan khususnya oleh kaum perempuan Indonesia.

Bagi saya, mbak Puan yang menyandang sebagai cucu proklamator Bung Karno sekaligus anak dari Presiden RI kelima, Ibu Megawati Soekarnoputri, justru memudahkan kita untuk memahami tempaan yang membentuknya menjadi sosok pemimpin yang teruji oleh sejarah, pemimpin yang dididik secara politik dengan nilai nilai nasionalisme dan spirit marwah kebangsaan melalui geneologis yang jelas. Mbak Puan adalah aset bangsa yang diuji dan teruji oleh dialektika sejarah dan komitmen idiologi.

 

Muhammad Khabib

(Mantan Sekretaris REPDEM Jawa Tengah)

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal

Oleh

Fakta News
Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat kunjungan kerja reses di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap mahalnya biaya pendidikan tinggi di perguruan tinggi negeri. Menurutnya, dengan mahalnya biaya pendidikan tinggi itu dapat menghambat pencapaian target pemerintah dalam meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tinggi. Menurut data tahun 2023, APK untuk laki-laki hanya 29,12 persen dan untuk perempuan 33,87 persen, angka yang jauh dari target yang diharapkan.

Konsekuensinya, tambah Ledia, dengan biaya pendidikan yang sangat mahal  itu banyak calon mahasiswa yang terhambat untuk melanjutkan pendidikan. “Dengan mahalnya perguruan tinggi negeri ini, bagaimana mungkin kita bisa mencapai target APK yang lebih baik jika banyak anak-anak kita yang tidak mampu melanjutkan pendidikan karena biaya?” ujar Ledia kepada Parlementaria, di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024).

Diketahui, Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi (PT) adalah perbandingan antara jumlah penduduk yang masih bersekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (tanpa memandang usia penduduk tersebut) dengan jumlah penduduk yang memenuhi syarat resmi penduduk usia sekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (umur 19- 23 tahun).

Ledia pun mengkritik sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang berlaku di banyak perguruan tinggi, yang menurutnya masih memberatkan bagi sebagian besar calon mahasiswa. “Ada perguruan tinggi dengan sistem UKT yang sangat tinggi, dan ada pula yang menengah namun tetap mahal, belum lagi adanya uang pangkal yang harus dibayar di awal,” ujar politisi Alumni Master Psikologi Terapan dari Universitas Indonesia ini.

Ledia juga menyoroti perlunya sebuah sistem pendidikan tinggi yang lebih pro kepada masyarakat, terutama bagi warga negara Indonesia yang memiliki kemampuan akademis namun ada keterbatasan ekonomi. “Kita perlu membuat sistem yang lebih baik, yang lebih mendukung anak-anak kita untuk bisa kuliah tanpa dibebani biaya yang tidak mampu mereka tanggung,” ujar Politisi Fraksi PKS ini.

Lebih lanjut, Ledia menegaskan bahwa pendidikan tinggi harus diakses oleh semua lapisan masyarakat. “Kita membuat kampus itu mandiri, namun bukan berarti kita bisa mengabaikan warga negara Indonesia, terutama anak-anak muda kita yang sebenarnya punya kemampuan dalam akademisnya tapi tidak dalam ekonominya,” ujarnya.

Kebijakan saat ini, menurut Ledia, harus segera dibahas dan diperbaiki, dengan keterlibatan langsung dari kampus-kampus dan pemerintah untuk mencari solusi yang efektif. “Perlu ada diskusi serius antara pemerintah dengan perguruan tinggi untuk menata ulang sistem pendanaan pendidikan tinggi di negara kita,” tutur Ledia.

Dalam mencari solusi, Ledia juga menyarankan agar perguruan tinggi negeri bisa terhubung lebih baik dengan program beasiswa dan bantuan finansial lainnya yang bisa membantu meringankan beban mahasiswa. “Harus ada lebih banyak opsi beasiswa dan bantuan finansial yang dapat diakses oleh mahasiswa yang membutuhkan,” ucap Ledia.

Ledia berharap bahwa dengan perbaikan sistem yang lebih inklusif dan mendukung, Indonesia bisa mencapai tujuan menjadi negara dengan sumber daya manusia yang unggul pada 2045. “Ini semua tentang membangun fondasi yang kuat untuk pendidikan tinggi di Indonesia, memastikan semua anak berhak dan mampu mendapatkan pendidikan yang layak,” pungkasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah

Oleh

Fakta News
Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah
Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Maros – Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin mengecam kebijakan terkait sertifikat tanah yang merugikan masyarakat. Dalam pernyataannya, ia menyampaikan keprihatinannya terhadap biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang melonjak drastis setelah penerbitan sertifikat tanah.

“Sangat disayangkan melihat betapa besarnya biaya PBB yang harus ditanggung masyarakat setelah memiliki sertifikat tanah. Hal ini menjadi hambatan besar bagi petani dan pengguna lahan lainnya untuk mendaftarkan tanah mereka,” ujar Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024).

Menurutnya, masyarakat enggan membuat sertifikat tanah karena adanya komponen biaya PBB yang meningkat secara signifikan setelah kepemilikan tanah tersebut bersertifikat. Hal ini berdampak negatif terutama bagi para petani dan pengguna lahan lainnya yang mayoritas hidup dengan penghasilan terbatas.

Rosiayati pun menyerukan pentingnya koordinasi antara pemerintah daerah dan Dinas Pajak untuk meninjau ulang kebijakan terkait tarif PBB. “Saya berharap agar Dinas Pajak dapat mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat yang terdampak dan menyesuaikan tarif PBB dengan lebih adil,” tambahnya.

Kemudian, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu juga menegaskan bahwa pembenahan terhadap kebijakan tersebut penting dilakukan agar masyarakat merasa lebih terbantu dan terjamin hak-haknya atas tanah yang mereka miliki.

“Pemerintah harus fokus pada upaya mempermudah akses masyarakat terhadap kepemilikan tanah dengan biaya yang terjangkau, sehingga tidak menghambat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat,” tutupnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!

Oleh

Fakta News
PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat mengikuti Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi X DPR RI, di Kota Medan Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto: DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah mengungkapkan, kekhawatirannya terkait kesiapan pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI yang dijadwalkan pada September 2024 di Aceh dan Sumatera Utara. Ledia menyatakan bahwa meskipun pemerintah daerah telah berkomitmen dengan mengalokasikan dana besar, masih terdapat kekurangan yang perlu ditangani oleh pemerintah pusat.

“Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah mengeluarkan anggaran sekitar Rp2,1 triliun, dan belum lagi dari Pemerintah Kabupaten/Kota dari APBD untuk pembangunan venue dan lain-lain. Namun, ada beberapa hal penting yang masih harus di-cover oleh pemerintah pusat,” ujar Ledia, Medan, Sumatera Utara, Senin (6/5/2024).

Menurutnya, masih ada kebutuhan dana tambahan untuk menyelesaikan infrastruktur yang belum rampung. “Persoalnnya ada hal yang harus dicover oleh pemerintah pusat, apakah itu bisa selesai atau enggak. Kita belum tahu sampai sekarang pemerintah daerah juga enggak bisa apa-apa, itu sangat tergantung dari pusat,” ujarnya.

Ledia juga menyampaikan bahwa Komisi X DPR RI telah mengusulkan agar penundaan PON hingga awal tahun 2025 untuk memastikan semua persiapan bisa tuntas. “Beberapa dari kami sudah mengusulkan untuk ditunda sampai Januari atau Februari 2025 sehingga penyelenggaraannya bisa berjalan dengan baik dan tidak terburu-buru,” tegas Ledia.

Selain itu, Ledia menekankan bahwa ada kesamaan situasi dengan PON sebelumnya di Papua, yang juga harus diundur karena pandemi COVID-19. “Situasinya serupa dengan apa yang terjadi di Papua. Jika memang belum siap, jangan dipaksakan,” tegasnya.

Ledia juga berharap dengan waktu yang masih ada, bisa di optimalkan dengan baik. “Harapan nanti penyelenggarannya bisa berjalan dengan baik, karena ini baru pertama kali diselenggarakan di dua  provinsi, belum lagi setelah itu ada peparnas untuk disabilitas. Nah jadi memang harusnya lebih matang, kalau memang belum siap jangan dipaksakan,” ungkap Ledia.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah berkomitmen untuk juga menggunakan venue yang sudah ada dengan memperbaikinya. Namun, Ledia menyatakan, “Sekarang ini yang ditunggu adalah dukungan anggaran dari pemerintah pusat, bisa atau tidak,” ungkapnya.

Ditambah lagi, menurut Ledia, “Telah dianggarkan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga sebanyak Rp300 miliar untuk biaya operasional seperti pembayaran wasit dan juri, namun untuk infrastruktur, kecepatan penyelesaian dari pemerintah pusat masih menjadi tanda tanya”.

Kekhawatiran terus mengemuka seiring dengan mendekatnya waktu pelaksanaan PON XXI, dengan banyak pihak berharap agar pemerintah pusat dapat segera mengambil tindakan untuk menyelesaikan persiapan yang masih tertunda.

Baca Selengkapnya