Konsorsium Riset: Belum Ada Obat Spesifik Untuk COVID-19
Jakarta – Banyak upaya telah diusahakan berbagai pihak guna mengatasi penyebaran COVID-19 serta penyembuhan pasien-pasien terjangkit. Salah satu upaya nyata yang kini telah menghasilkan lebih dari 61 inovasi terkait penanganan COVID-19 adalah dibentukya konsorium guna melakukan berbagai riset terkait COVID-19 dari sisi pencegahan terhadap virus dan pengobatan bagi para pasien yang sudah berjalan selama empat bulan terakhir.
Namun, sampai saat ini, menurut Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc, Ph.D selaku Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 Kemenristek/BRIN, belum ada satu pun obat spesifik yang bisa diklaim sebagai obat penyembuh Virus SARS-CoV-2, termasuk imunomodulator yang sedang dikembangkan oleh konsorium.
Pernyataan tersebut didukung oleh Dr. Anwar Santoso selaku Anggota Komite Nasional Penilai Obat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Menurutnya, sampai saat ini belum ada pernyataan resmi terkait adanya obat spesifik yang efektif serta aman untuk COVID-19.
“Saya setuju dengan pendapat dari Gufron, bahwa sampai sekarang belum ada satu statement yang menyatakan bahwa ini ada obat yang manjur dan aman untuk COVID-19. Semuanya dalam masih dalam fase uji klinik,” ujar Anwar dari kantor Graha BNPB pada Selasa (18/8).
Bahkan menurut Anwar, badan kesehatan dunia (WHO) yang bertindak sebagai koordinator kesehatan umum internasional pun tidak menyatakan satu statement yang resmi ada obat yang direkomendasikan untuk dipakai atau aman tapi masih dalam status uji klinik. Terkait dengan banyaknya pernyataan yang tersebar di masyarakat luas mengenai berbagai obat herbal yang dianggap mumpuni dalam penyembuhan COVID-19, menurut Anwar obat herbal tersebut tetap memerlukan uji klinis sehingga aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat dan dapat memberikan nilai saintifik serta nilai sosial yang terjamin.
Sementara itu, menurut dr. Agus Dwi Santoso, Sp.P(K), FAPSR, FISR selaku Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, di Indonesia sendiri, pengobatan terhadap pasien COVID-19 disesuaikan oleh severity yang dimulai dari tanpa gejala, gejala ringan, gejala sedang, pneumonia berat, sampai kemudian kritis. Hal tersebut dikarenakan masing-masing severity memiliki pilihan obat apa saja yang diberikan berdasarkan konsensus dan kesepakatan dari para profesi.
Ia menjelaskan untuk pasien tanpa gejala cukup dengan hanya minum vitamin, namun berbeda dengan pasien dengan gejala. Adapun pasien yang memiliki gejala ringan, sedang, dan berat sebenarnya dari perhimpunan itu sudah mengeluarkan panduan.
“Di dalam paduan itu ada pilihan-pilihan, yaitu ada pilihan 1, 2, 3, 4. Di situ bisa diberikan kombinasi dari azitromisin atau levo, hidroksikloroquin dengan kloroquin oseltamivir dan vitamin. Atau pilihan kedua azitromicin levodoxacin diberikan kloroquin hidroksiklorokuin favipiravir ditambah vitamin. Atau, pilihan yang ketiga ya, Azitromisin levo, hidroksiklorokuin atau klorokuin, lopinavir, ritonavir, vitamin. Sedangkan pilihan yang keempat saat ini tidak ada. Karena kita tidak tersedia remdesivir,” jelas Agus.
Lebih lanjut lagi, Agus memaparkan bahwa terdapat tambahan obat untuk kasus-kasus berat dan kritis. Ada pun obat-obat tersebut di antaranya adalah dexamethasone dan antikoagulan yang diberikan sesuai dengan assessment.
Sebagai penutup, Mayjen TNI Dr. dr. Tugas Ratmono, Sp.S, M.A.R.S selaku Kepala Pusat Kesehatan TNI mengimbau masyarakat untuk tetap menggunakan obat-obat aman yang tentunya sudah direkomendasikan oleh Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan.
“Ya, saya kira ini yang harus jadi catatan, bahwa masyarakat harus menggunakan semua obat-obat yang aman sebenarnya. Tentunya, obat-obat yang beredar, katakanlah itu sudah ada izin edar, dan kalau obat-obat yang belum, tentunya ini tidak dalam kontek rekomendasi, baik itu oleh Kemenkes, maupun dari Badan POM,” tutup Tugas Ratmono.
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.